Rabu, 25 September 2013

Jihad Dalam Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an (Kajian Surah Al Nisa’ Ayat 95)

Jihad Dalam Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an
(Kajian Surah Al Nisa’ Ayat 95)





Oleh :
Ahmad Bastari[1]


Abstrak
Doktrin tentang jihad sangat menarik untuk dikaji mengingat tema ini saat ini sedang ramai diperbincangkan. Dan di antara banyak tokoh pemikir Islam yang menarik untuk didiskusikan  adalah Sayyid Quthb. Ada beberapa alasan pemilihan tokoh ini, diantaranya; Pertama, karena tokoh ini adalah tokoh pergerakan Ikhwan al-Muslimin di Mesir; Kedua karena ia mempunyai banyak karya, dan salah satu karya yang menjadi rujukan utama dalam kajian ini adalah Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an.

Kata Kunci: Jihad, Tafsir, Fi Dhilal Al-Qur'an, Sayyid Quthb



Pendahuluan
Makalah yang sederhana ini berjudul : “Jihad Dalam Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an (Surah An Nisa Ayat 95) .
Kita banyak mengenal buku-buku tafsir baik yang bi al ma’tsur maupun yang bi al ro’yi dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, namun dalam makalah ini tidak akan dibicarakan tentang kelebihan atau keunggulan serta kekurangan yang ada pada tafsir fi dhilal al-Qur'an, walaupun pada buku al tafsir wa al mufassirun karangan al Dzahabi, hanya terdapat beberapa tafsir bi al ro’yi al mamduh dan tidak terdapat saah satu tafsir fi dhilal al-Qur'an yang diketahui merupakan tafsir bernuansa ro’yu. Namun pada buku al mufassirun hayatuhum wa manhajuhum karangan sayyid Muhammad ali iyazi, salah satu dari tafsir Aqli ijtihadi di dalamnya adalah fi dhilal al-Qur'an.
Berikut ini dikutipkan beberapa ungkapan perasaan Sayyid Quthb sebagai pengarang tafsir fi dhilal al-Qur'an, sehingga Nampak arti dari penamaan tafsir tersebut dengan fi dhilal al-Qur'an.
Kehidupan di bawah naungan al-Qur'an merupakan nikmat yang tidka diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya, nikmat yang meninggikan umur dan memberkahinya serta mensucikannya.[2]
“aku telah hidup dengan senantiasa mendengar Allah swt., berkomunikasi denganku melalui al-Qur'an ini”[3]
Pendeknya hidup di bawah naungan al-Qur'an merupakan nikmat segalanya. Tidak ada kedamaian di bumi ini, dan tidak ada ketentraman bagi bangsa ini, serta ketenangan bagi mansuia, tidakada ketinggian dan keberkatan serta kesucian kecuali dengan kembali ke jalan Allah swt., sedang kembali ke jalan Allah swt. Seperti yang telah jelas pada dhilal al-Qur'an.[4]
Makalah singkat ini akan coba memaparkan hal-hal sebagai berikut : Biografi singkat Sayyid Quthb, Tafsir fi dhilal al-Qur'an, jihad pada surah an nisa’ ayat 95.

Biografi Singkat Sayyid Quthb
Sayyid Quthb, nama aslinya adalah Sayyid Quthb bin Ibrahim bin Husen as Shadily adalah salah seorang tokoh Modernis yang lahir pada tanggal 9 oktober tahun 1908 dan meninggal dunia pada tahun 1966, beliau dikenal sebagai seorang sastrawan, tokoh pergerakan ikhwanul muslimin, pemikir Islam, dan aktivis berbagai kegiatan dan pergerakan Islam. Ayahnya adlaah aktivis Hizbul wathan.[5]
Dilahirkan sebagai anak tertua dari 5 bersaudara di Desa Musha kota Asyust, Mesir. Menghafal al-Qur'an pada usia 10 tahun, dia meneruskan pelajaran dari Kuttab kemudian meneruskan ke sekolah pemerintah. Di Hulwan dia bertempat tinggal di rumah pamannya yang berprofesi sebagai wartawan (tahun 1921 – 1925). Kemudia dia mengikuti pendidikan keguruan (1925-1928) kemudian meneruskan di Dar al Ulum university dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 1933.[6]
Quthb mengawali karirnya dengan menjadi pegawai kementerian pendidikan mesir. Dia memulai menulis cerita, literature, kritik dan pusi sejak tahun 1930, pemikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh semacam Taha Husein, Abbas Aqqad, Ahmad Az Zayyad. Pada tahun 1948 dia meraih gelar Master dari University of Nother Colorado Teacher College, juga dari Stanford University.[7]
Pemikiran sang Syahid, Sayyid Quthb, mengikuti perkembangan kehidupan dan peristiwa-peristiwa penting, yaitu :
a.      Perkembangan penguasaan sastra sampai akhir tahun 40an yang diperolehnya dari “Madrasah al Aqqad”. Di sini, dia belajar al-Qur'an al Karim dari perspektif sastra. Dalam waktu relative pendek, dia berhasil menulis dua buah artikel yang dimuat dalam majalah al Muqtathif dengan judul : 1) al Tashwir al Fanni fi al-Qur'an al karim (perspektif sastra dalam al-Qur'an al karim) edisi februari dan maret 1939 M; dan 2) al tashwir al fanni fi al-Qur'an al karim, ditulis ada 1945 yang menyerupai metode penafsiran global al-Qur'an al karim dari perspektif sastra. Dan pada tahun 1947, dia menyusun karya keduanya berjudul Masyahid al Qiyamah fi al-Qur'an (tanda-tanda kiamat dalam al-Qur'an) yang berisi tentang nikmat dan siksaan dari perspektif sastra. Beberapa karya lain yang bernuansa sastra adalah : al Qishshah bain al taurah wal al-Qur'an, al namadzij al insaniyyah fi al-Qur'an, al manthiq al wijdani fi al-Qur'an, dan asalib al ‘aradh al fanni fi al-Qur'an. Perhatianya terhadap sastra beralih kepada persoalan pemikiran.
b.      Ketertarikan Quthb kepada bidang pemikiran, baru muncul pada akhir ‘40an dan awal ‘50an, terutama ketika bersentuhan dengan dakwah al ikhwan al muslimun yang memiliki concern di bidang pemikiran dan trasformasi social kemasyarakatan sebagai bagian dari dasar ajaran Islam. Quthb lalu mendirikan majalah al fikr al jaded dengan sokongan dana dari salah satu anggota al ikhwan al muslimun bernama haji Muhammad Hilmi al Minyawi, pemilik perusahaan penerbitan dar al kitab al arabi. Kehadiran majalah ini membuat berang kaum feodalis, kapitalis, dan kaum eksekutif, sehingga pemerintah mesir melarang penerbitan majalah ini setelah terbit 12 edisi.[8]
Kehadiran karyanya berjudul al ‘adalah al ijtima’iyyah fi al Islam, dianggap sebagai ancaman utama bagi partai komunis mesir ketika dia mengajak diskusi dengan kalangan pemikir dan budayawan serta khalayak untuk kembali kepada perdamaian. Aplikasi pemikiran ini sejalan dengan realitas hidup karena berdasarkan ajaran Islam.
Pemerintah Mesir dan raja Faruk I membantu penyebaran gerakan Islam yang dipelopori al ikhwan al muslimun setelah sebelumnya para pengikutnya menghadapi cobaan berat kedua ketika bergabung sebagai bala tentara menghadapi pasukan Yahudi di Palestina. Upaya ini dipandang sebagai puncak kekhawatiran yang mengancam rezim pemerintahan berkuasa di mana al ikhwan al muslimun sebagai bagian dari sebuah bangsa. Kekhawatiran ini juga diperkuat dengan peristiwa pengepungan tentara mesir atas mereka ketika terlibat perjanjian gencatan senjata di antara keuda belahpihak di daerah Faluja. Peristiwa inilah yang memicu lahirnya revolusi (Mesir) pada juli 1925.[9]
Beliau bermadzhab sunni asy’ary.[10] Walaupun beliau pada tafsirnya menjauhi perdebatan bernuansa fiqh, israiliyat, bahasa, kalam dan filsafat.[11] Di antara karangan-karangan Sayyid Quthb yang terkenal antara lain :
1.      التصوير الفنى فى القران
2.      مشاهد القيامة فى القران
3.      العدالة الاجتماعية فى الاسلام
4.      هذا الدين
5.      المستقبل لهذا الدين
6.      خصائض التصوير الاسلامى
7.      معالم فى الطريق
8.      فى ظلال القران[12]

Tafsir fi Dhilal al-Qur'an
Karya tafsir monumentalnya sendiri, Fi Zhilal al-Qur'an, pada mulanya merupakan kumpulan artikel yang dimuat dalam majalah al muslimun yang terbit bulanan di bawah kepemimpinan Sa’id Ramadhan sampai penghujung 1951. Setelah terbit 7 edisi sampai pada Oktober 1951, artikel-artikel itu menjadi juz tersendiri dalam kitab al zhilal. Pada juz-juz berikutnya juga berisi renungan dan pemikiran Quthb yang tidak terkait dengan hukum-hukum fiqh.
Dalam halaman pendahuluan cetakan pertama kitab al zhilal, Quthb berkata : “Sebagian pembaca memandang al zhilal sebagai salah satu cirri tafsir al-Qur'an, sebagian lagi berpendapat berisi dasar-dasar umum dalam al-Qur'an, dan sebagian lainnya berpendapat berisi transformasi penafsiran dari teks-teks ilahi ke dalam kehidupan masyarakat. Saya sendiri bersandar pada beberapa kelompok ini, kecuali mencatat refleksi-refleksi di mana saya hidup di bawah naungan (petunjuk al-Qur'an al karim).[13]
Pendekatan pemikiran melalui dzikr adalah cirri khas Quthb dan para anggota al Ikhwan al Muslimun, sebagaimana tergambar dalam konferensi pada akhir 1954 yang saah satu isu terpenting adalah tentang upaya pembunuhan terhadap Jamal abdul Nasir. Quthb merangkul ribuan anggota al ikhwan al muslimun, karena sebelumnya dia termasuk salah satu anggota penasehat sekaligus sahabat Nasir.[14] Artikel lain Quthb berjudul Fi’ran al Safinah yang berisi tentang keikhlasannya kepada al ikhwan dan memperingati mereka agar berhati-hati dari kaum munafik. Apa yang diperbuatnya sebagi sebuah kebaikan. Quthb dipenjara selama 15 tahun dan mengalami berbagai siksaan berat. Dalam penjara dia mengalami siksaan fisik yang mengingatkan konsepsi adanya perlakuan seperti di beberapa Negara Islam.
Dalam membangun pemikiran dan renungan, Quthb mengembalikannya kepada al-Qur'an al karim seraya membandingkan adanya perbedaan antara Islam yang dibawa para nabi dan Rasul Allah swt. Dan kaum jahiliyyah. Metodologi yang dipakai Quthb dalam al Zhilal dan al Ma’alim berangkat dari pertentangan antara kedua kubu ini (para nabi dan Rasul Allah swt. Dengan kaum jahiliyah) dalam lintasan sejarah. Karya Quthb lainnya yang terkait dengan realitas teladan pada sahabat nabi adalah jail qur’ani farid. Dalam karya terakhir ini, dia membincang tentang jama’ah muslim dan perbedaannya dengan komunitas jahiliyyah, juga tentang umat muslim dan sikapnya terhadap masyarakat jahiliyyah.
Quthb menegaskan bahwa para musuh Islam bisa menyerang melalui perang peradaban dan gerakan pemikiran, bukan dari segi perpecahan dan pertikaian (fisik). Karenanya, umat muslim harus meneladani sikap para sahabat nabi dan pembelaan mereka dalam menegakkan al-Qur'an al karim di makah dan madinah untuk menegakkan symbol kejayaan umat muslim. Istilah ini (generasi qur’ani – pen) tidak bermaksud memberi putusan kufur dan iman kepada umat muslim yang tidak mau berjihad atau bersikap munafik. Yang dimaksud dengan generasi qur’ani tidak lain adalah komunitas masyarakat muslim atau umat muslim dibawah pemerintahan seorang muslim yang konsisten dengan keislamannya.
Dalam al Zhilal, Quthb menyeru umat muslim untuk berperangai mulia seperti ditunjukkan al-Qur'an dan menjadi masyarakat yang beramal realistis sesuai nilai-nilai dasar al-Qur'an dan selaras dengan realitas kehidupan manusia. Dalam pengantar al Zhilal cetakan revisi, quthb mengatakan pentingnya menjalani kehidupan di bawah naungan al-Qur'an, seperti disebutkannya : “Tidak ada kedamaian di muka bumi, tidak ada kenikmatan dan ketentraman bagi manusia, tidak ada kemuliaan dan kesucian, dan tidak ada yang sesuai dengan hukum alam dan fitrah kehidupan, kecuali kembali kepada Allah swt.[15]
Pengembalian diri kepada alah tidak akan dapat direalisasikan kecuali dengan mengikuti ajaran Allah swt. Dan kitabNya dalam keseluruhan hidup manusia; termasuk peraturan kekuasaan Negara. Quthb juga menegaskan bahwa penyebab bencana adalah karena melupakan Islam dalam kepemimpinan kemanusiaan. Karenanya, Quthb menyerukan umat muslim untuk kembali kepada Tuhannya dan ajaran-ajaran agamaNya sehingga memperoleh kemuliaan.[16]
Tujuan Sayyid Quthb dengan kitab tafsirnya antara lain :
1.      Menghilangkan kesejnjangan dalam umat Islam sekarang dengan al-Qur'an, dan al dhilal (الظلال)   merupakan sarana penghubung untuk mendekatkan mereka padaNya.
2.      Agar muslim hari ini, mengetahui pentingnya pengamalan nilai-nilai al-Qur'an dan menjelaskan bahwa nilai-nilai jihad haruslah tertanam pada setiap insan muslim
3.      Menghiasi insan muslim hari ini dengan perbuatan-perbuatan yang telah diundang-undangkan oleh al-Qur'an.
4.      Mendidik muslim dengan pendidikan al-Qur'an secara komprehensif
5.      Menerangkan jalan yang harus dilalui umat Islam dalam menuju Tuhannya.
6.      Menerangkan kesatuan visi dan misi yakni menurut al-Qur'an.[17]

Langkah-langkah yang dipakai dalam tafsir fi dhilal al-Qur'an, yakni :
1.      Menyebutkan bagian dari ayat, kemudian menerangkan pengertian umum dengan menerangkan sejarah nuzulnya, serta tujuan dari surat tersebut tak lupa diterangkan keutamaan ayat tersebut, serta menerangkan hubungan dengan ayat sebelumnya, dan menerangkan keistimewaan-keistimewaan lainnya dari surah dan ayat tersebut, kemudian dia kembali menafsirkan sejumlah ayat dengan keterangan-keterangan tak lupa menyinggung aspek-aspek kehidupan dan pendidikan, kadang dengan mengemukakan dalil-dalil hadits.
2.      Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa corak tafsir Sayyid Quthb adalah bernuansa pemikiran, memakai metode tahlili, namun beliau selalu menghindarkan pembaca untuk tidak terjebak oleh pembahasan bahasa, kalam dan fiqih.
3.      Pada awal setiap surah, diterangkan masalah-masalah sekitar surah tersebut dengan kajian tematis, puisi dan sastra, serta kaijan sejarah yang mendatangkan pemahaman global.
4.      Senantiasa membandingkan antara makiyah dan madaniyah dari ayat-ayat yang dikaji.
5.      Membagi surah-surah terseubt kepada beberapa pelajaran secara tematik
6.      Menghindari masalah-masalah israiliyat, perselisihan masalah fiqih, perdebatan bahasa, kalam dan filsafat
7.      Menjauhi tafsir ilmi, misalnya kedokteran, kimia, dan falak yang hanya cenderung menampakkan kesombongan.[18]

Jihad Pada Surat An Nisa’ Ayat 95
Inti pembahasan dari ayat tersebut adalah mengenai hijrah ke dar al Islam (دار الاسلام)  sebagai judul utama dari judul yang sedang dipelajari dan kedua judul sebelum ayat ini yang merupakan kesatuan judul, serta mempersatukan kaum muslimin yang masih tertinggal di dar al kufr dan peperangan menuju barisan Islam yang mujahid di jalan Allah swt. Dengan mengorbankan jiwa dan harta yang sangat dicintai.
Hal-hal tersebut di atas merupakan tujuan dari firman Allah swt. Dalam awal pelajaran ini, yaitu :

žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 Ÿ@žÒsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uyŠ 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿ@žÒsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÒÎÈ

Artinya : “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,” (Qs. An Nisa : 95)

Kemudian ayat berikutnya merupakan ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal mereka secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam ketakutan yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.
Dan pelajaran pada ayat ini diakhiri dengan motivasi Allah swt. Bagi kaum muslimin untuk jihad di jalan Allah swt., dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan, di mana orang-orang musyrik tidak rela membiarkan mereka hijrah dengan membawa harta benda mereka dan lebih jauh kaum musyrik tidak bisa membiarkan mereka hijrah.
Tapi landasan iman para muslim yang hijrah begitu kental sehingga apa yang diajarkan Allah swt., melalui hadits rasulNya yaitu: bahwa di surga nanti ada seratus tingkat yang telah disiapkan Allah swt. Bagi mujahid di jalan Allah swt. Dan jarak setiap tingkatan sama dengan jarak langit dan bumi.

Kesimpulan
Jihad merupakan ajaran Allah swt. yang harus dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt.  Tentunya, jihad dalam konsep surah al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari naungan dhilal al-Qur'an.


Daftar Pustaka


John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World Volume 3, New York: Oxford University press, 1995
Manna Khalil al Qathan, Mabahis Fi Ulum Al-Qur'an, Riyadh: Mansyurat al Ashri al Hadits, tth
Muhammad Ali Iyazi, Al Mufassirun Hayatuhum Wa Manhajuhum, Teheran: Mu’assasah al thiba’ah wa al Nasyr Wuzarat al Tsaqabah al Irsyad al Islamiy, 1373 H
Sayyid Quthb, Fi Dhilal Al-Qur'an Jilid I, Cairo: Dar Al Syuruq, 1992
Shalah al Khalidi, al Manhaj al Haraki fi Dhilal al-Qur'an, Jeddah: Dar al Manarah, 1986




















[1] Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung
[2] Sayyid Quthb, Fi Dhilal Al-Qur'an Jilid I, Cairo: Dar Al Syuruq, 1992, h. 11
[3] Ibid.
[4] Manna Khalil al Qathan, Mabahis Fi Ulum Al-Qur'an, Riyadh: Mansyurat al Ashri al Hadits, tth, h. 373
[5] Ibid.
[6] John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World Volume 3, New York: Oxford University press, 1995, h. 400
[7] Ibid, h. 401
[8] Ibid, h. 401-402
[9] Shalah al Khalidi, al Manhaj al Haraki fi Dhilal al-Qur'an, Jeddah: Dar al Manarah, 1986, h. 27
[10] Muhammad Ali Iyazi, Al Mufassirun Hayatuhum Wa Manhajuhum, Teheran: Mu’assasah al thiba’ah wa al Nasyr Wuzarat al Tsaqabah al Irsyad al Islamiy, 1373 H, h. 512
[11] Ibid, h. 516
[12] Ibid, h. 513
[13] Sayyid Quthb, Fi Dhilal Al-Qur'an………, h. 6
[14] Konferensi yang dimuat dalam harian al anba’ al Kuwaitiyyah pada 16 april 1989 itu juga berisi pernyataan Hasan al Tuhami sebagai salah satu tokoh revolusi dan menjadi wakil perdana menteri Mesir yang mengatakan bahwa telah dating kepada jamal seorang ahli pertahanan Amerika untuk memberi masukan kepada Jamal agar mengumumkan gencatan senjata dengan anggota al ikhwan dengan syarat adanya jaminan keamanan bagi kepala Negara. Untuk tujuan ini, mereka menyerahkan peralatan dan mengejek orang  yang mengorbankan perang, lalu sampailah baju besi anti senjata itu.
[15] Sayyid Quthb, Fi Dhilal Al-Qur'an…… h. 15
[16] Ibid, h. 15-16
[17] Muhammad ali Iyazi, Al Mufassirun Hayatuhum……., h. 514-515
[18] Ibid, h. 515-516

Tidak ada komentar:

Posting Komentar