Jumat, 16 Maret 2012

AMTSAL AL-QUR’AN (Analisis Pendekatan Pemahaman terhadap Ayat-ayat Metafora)


AMTSAL AL-QUR’AN
(Analisis Pendekatan Pemahaman terhadap
Ayat-ayat Metafora) 

Khairullah*

Abstrak

Keistimewaan bentuk perumpamaan al-Qur’an (Sighah matsal Qur’ani) ialah bahwa bentuk dan isinya tidak menukil dari peristiwa atau kejadian fiktif yang diulang-ulang. Matsal Qur’ani diciptakan tanpa meniru, dan ia belum pernah ada sebelumnya, bersifat artistic, unik dan kontemporer, sehingga ia memiliki bentuk tersendiri dalam pengungkapan, penyusunan dan pengisyaratan. Perumpamaan dalam al-Qur’an bukanlah perumpamaan terminologis dan bukan pula bagian yang bertolak ukur hanya pada kata dan arti kata semata. Sehingga dapat dibedakan antara Matsal al-Qur’an dan Matsal yang berkembang pada masyarakat Arab.


Kata Kunci: Amtsal, Tasybih, Abstrak, Kongkrit.

 

PENDAHULUAN

Al-Qur'an adalah kitab yang diwahyukan Allah untuk memberi petunjuk kepada orang yang berkebajikan, untuk membawa berita tentang penyelamatan kepada orang-orang saleh dan peringatan tentang azab bagi para pelaku kejahatan[1].

Dalam mentransformasikan pesan-pesan Ilahi tersebut, baik berupa kabar gembira ataupun peringatan, melalui al-Qur'an Allah menggunakan beberapa media atau metode, Pertama, dengan mengisahkan suatu qishshah atau peristiwa[2]. Metode ini bertujuan agar manusia dapat mengambil pelajaran dari suatu peristiwa. Kedua, dengan menggunakan qasam atau sumpah. Metode ini digunakan untuk mengukuhkan dan meyakinkan pesan yang akan disampaikan.[3] Metode yang ketiga, dengan metode jadal, yaitu berdebat dengan memberikan argumentasi-argumentasi yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya.[4] Dan metode keempat, dengan menggunakan amtsal, yaitu dengan memberikan perumpamaan-perumpamaan   agar pesan yang   disampaikan lebih   mudah    dipahami, dan diresapi,[5]

Keempat metode transformasi pesan di atas digunakan untuk mengantisipasi kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran ajaran al-Qur'an. Sebab dalam mengapresiasi pesan al-Qur'an tersebut terdapat kecenderungan yang berbeda-beda. Ada orang yang mudah menerima pesan yang disampaikan dan ada juga yang sulit untuk menerimanya,, bahkan ada juga yang enggan menerima kebenaran ajaran al-Qur'an.

Adapun Penggunaan metode keempat yaitu amtsdl atau matsal bertujuan untuk mendapatkan hakikat-hakikat yang tinggi makna, karena    dituangkan    dalam    kerangka    ucapan    yang    baik    dan mendekatkan kepada pemahaman.[6]

Lebih lanjut, amtsdl merupakan salah satu medium yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang ghaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan yang kongkrit dan dengan menganalogikan sesuatu dengan yang serupa. Itulah sebabnya maka amtsal sangat efektif dalam mendorong jiwa untuk menerima apa yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas.[7] Bahkan menurut Muhammad Rasyid Ridla (1865 M-1935 M) dalam tafsirnya Al-Manar digunakannya uslub matsal dikarenakan mampu memberikan bekas dan mengaktifkan kemauan berbuat, seolah-olah membisikkan dengan sangat mantap ke telinga si-penerima, sehingga kesan menembus hati, bahkan sampai menyentuh bagian jiwa yang paling dalam.[8]

Amtsal (teori analogi) juga termasuk salah satu dari instrumen al-bayan yang merupakan salah satu model dalam menjelaskan kisah dalam al-Qur’an di samping model sejarah, dan model legenda atau mitos.[9]

Dengan demikian untuk dapat memahaminya secara baik dan benar memerlukan penguasaan linguistik yang memadai.[10] Dari sinilah akhirnya dapat dipahami manfaat pengetahuan dan pemahaman terhadap amtsal, macam-macam serta keistimewaannya.


TEORI AMTSAL AL-QUR'AN


1. Pengertian Amtsal Al-Qur' an

Sebelum lebih jauh mengkaji pengertian amtsdl al-Qur'an, perlu  kiranya dijelaskan pengetian amtsdl itu  sendiri. Kata أمثال merupakan bentuk jamak dari مثل secara bahasa mempunyai arti yang cukup   variatif  sesuai   dengan   bentuk   pola/wazan   kata   tersebut. Diantaranya adalah ماثل yang berarti menyerupai, (مثل ) yang berarti menyerupakan, mencontohkan, menggambarkan, (تمثل) yang berarti tergambar, terbayang, menjadi contoh, مثل  atau مثل yang berarti sama, serupa, contoh, teladan, tipe dan مثال yang berarti model, tipe.[11]

Secara istilah amtsal atau matsal terdapat beberapa pendapat ulama yaitu :
Abu al-Wafa' Muhammad Darwis memberikan pengertian amtsal sebagai berikut :

المثل قول فى شيء يسبه قولا أخر فى شيء أخر بينهما مسابهة ليبين أحدهما الآخر ويصوره [12]
Artinya: "Matsal adalah perkataan terhadap sesuatu yang menyerupai perkataan lain pada sesuatu lain yang antara keduanya terdapat persamaan agar salah satunya menjelaskan yang lain atau menggambarkannya".

Yang dikatakan dengan amtsal apabila di dalamnya ada keserupaan antara dua obyek. Kemudian obyek yang datang kemudian (musyabbah bih) menjelaskan sifat-sifat yang terdapat dalam musyabbah.

Ahmad Iskandari   dan Musthafa 'Inani    Bey    menjelaskan definisi amtsal sebagai berikut :

المثل قول محكى سائر يقصدمنه تشبيه حال الذى حكى فيه بحال الذى قيل لأجله [13]

Artinya: Matsal adalah cerita (ucapan) yang sudah menjadi suatu ungkapan yang tersiar (umum) yang tujuannya mempersamakan keadaan sesuatu yang tengah dibicarakan dengan keadaan sesuatu yang pernah dibicarakan orang.

Definisi di atas memberikan persyaratan amtsal, yaitu musyabbah atau  sesuatu   yang  dijadikan   obyek   perumpamaan   yang  berupa perkataan atau ungkapan haruslah sudah dikenal umum oleh orang banyak. Kemudian antara kedua obyek musyabbah    dan musyabbah bihnya harus ada persamaan.

Definisi selanjutnya seperti dijelaskan oleh mufassir Ahmad Musthafa al-Maraghi ( 1888 M-1952 M) yaitu :

المثل  و المثل  والمثيل كالشيه والشبه والشبيه وزنا ومعنا ثم استعمل فى بيان حال  شيء وصفته التى توضحه وتبين حاله  كقوله : ولله المثل الأعلى[14]

Artinya: "Al-Matsal, al-Mistl, dan al-Matsil bobot dan maknanya sama dengan kata-kata Syabah, syibh, dan syabih. Kata iersebut kemudian digunakan dalam rangka menjelaskan keadaan sesuatu dan sifat-sifatnya yang menjelaskan hal ihwalnya, sebagaimana firman Allah : "Bagi Allah sifat Maha Tinggi".

Dari definisi di atas, Al-Maraghi tidak membedakan antara tamtstl dengan tasybih. Kedua-duanya — tamtsil dan tasybih - berupaya menjelaskan keadaan gesuatu atau sifat yang melekat pada suatu obyek,

Mufassir lainnya yang memberikan definisi amtsal adalah Muhammad Rasyid Ridha yaitu :

ومثل الشيئ – بالتحريك- صفته التى  توضحه وتكشف عن حقيقته او يراد بيانه معناه واحواله, ويكون حقيقة ومجازا وابلغه: تمثيل المعانى المعقولة بالصور الحسية وعكسه ومنه الأمثال المضروبة وتسمى الأمثال السائرة ومنه ما يسميه البيانيون الإستعارة التمثيلية وهو خاص بالمجاز. والتمثيل أمثل أساليب البلاغة وأشدها تأثيرا وإقناعا للعقل[15]

Artinya: Perumpamaan sesuatu —dengan fatha pada huruf tsa'- yaitu sifat dari sesautu yang menjelaskan maksudnya yang hakiki. Maksud yang dikehendaki penjelasannya dengan menyebutkan sifatnya dan keadaannya. Matsal itu ada kalanya bersifat "majaz” (figuratif, dipakai sebagai kata pinjaman). Majaz yang paling baligh (mantap dalam memberikan kesan) ialah majaz yang mampu menggambarkan arti yang terdapat dalam pikiran menjadi gambaran yang inderawi, dan sebaliknya. Diantaranya ialah "al-matsal al-madlrubah", yang dinamakan matsal yang tersiar luas. Dan ada pula yang diberi nama oleh para ahli ilmu bayan "al-isti'arah at-tamtsiliyah "yang khusus bersumber dari majaz. Adapun at-tamtsil adalah uslub balaghah yang paling tepat, paling kuat dalam memberi bekas dan paling kena menurut akal.

Definisi di atas membuktikan bahwa Rasyid Ridla sangat menghargai amtsal, sebab memberikan penjelasan dengan menggunakan amtsal, figuratif (majaz.) yang disampaikan akan lebih mudah ditangkap oleh akal daripada tanpa amtsal . Selain itu pula matsal memberikan kesan yang amat mendalam.
Selanjutnya menurut Az-Zamkahsyari (467 H-538 H) lafazh matsal pada dasarnya berarri mitsl, yakni al-Nazhir yang bermakna sebanding atau sama. Al-Matsal digunakan untuk mengekspresikan :

a.      perumpamaan, gambaran, atau penyerupaan;
b.      Kisah atau cerita jika keadaannya asing atau sesuatu yang abstrak;
c.       Sifat, keadaan atau tingkah laku yang mengherankan.[16]

Berdasar definisi di atas, menurut Az-Zamakhsyari matsal mempunyai beberapa ciri yaitu adanya keserupaan antara kedua obyek, mengkongkretkan sesuatu yang masih abstrak, dan menjelaskan sifat atau keadaan yang masih remang-remang.

Selain definisi-definisi yang telah diuraikan di atas, terdapat pendapat lain yang mcngatakan bahwa amtsal adalah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang inderawi agar menjadi indah, menarik, padat serta mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas atau bukan tasybih. Dengan pengertian ini maka matsal tidak disyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana disyaratkan pula harus berupa majaz murakkab,[17]

Dari beberapa definisi matsal baik menurut ahli bahasa maupun menurut ahli tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa matsal merupakan segala bentuk ungkapan perkataan yang dikemukakan dengan maksud menyerupakan keadaan, sifat sesuatu obyek dengan sesuatu yang dijadikan perumpamaannya. Susunan kalimat yang ringkas dan menarik atau menimbulkan kekaguman dalam jiwa diharapkan membantu untuk memudahkan pemahaman seseorang dalam menggali keadaan atau sifat yang melekat pada sesuatu, baik itu berupa seseorang maupun keadaan dengan mencarikan sesuatu yang mempunyai kesamaan atau keserupaan dengan tujuan agar salah satunya menjelaskan yang lain atau menggambarkannya.

Jika diperhatikan dari beberapa definisi matsal di atas terlihat secara literal terdapat kesamaan antara matsal dengan tasybih. Sebagai bahan perbandingan perlu kiranya dijelaskan definisi tasybih dalam ilmu al-balaqhah.

Secara terminologi ada beberapa pendapat pakar yang memberikan definisi tasybth seperti dikutip oleh as-Suyuthi[18] yaitu :

Menurut Al-Sikkaki tasybih adalah:

الدلالة على مشاركة أمر فى معنى

“Ungkapan yang menunjukkan kesamaan makna sesuatu dengan sesuatu yang lain”
Ibn Abi al-Ishaba berpendapat bahwa tasybih adalah :

إخراج الأغمض إلى الأظهر
“Upaya menjelaskan hal yang _amara atau rumit agar menjadi jelas atau konkret”
Ulama lain mendifinisikan :

أن تثبت للمشبه حكما من أحكم المشبه به
"Mengukuhkan salah satu karakter atau hukum musyabbah bih kepada musyabbahnya”.

Ketiga pendapat di atas pada dasarnya sependapt mengenai definisi tasybih. Upaya mencari sisi persamaan dari dua obyek (musyabbah dan musyabbah bih) seperti pendapat as-Sikaki adalah sama halnya berupaya menjelaskan hal yang masih samar atau rumit menjadi jelas maknanya. Namun demikian definisi tasybih yang paling dekat dengan definisi tamtsil adalah sebagaimana pendapat Ibn Abi al-Ishaba.

Selanjutnya jika kita bandingkan pengertian matsal dan pengertian tasybih di atas tadi, maka terdapat kesamaan maksud dan tujuannya.  Kedua-duanya  berusaha  mencari  titik kesamaan  atau keserupaan sifat atau keadaan antara dua obyek.

Namun demikian, dari definisi tasyblh di atas, terdapat celah untuk dapat membedakan antara Tasybih dan Tamtsil. Secara redaksional  kedua-duanya menunjukkan upaya untuk menyerupakan, mencontohkan atau menggambarkan sesuatu dengan hal atau obyek lain yang memiliki sifat dan karaktcr yang mirip atau sama dan setara dengan sesuatu itu. Tetapi, tidak satupun dari definisi tasybih terscbut yang menjelaskan tujuan yang lebih substansial dari proses penyerupaan atau perumpamaan yang dilakukan. Sedangkan matsal, selain mencari titik kesamaan atau kemiripan antara kedua obyek, terdapat tujuan substansial yang diinginkan, yaitu kesamaan atau kemiripan sifat atau keadaan yang terdapat pada sesuatu yang dijadikan perumpamaan (musyabbab) dapat dijadikan pelajaran atau hikmah yang tersirat di dalamnya. Apabila sifat atau keadaan yang dimiiiki oleh musyabbah merupakan hal-hal yang negatif, maka diharapkan untuk tidak diikuti. Begitu pula, jika sifat atau keadaan yang dimiiiki oleh musyabbah merupakan hal-hal yang positif, mengandung pesan kebajikan, maka diharapakan dapat diikuti dan diteladani.

Adapun matsal atau amtsal dalam al-Qur'an sebagaitnana pendapat Abd. Ar-Rahman Hasan al-Maidani adalah pcnyebutan satu contoh atau lebih untuk menggambarkan sesuatu yang bermacam-macam, baik berupa perbuatan atau ketetapan Allah dengan memperhatikan adanya unsur persamaan yang ada.[19]

Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa matsal dalam al-Qur'an adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu dalam hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk kongkrit, atau sesuatu yang kongkrit dengan sesuatu yang kongkrit.[20]

Dengan demikian wajar jika Manna' Khalil al-Qaththan berpendapat bahwa matsal al-Qur'an tidak dapat diartikan dengan arti etimologis yaitu asy-syabih dan an-nazir. Juga tidak tepat diartikan dengan pengcrtian yang disebutkan dalam kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para penggubah matsal-matsal, sebab matsal al-Qur'an bukanlah perkataan-perkataan yang dipcrgunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak dapat diartikan dengan arti matsal menurut ulama Bayan, karena di antara matsal al-Qur'an ada yang bukan isti'arah dan penggunaannya pun tidak begitu popular. Di sini pula letak perbedaan antara matsal dan tasybih, yaitu kalau matsal tidak sebatas mempersamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, tetapi pengaruh yang mendalam terhadap jiwa. Sedang tasybih, tidaklah mempunyai tujuan yang sedemikian berpengaruh terhadap jiwa. Al-Jurjani memberikan pembedaan antara tasybih dan matsal. Tasybih bersifat umum, sedangkan tamtsil adalah khusus, setiap tamtsil adalah tasybih, tetapi setiap tasybih belum tentu tamtsil. Berbeda dengan Abd. Fattah Lasyin yang secara tidak langsung menyamakan tasybih dengan tamtsil. Menurutnya dikatakan tasbyih apabila ayat al-Qur'an memberikan perumpamaan dalam bentuk sederhana[21]. Contoh:

والقمر قدرناه منازل حتى عاد كالعرجون القديم[22]
Artinya:
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilab dia sebagai bentuk tandan yang tua.[23]

Adapun Tamtsil apabila ayat al-Qur'an itu memberikan perumpamaan dalam gambaran luas (rumit), yang diistilahkan dengan tasybih tamtsil.[24] Contoh :

واضرب اهم مثل  الحيوة الدنيا كماء انزلناه من السماء فاختلط به نبات الارض فاصبح هشيما تذروه الرياح وكان الله على كل شيئ مقتدرا[25]
Artinya :
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa matsal dalam al-Qur'an adalah ayat-ayat al-Qur'an yang mengandung ungkapan suatu makna dalam bentuk yang ringkas dan menarik atau menimbulkan kekaguman dalam jiwa, baik melalui gaya bahasa tasybih ataupun perkataan mursal, sehingga yang abstrak bisa menjadi jelas dan yang kongkrit bisa lebih jelas lagi.


2. Macam-macam Matsal al-Qur'an

Imam al-Suyuthi    (849 H-911 H) membagi matsal al-Qur'an menjadi  dua  macam  yaitu ظاهر مصرح به  danكامن لاذكر للمثل فيه  [26]sedang Manna' Khalil al-Qaththan membagi matsal al-Qur'an kepada  tiga macam yaitu الأمثال المكنية, الأمثل المصرحة   dan الأمثال المرسلة [27]

Dengan demikian terdapat perbedaan pendapat dalam membagi matsal al-Qur'an. Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pandangan tersebut perlu dijelaskan sepcrti apa definisi kedua ulama al-Qur'an tersebut.
1.2.  al-Matsal al-Musharrahah atau Zahir Musharrah

وهي ما صرح فيها بلفظ المثل , أو ما يدل على التشبييه  [28]
Artinya: Matsal musharrahah atau Zahir Musharrah adalah matsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.

Term Matsal musarrahah digunakan oleh Manna' Khalil al-Qaththan, sedang Matsal Zahir Musharrah istilah yang digunakan oleh Imam al-Suyuthi. Jenis matsal seperti ini sangat mudah diketahui dan banyak terdapat dalam al-Qur'an seperti ayat yang berbunyi sebagai berikut :

مثلكم كمثل الذي استوقد نارا فلما اضائت ما حوله ذهب الله بنورهم وتركهم في ظلمات لا يبصرون صم بكم عمي فهم لا يرجعون او كصيب من السماء فيه ظلمات ورعد وبرق يجعلون اصابعهم في اذانهم من الصوائق حذر الموت والله محيط بالكافرين.[29]
Artinya:
"Perumpamaan (matsal) mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), Atau seperti (orang-orang yang menimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.

Dalam ayat-ayat di atas Allah memberikan perumpamaan orang-orang munafiq dalam menerima petunjuk Allah dengan dua perumpamaan. Pertama, orang-orang munafiq sama halnya orang-orang yang sedang menyalakan api. Semestinya dengan adanya api akan menimbulkan cahaya dan akan menerangi kehidupan mereka, tetapi karena mereka munafiq cahaya itu tidak bermanfaat bagi mereka. Bahkan yang akan mereka dapatkan adalah panasnya api yang mereka nyalakan sendiri yang akan membakar diri dan jiwa mereka. Dengan kata lain mereka tetap dalam kegelapan walaupun di hadapan mereka terdapat api yang menerangi mereka. Dikarenakan mereka tidak memanfaatkan potensi yang telah diberikan Allah, mereka tuli tidak mendengar petunjuk, bisu tidak mengucapkan kalimat yang benar, dan buta tidak melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Perumpamaan kedua yaitu kondisi kejiwaan orang-orang munafiq bagaikan hujan lebat yang disertai dengan gelap gulita, guntur, dan kilat. Keengganan mereka dalam menerima kebenaran dan Allah yang dilukiskan dengan menggunakan jari-jari untuk menutup telinga, tidaklah beralasan. Hujan lebat yang tercurah langsung dari langit, merupakan gambaran bahwa petunjuk yang tcrdapat dalam al-Qur'an yang diterima langsung oleh Nabi Muhammad SAW bersumber dari Allah SWT, bukan hasil pengalaman atau nalar manusia. Dan hujan lebat yang disertai dengan gelap gulita, guntur, dan kilat memberikan gambaran bahwa turunnya ayat-ayat al-Qur'an yang mengandung kritik dan kecaman dalam rangka menyembuhkan penyakit-pcnyakit jiwa manusia.[30]

Menurut Mutawali asy-Sya'rawi seperti dikutip oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa air hujan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah petunjuk Ilahi. Dengan petunjuk itu akan dapat menumbuhkan suburkan hati mereka, sebagaimana hujan menumbuhkankembangkan tumbuh-tumbuhan.[31]

2.2.  al-Matsal al-Kaminah
هى التي لم يصرح فيها بلفظ التمثيل, ولكنها تدل على معان رائعة فى إيجاز, يكون لها وقعها اذا نقلت الى ما يشبهها[32]
Artinya: Matsal Kaminah adalah matsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamtsil (permisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik dalam kepadatan redaksinya.

Jadi matsal ini bersifat maknawai bukan lafzhi atau mengandung matsal yang samar-samar,.Untuk memudahkan    dalam mengetahui uslub matsal kaminah dalam   suatu   ayat      para   ulama   menggunakan   pendekatan perbandingan atau analogi dengan syair-syair orang-orang arab atau   kata-kata   bijak.   Berikut   ini   ada   beberapa   contoh perbandingan yang dimaksud :
a.   Ungkapan yang mempunyai kandungan "خير الامور أوسطها
(sebaik-baik   urusan   adalah   yang   pcrtengahan   atau   tidak berlebihan), seperti dijelaskan dalam ayat berikut ini:
ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك سبيلا[33]


Dalam ayat di atas dijelaskan tentang larangan mengeluarkan suara yang terlalu keras pada waktu shalat, dan tidak pula terlalu merendahkannya. Mengeraskan suara yang berlebihan di waktu shalat bisa jadi mengganggu kekhusyu'an orang lain yang sedang melaksanakan shalat. Sedang terlalu merendahkan suara mengakibatkan makmum yang ada dibelakang imam tidak mendengarkan bacaan imam. Cara yang harus ditempuh dalam shalat adalah mencari jalan tengah, tidak terlalu keras dan juga tidak terlalu rendah.

Menurut al-Baidhwai sikap mencari jalan tengah tersebut hendaknya tidak saja terbatas pada ketika melaksanakan ibadah shalat, tetapi merambah ke segala aspek kehidupan.[34]Inilah tujuan substansi matsal yang sesungguhnya.
b.   Ungkapan yang mempunyai kandungan    " " ليس الخبر كالمعاينة
(kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri), seperti ayat yang berbunyi:
اولم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبي ...... [35]

Apakah kamu belum percaya ? Ibrahim menjawab : Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya atau mantap.

Pelajaran yang dapat dipetik dalam ayat ini adalah mengenai substansi iman. Pada tahap-tahap pertama, selalu diliputi oleh aneka tanda tanya. Keadaan orang yang baru beriman ketika itu bagaikan seorang yang sedang mendayung di lautan Iepas yang sedang dilanda ombak dan gelombang. Di hadapannya yang jauh terlihat olehnya sebuah pulau harapan. Serta merta bergejolak dalam hatinya kecemasan, apakah gelombang itu akan menelannya dan mampu mendayung sehingga selamat. Pada saat yang sama jiwanya dipenuhi oleh harapan yang mencapai pulau idaman. Dcmikian iman pada tahap-tahap pertama, dan karena itu, aneka pertanyaan seringkali muncul dalam benak seseorang, baik karena keterbatasan pengetahuan, maupun oleh godaan setan.[36]
c.   Ayat yang senada dengan ungkapan : “  " كما تدين تدان  
(Sebagaimana kamu telah memberi hutang, maka kamu akan dibayar): terdapat dalam ayat berikut ini:
...... من يعمل سوئا يجز به ....[37]
Artinya:
Barang siapa yang melakukan  suatu  kejahatan  maka  dia akan mendapatkan balasannya.

Ayat menjelaskan perumpamaan pahala atau balasan bagi orang yang melakukan suatu perbuatan. Jika perbuatan itu baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan di sisi Allah, begitu juga sebaliknya, apabila perbuatan itu tidak baik, seperti merugikan orang lain,  mengerjakan  larangan-larangan  Allah, ia  akan mendapatkan siksaan Allah.
Menurut M. Quraish Shihab ayat ini menegaskan bahwa manusia tidak nemiliki wewenang dalam penetapan sanksi dan ganjaran. Angan-angan dan keinginan manusia tidak ada kaitannya sedikitpun dengan kedua hal tersebut, tetapi keduanya semata-mata adalah atas dasar ketentuan Allah.32 Sebab yang menentukan sesuatu itu baik atau buruk adalah Allah. Belum tentu sesuatu yang dianggap baik oleh manusia baik pula baginya, begitu juga sebaliknya sesuatu yang dianggap buruk belum tentu tidak bermanfaat bagi dirinya.

3.2.   al-Matsal al-Mursalah
هى جمل ارسلت إرسالا من غبر تصريح بلفظ التشبيه فهى آيات جارية مجرى الأمثال[38]
al-Matsal al-Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan Iafal tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal.

Berikut beberapa contoh ayat al-Qur’an yang dapat penulis kemukakan :
قل كل يعمل على شاكلته......... [39]
Artinya :
Katakanlah  :   "Katakanlah ! Tiap-tiap  orang berbuat menrutt keadaannya masing-masing.

Sekilas untuk mendapatkan uslub matsal dalam ayat di atas tidak terdapat indikator-indikatornya atau ciri-cirinya. Namun setelah diperhatikan secara jeli dan hati-hati temyata dapat kita temukan atau eksplorasi uslub matsalnya. Ayat dl atas menjelaskan tentang aktifitas kehidupan manusia yang beraneka ragam. Dengan adanya berbagai macam lapangan pckerjaan diharapkan manusia dapat mengekspresikan dirinya sesuai dengan bakat dan minat yang ia miliki. Dengan demikian akan muncul tanggungjawab dari masing-masing individu terhadap apa yang ia kerjakan.

Penjelasan ini mendukung pendapat Sayyid Quthub sebagaimana yang dikuti oleh M. Quraish Shihab ketika menafsirkan kata syakilah.   Sayyid   Quthub   memahaminya  dalam   arti  cara  dan kecenderungan.   Setiap   manusia   mempunyai   kecenderungan, potensi   dan   pembawaan   yang   berbeda-beda   yang   menjadi pendorong aktivitasnya.[40]
Contoh lainnya seperti yang tersebut dalam ayat berikut ini

 ö[41]وعسى ان تكرهوا شيئا فهو خير لكم وعسى ان تحبوا شيئا وهو شر لكم

Artinya :
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam mencintai dan membenci sesuatu itu tidak boleh berlebihan. Sebab kecintaan dan kebencian menurut pandangan manusia tidak pasti sama dengan pandangan Allah. Sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu akan mendatangkan kebaikan baginya. Begitu sebaliknya, sesuatu yang menurut kita tidak baik belum tentu mendatangkan kehancuran atau kegagalan kita.

Perumpamaan yang dapat kita petik dalam ayat di atas adalah keseimbangan sikap dalam hidup dengan tidak menghilangkan optimisme dalam menghadapi segala sesuatu.[42] Motifasi guna membangun optimisme yang benar menurut ajaran Islam adalah mencintai dan membenci sesuatu karena wujud kecintaan seorang hamba kepada Allah. Banyak hal yang sangat kita cintai seperti harta, keturunan, perhiasan, kedudukan, pangkat dan lain sebagainya. Tetapi sepanjang kita tidak mampu mengendalikan hawa nafsu, seluruh kesenangan dan kenikmatan yang kita miliki dapat membinasakan si-empunya.


3. Rukun dan Ciri-ciri Matsal aI-Qur’an

Para Pakar bahasa arab mengatakan bahwa amtsal atau matsal itu harus memenuhi beberapa kriteria yaitu kalimatnya ringkas, maksud perumpamaan, susunan kalimatnya bagus, menarik, dan kalimatnya berupa sindiran.[43]
Sepintas lalu susunan uslub tasybih memiliki persamaan dengan susunan uslub matsai Dengan demikian unsur tasybih dapat diderivasikan dengan unsur matsal walaupun tidak secara keseluruhan.
Sebagaimana halnya di dalam tasybih, di dalam matsal harus terdapat empat unsur sebagai berikut :

a.      adanya obyek yang akan diserupakan (mumatstsal);
b.      adanya obyek yang diserupai (mumatstsal bih);
c.       adanya segi kesamaan antara kedua obyek yang diperumpamakan(wajh at-tamtsil);
d.      adanya huruf atau kata yang menyatakan pcnyerupaan ('adat at-tamtsil), Seperti huruf ك , atau kata مثل.

Keempat unsur di atas hanya berlaku bagi matsal musharrahah atau matsal sharih atau zahir, sebab dalam jenis matsal sharih atau musharrahah terdapat keempat unsur itu secara ekslpisit, seperti dapat detemukan dalam surat al-Jumu'ah ayat ke-5. Dalam ayat itu Allah mempersamakan orang-orang membawa atau memegang Kitab Taurat tetapi tidak mengamalkan isinya dengan seekor keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut:


مثل الذين حملوا التوراة ثم لم يحملوها كمثل الحمار يحمل اسفارا بئس مثل القوم الذين كذبوا بايات الله والله لا يهدي القوم الظالمين[44]

Artinya:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memilkulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan A.llah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim.

Ayat ini memberi contoh kepada kita bahwa ada sekelompok umat manusia yang diutus kepada mereka Rasul serta dianugerahi kitab suci tetapi mereka tidak memanfaatkannya. Mereka adalah orang-orang Yahudi dengan kitab Tauratnya. Dalam ayat di atas Allah mengecam mereka sebagai peringatan bagi umat Islam agar tidak melakukan apa yang mereka lakukan.[45]

Dengan demikian unsur-unsur amtsal dalam ayat ini sangat jelas. Orang-orang Yahudi yang membawa atau memegang kitab Taurat tetapi tidak mengerti dan mengamalkan isinya berkedudukan sebagai mumatstsal. Sedang seekor keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal sebagai mumatstsal bih. Unsur 'adat at-tamtsil dalam ayat di atas sangat jelas yaitu kata ك dan مثل . Adapun wajh tamtstilnya atau letak keserupaan dan kesamaan adalah orang-orang Yahudi yang membawa kitab Taurat tetapi tidak dapat atau mau mengambil manfaat sama halnya dengan keledai yang hanya nampu membawa kitab-kitab yang tebal tetapi ia tidak mengerti apa yang dibawanya.


4. Tujuan dan Urgensi  Matsal al-Qur’an

Ada beberapa tujuan dan matsal al-Qur'an di antaranya :

1.      Menampakkan sesuatu yang hanya bisa dijangkau oleh akal pikiran (ma'qul) ke dalam bentuk konkrit (mahsus) yang dapat dirasakan oleh indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya, sebab makna-makna yang abstrak tidaklah tertanam dalam benak kecuali ia dituangkan dalam bentuk inderawi yang dekat dengan pemahaman.
2.      Mendorong orang untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika hal itu merupakan sesuatu yang positif.
3.      Menjauhkan orang dari berbuat sesuai dengan isi matsal, jika isi matsal'ttu. berupa sesuatu yang dipandang negatif.
4.      Untuk memuji orang yang diberi matsal
5.      Untuk menggambarkan (dengan matsal itu) sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak.


6.      Matsal lebih berpengaruhi kepada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.[46]

Imam   az-Zarkasyi   menjelaskan   ada   beberapa   tujuan   dan kegunaan matsal yaitu :
فى ضرب الأمثال من تقرير المقصود ما لا يخفى, إذ الغرض من المثل تشبيه الخفى بالجلى, والشاهد بالغائب. والمرغب فى الايمان اذا مثل له بالنور تأكد فى قلبه المقصود, والمزهد فى الكفر اذا مثل له بالظلمة تأكد قبيحه فى مفسه [47]

Artinya: Kegunaan Matsal adalah untuk menegaskan maksud yang masih samar. Oleh karena itu tujuan matsal adalah mengumpamakan sesuatu yang samar dmgan sesuatu yang terang atau jelas, yang abstrak, dengan yang konkret. Seseorang yang ingin beriman, bila iman itu diumpamakan dengan cahaya, niscaya hatinya akan semakin bulat bertekad, dan orang ingin menjauhi kekafiran, bila diumpamakan dengan kegelapan, niscaya akan terasa di hatinya betapa buruknya kekafiran itu.


Dalam hal ini Imam az-Zarkasyi ingin menjelaskan bahwa dengan metode matsal lebih mendekatkan pada percepatan pemahaman dan dorongan untuk berbuat seseorang terhadap sesuatu.
Sedang Abdul Qohir al-Jurjani seperti dikutip oleh Muhammad Rasyid Ridla[48] menjelaskan beberapa kegunaan matsal yaitu :
  1. فإن كان مدحا كان أبهى وأفخم وأجلب للفرح

“Apabila ia sebagai pujian, maka dapat membawa orang kepada perasaan yang paling agung dan paling tinggi, dan pujian itu paling kena untuk membawa orang kepada rasa gembira”

  1. وإن كان ذما كان مسه أوجع وميسمه ألذع

"Apabila ia sebagai cacian, maka sentuhannya amat menyakitkan, dan ketajaman sengatannya amat terasa pedasnya"

  1. وإن كان حجاجا كان برهانه أنور, وسلطانه أقهر

"Apabila ia sebagai argumen, maka ia berupa  pembuktian yang amat jelas, dan pengaruhnya tak dapat dibantah"

  1. وإن كان إفتخارا كان شأوه أبعد

"Apabila   ia   digunakan   untuk   bermegah-megahan,   maka   ruang lingkupnya menjadi amat luas dan jauh"

  1. وإن كان إعتذارا كان الى القبول أقرب

"Apabila digunakan untuk meminta maaf, maka pemaafan itu dapat diperoleh dengan mudah"

  1. وإن كان وعظا كان أشفى للصدر

"Apabila ia sebagai  nasehat, maka matsal paling baik untuk mengobati (membuat lega) hati yang sedang bimbang dan ragu"

Dari beberapa tujuan matsal al-Qur'an sebagaimana pendapat para ulama di atas secara tidak langsung menjelaskan pula betapa penting atau urgennya kajian matsal al-Qur'an. Yaitu dengan melalui pendekatan matsal, pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami, diresapi, lebih berpengaruh dalam hati atau membekas, sehingga metode ini dapat dikatakan lebih efektif.



PENGGUNAAN MATSAL BAGI ORANG ARAB

Dalam sejarah sastera Arab, jauh sebelum datangnya Islam, bangsa Arab senantiasa berlomba-lomba tentang kepiawaian mereka dalam sastera baik berupa natsar (prosa) maupun sya'ir (puisi). Dari peninggalan natsr al-jahily terdapat adanya bentuk sastera yang dinamakan hikam (kata mutiara) atau matsal (kata pepatah, perumpamaan, atau peribahasa). Bentuk sastera yang terdapat pada matsal dan hikmah ini bisa berupa syair atau prosa. Akan tetapi dalam bentuk prosa lebih banyak dibanding dengan bentuk puisi. .

Menurut Ibrahim Ali Abu al-Khasyab dalam kitabnya Turatsuna al-Adaby[49] mengatakan bahwa munculnya ungkapan matsal & kalangan masyarakat Arab setelah adanya terjadi sebab peristiwa, sehingga kata matsal tersebut menjadi terkenal di masyarakat, misalnya ungkapan matsal Arab berikut ini :
الصبف ضبعت اللبن

Sumber cerita matsal ini adalah   seperti terjadi pada seorang perempuan yang menikah dengan seorang tua bangka tetapi kaya raya.Kemudian perempuan ini meminta untuk diceraikan. Tidak lama kemudian perempuan tadi menikah lagi dengan pemuda yang masih muda belia tetapi miskin. Ketika datang musim dingin perempuan itu mendatangi si-tua bangka tadi guna meminta susu. Mendengar permintaan itu si-tua bangka berkata : "Pada musim panas engkau boroskan pemakaian air susu". Maksud musim panas adalah musim paceklik atau krisis, sedang air susu dimaksudkan dengan bahan makanan. Pesan yang dapat diambil dari matsal di atas adalah pada masa-masa krisis atau paceklik janganlah memboroskan bahan makanan, sebab jika bersikap boros maka akan menyesal kemudian. Penyesalan yang demikian tidaklah ada artinya atau gunanya. Dapat juga mengandung pesan ketika ada kesempatan disia-siakan, padahal kesempatan tidak pernah datang untuk kedua kali, yang ada adalah penyesalan.
Contoh matsal yang lain seperti ungkapan berikut :

رب رمية من غير رام

Arti dari matsal   ini adalah "betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja". Matsal ini muncul diawali oleh adanya peristiwa, bahwa ada seseorang pemanah yang setiap kali ia memanah tidak pernah mengenai sasaran. Tapi entah mengapa pada suatu waktu si-pemanah tersebut lembarannya mengenai sasaran. Kejadian inilah yang melatar belakangi ucapan matsal tersebut di atas. Matsal ini berlaku bagi orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat benar.

Dari beberapa contoh matsal yang berkembang pada masyarakat arab di atas, dapat kita pahami bahwa bagi orang Arab jahiliyyah terbentuknya matsal meluncur begitu saja tanpa peraturan tertentu. Para Ahli sastra membagi matsal arab menjadi dua macam: pertama, Matsal Haqiqi,, yaitu ungkapan matsal yang timbul dari suatu sebab kejadian yang dialami masyarakat. Kedua, Matsal Iftiradhi, yaitu ungkapan matsal yang timbul dari alam khayal mereka.[50]
   
  Begitulah sekilas gambaran matsal yang berkembang di kalangan masyarakat Arab masa lalu. Maka kemudian al-Qur’’an dating dengan kemukjizatan bahasa yang tidak ada tandingannya.


Kesimpulan

Amtsal atau matsal  merupakan salah satu medium yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang ghaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan yang kongkrit dan dengan menganalogikan sesuatu dengan yang serupa. Itulah sebabnya maka amtsal sangat efektif dalam mendorong jiwa untuk menerima apa yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas, Uslub matsal juga mampu memberikan bekas dan mengaktifkan kemauan berbuat, seolah-olah membisikkan dengan sangat mantap ke telinga si-penerima, sehingga kesan menembus hati, bahkan sampai menyentuh bagian jiwa yang paling dalam         

Susunan kalimat (Uslub matsal) harus ringkas dan menarik atau menimbulkan kekaguman dalam jiwa diharapkan membantu untuk memudahkan pemahaman seseorang dalam menggali keadaan atau sifat yang melekat pada sesuatu. Wallahu A’lam bi ash-shawab.






DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Warson, AI-Munawwir,  Kamus Arab-Indonesia,  Surabaya :  Pustaka Progresif, 1997.

Abu al-Wafa' Muhammad Darwis, Min Matsal al-Qur'an, Bilbis : Al-Maktabah al-Islamiah, 1988.

Abd. Ar-Rahman Hasan al-Maidani, Al-Matsal al-Qur'aniyah, Beirut : Dar al-Qalam, 1980, Cet. I.

Abd. Al- Wahhab Abd. Al-Latif,  Mausu'ah Al-Amtsal al-Qur’aniyah, Cairo : Maktabah al-Adab, 1994, J. I
Abd. Fattah Lasyin, Al-Bayan fi Dhau’i Asalib al-Qur'an, Mesir : Dar al-Ma'arif, 1985.

Ahmad Iskandari dan Musthafa 'Inani , Al-Wasith fi Adab al-Arab wa Tarikhihi, Cairo : Dar al-Ma'arif, 1978.

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafslr al-Maraghi, Beirut : Dar al-Fikr, 1365

Badruddin Muhammad az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur'an,Beirut : Dar al-Fikr, 1998.

Faruq Sherif, Al-Qur’an Menurut al-Quran, penterj. H.M. Assegaf dan Nur Hidayah, Jakarta : Serambi, 2001.

Ibrahim Ali Abu Khasyab, Turatsuna al-Adaby, Cairo :  Dar at-Tiba'ah al-Muhammadiyyah, t.th.

Jalaluddin Abd. Ar-Rahman as-Suyuthi, Al-ltqan fi Ulum al-Qur'an, Beirut :Dar Ibn al-Katsir, 1987, juz II.

Khadim al-Haramain asy-Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya,t.t.p., t.th.
Manna' Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Beirut: Mu'assasah ar-Risalah, 1985.

Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir ad-Manar, Beirut : Dar al-Fikr, tth.

Muhammad A Khalafullah, Al-Qur’an bukan Kitab Sejarah, penterj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin, Jakarta: Paramadina, 2002
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, Jakarta : Lentera Had, 2000, cet I.

Muhammad Ahmad Ma'bad, Nafahat min ‘Ulum al-Qur'an, T.t.p. : Dar as-Salam,1996

Nashiruddin Abi Sa'id Abdullah ibn Umar ibn Muhammad asy-Syairazi Al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi, t.t.p.: Dar al-Fikr, tth. Juz III.

Ibn al-Qasim Jar Allah Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, Tafsir AlKasysyaf, ttp.: Dar al-Fikr, 1977, cet. II J. I.

Sachiko Murata, The Tao of Islam, Penterj. Rahmani Astuti dan M.S. Nasrullah, Bandung : Mizan, 1996, cet. II.



* Penulis adalah dosen Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Bandarlampung. S1-nya diselesaikan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits. S2-nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

[1] Faruq Sherif, Al-Qur’an Menurut al-Quran, penterj. H.M. Assegaf dan Nur Hidayah, (Jakarta : Serambi, 2001), h. 59. Bandingkan dengan QS. Al-Baqarah : 2.
[2] Manna' Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Mu'assasah ar-Risalah, 1985), h. 305,
[3] Ibid., h- 291, lihat juga Jalaluddin Abd. Ar-Rahman as-Suyuthi, (Al-ltqan fi Ulum al-Qur'an, Beirut :Dar Ibn al-Katsir, 1987), juz II, h. 259.
[4] Manna' Khalil al-Qaththan, Ibid., h. 298.
[5] Amtsal dapat dibagi menjadi tiga macam. Pertama, Amtsal Musharrahah, yaitu amtsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan), Kedua, Amtsal Kaminah, yaitu amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafazh amtsal (permisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Dan yang Ketiga Amtsal Mursalah yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kalimat tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai amtsal. Manna’ Khalil al-Qaththan, Ibid., h. 284-286.
[6] Ibid., h. 281
[7] Ibid,, h. 281. Lihat juga Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir ad-Manar, (Beirut : Dar al-Fikr, tth.), j. I, h. 236.
[8] Muhammad Rasyid Ridla, Ibid., j. I, h. 236.
[9] Muhammad A Khalafullah, Al-Qur’an bukan Kitab Sejarah, penterj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin, (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 99.
[10] Ibid., h. 130.
[11] Ahmad Warson, AI-Munawwir,  Kamus Arab-Indonesia,  (Surabaya :  Pustaka Progresif, 1997), h. 1309-1310.
[12] Abu al-Wafa' Muhammad Darwis, Min Matsal al-Qur'an, (Bilbis : Al-Maktabah al-Islamiah, 1988), h. 5.
[13] Ahmad Iskandari dan Musthafa 'Inani , Al-Wasith fi Adab al-Arab wa Tarikhihi, (Cairo : Dar al-Ma'arif, 1978), h. 16.
[14] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafslr al-Maraghi, (Beirut : Dar al-Fikr, 1365), h. 57.
[15] Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Manar, {Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), j. I,, h. 167.
[16] Ibn al-Qasim Jar Allah Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, Tafsir AlKasysyaf, (ttp.: Dar al-Fikr, 1977), cet. II J. I, h. 195.
[17] Dalam Manna' Khalil al-Qaththan, Mababits Fi Ulum al-Qur’an.
[18] Jalaluddin Abd. Ar-Rahman as-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar Ibn al-Katsir, 1987), h. 773.
[19] Abd. Ar-Rahman Hasan al-Maidani, Al-Matsal al-Qur'aniyah, (Beirut : Dar al-Qalam, 1980), Cet. I, h. 7.
[20] Dalam Abd. Al- Wahhab Abd. Al-Latif,  Mausu'ah Al-Amtsal al-Qur’aniyah, (Cairo : Maktabah al-Adab, 1994), J. I, h. 178.
[21]Abd. Fattah Lasyin, Al-Bayan fi Dhau’i Asalib al-Qur'an, (Mesir : Dar al-Ma'arif, 1985), h. 34.
[22] QS. Yasin, 36:39.
[23]Khadim al-Haramain asy-Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (t.t.p., t.th.), h. 710. Seluruh terjemah ayat-ayat al-Qur'an yang dikutip bersumber dari kitab Al-Qur'an dan terjemah ini.
[24] Abd. Fattah Lasyin, Al-Bayan ......h. 34.
[25] QS.Al-Kahfi, 18:45.
[26] as-Suyuthi, Al-ltqan....,.., h. 1042-1043.
[27] Manna' KhaM al-Qaththan, Mabahits ....... h. 284.
[28] Ibid., h. 284.
[29] QS.AI-Baqarah,2:17-19.
[30] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta : Lentera Had, 2000), cet I., Vol. I., h. 110-111.
[31] Ibid, Vol. I., h. 112-113.
[32] Manna' Khadim al-Qaththan, Mabahits ,..., h. 285.
[33] QS.Al-Isra', 17:110.
[34] Nashiruddin Abi Sa'id Abdullah ibn Umar ibn Muhammad asy-Syairazi Al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi, (t.t.p.: Dar al-Fikr, tth.), Juz III, h. 214.
[35] QS. Al-Baqarah, 2: 260.
[36] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah...... Vol. I., h. 525-526.
[37] QS. An-nisa', 4:123.
[38] Manna' Khali1 al-Qaththan, Mabhiits..... h.
286.
[39] QS. Al-Isra', 17:84.
[40] Dalam M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..,....,Vol. VII., h. 536.
[41] QS. Al-Baqarah, 2:216.
[42] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah....... Vol. I., h.430.
[43] AI-Maidani dalam Abd. Al- Wahhab Abd- Al-Latif, Mausu'ah ...... I. 1, h.
[44] QS. Al-Jumu’ah, 62:5.
[45] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah........ Vol. 14, h. 224-225.
[46] Manna  Khali1 al-Qaththan, Mabahits...... h. 287-289, dan bandingkan dengan Muhammad Ahmad Ma'bad, Nafahat min ‘Ulum al-Qur'an, (T.t.p. : Dar as-Salam,1996), h. 112-113. Lihat Juga Sachiko Murata, The Tao of Islam, Penterj. Rahmani Astuti dan M.S. Nasrullah, (Bandung : Mizan, 1996), cet. II, h. 178. Muhammad Rasyid Ridla juga menjelaskan bahwa di samping dapat mengetuk hati untuk berbuat, matsal juga mampu menyentuh bagian jiwa yang paling dalam. Lihat Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Manar, (Beirut ; Dar al-Fikr, t.th.), j. I, h. 236.
[47] Badruddin Muhammad az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur'an, (Beirut : Dar al-Fikr, 1998), h. 573.
[48]Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Manar, j. I, h. 237-238.
[49] Ibrahim Ali Abu Khasyab, Turatsuna al-Adaby, (Cairo : Dar at-Tiba'ah al-Muhammadiyyah, t.th,}, h. 85.
[50] Ibid., h. 85.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar