Jihad Dalam Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an
(Kajian Surah Al Nisa’ Ayat 95)
Oleh :
Ahmad Bastari[1]
Abstrak
Doktrin tentang jihad sangat
menarik untuk dikaji mengingat tema ini saat ini sedang ramai diperbincangkan.
Dan di antara banyak tokoh pemikir Islam yang menarik untuk didiskusikan adalah Sayyid Quthb. Ada beberapa alasan
pemilihan tokoh ini, diantaranya; Pertama, karena tokoh ini adalah tokoh
pergerakan Ikhwan al-Muslimin di Mesir; Kedua karena ia mempunyai banyak karya,
dan salah satu karya yang menjadi rujukan utama dalam kajian ini adalah Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an.
Kata
Kunci: Jihad, Tafsir, Fi Dhilal
Al-Qur'an, Sayyid Quthb
Pendahuluan
Makalah yang sederhana ini
berjudul : “Jihad Dalam Tafsir Fi Dhilal Al-Qur'an (Surah An Nisa Ayat 95) .
Kita banyak mengenal
buku-buku tafsir baik yang bi al ma’tsur maupun yang bi al ro’yi dengan segenap
kelebihan dan kekurangannya, namun dalam makalah ini tidak akan dibicarakan
tentang kelebihan atau keunggulan serta kekurangan yang ada pada tafsir fi dhilal
al-Qur'an, walaupun pada buku al tafsir wa al mufassirun karangan al Dzahabi,
hanya terdapat beberapa tafsir bi al ro’yi al mamduh dan tidak terdapat saah
satu tafsir fi dhilal al-Qur'an yang diketahui merupakan tafsir bernuansa
ro’yu. Namun pada buku al mufassirun hayatuhum wa manhajuhum karangan sayyid
Muhammad ali iyazi, salah satu dari tafsir Aqli ijtihadi di dalamnya adalah fi
dhilal al-Qur'an.
Berikut ini dikutipkan
beberapa ungkapan perasaan Sayyid Quthb sebagai pengarang tafsir fi dhilal
al-Qur'an, sehingga Nampak arti dari penamaan tafsir tersebut dengan fi dhilal
al-Qur'an.
Kehidupan di bawah naungan
al-Qur'an merupakan nikmat yang tidka diketahui kecuali oleh orang yang
merasakannya, nikmat yang meninggikan umur dan memberkahinya serta mensucikannya.[2]
“aku telah hidup dengan
senantiasa mendengar Allah swt., berkomunikasi denganku melalui al-Qur'an ini”[3]
Pendeknya hidup di bawah
naungan al-Qur'an merupakan nikmat segalanya. Tidak ada kedamaian di bumi ini,
dan tidak ada ketentraman bagi bangsa ini, serta ketenangan bagi mansuia,
tidakada ketinggian dan keberkatan serta kesucian kecuali dengan kembali ke
jalan Allah swt., sedang kembali ke jalan Allah swt. Seperti yang telah jelas
pada dhilal al-Qur'an.[4]
Makalah singkat ini akan coba
memaparkan hal-hal sebagai berikut : Biografi singkat Sayyid Quthb, Tafsir fi
dhilal al-Qur'an, jihad pada surah an nisa’ ayat 95.
Biografi Singkat Sayyid Quthb
Sayyid Quthb, nama aslinya
adalah Sayyid Quthb bin Ibrahim bin Husen as Shadily adalah salah seorang tokoh
Modernis yang lahir pada tanggal 9 oktober tahun 1908 dan meninggal dunia pada
tahun 1966, beliau dikenal sebagai seorang sastrawan, tokoh pergerakan ikhwanul
muslimin, pemikir Islam, dan aktivis berbagai kegiatan dan pergerakan Islam.
Ayahnya adlaah aktivis Hizbul wathan.[5]
Dilahirkan sebagai anak
tertua dari 5 bersaudara di Desa Musha kota Asyust, Mesir. Menghafal al-Qur'an
pada usia 10 tahun, dia meneruskan pelajaran dari Kuttab kemudian meneruskan ke
sekolah pemerintah. Di Hulwan dia bertempat tinggal di rumah pamannya yang
berprofesi sebagai wartawan (tahun 1921 – 1925). Kemudia dia mengikuti
pendidikan keguruan (1925-1928) kemudian meneruskan di Dar al Ulum university
dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 1933.[6]
Quthb mengawali karirnya
dengan menjadi pegawai kementerian pendidikan mesir. Dia memulai menulis
cerita, literature, kritik dan pusi sejak tahun 1930, pemikirannya banyak
dipengaruhi oleh tokoh-tokoh semacam Taha Husein, Abbas Aqqad, Ahmad Az Zayyad.
Pada tahun 1948 dia meraih gelar Master dari University of Nother Colorado
Teacher College, juga dari Stanford University.[7]
Pemikiran sang Syahid, Sayyid
Quthb, mengikuti perkembangan kehidupan dan peristiwa-peristiwa penting, yaitu
:
a. Perkembangan
penguasaan sastra sampai akhir tahun 40an yang diperolehnya dari “Madrasah al
Aqqad”. Di sini, dia belajar al-Qur'an al Karim dari perspektif sastra. Dalam
waktu relative pendek, dia berhasil menulis dua buah artikel yang dimuat dalam
majalah al Muqtathif dengan judul : 1) al Tashwir al Fanni fi al-Qur'an al
karim (perspektif sastra dalam al-Qur'an al karim) edisi februari dan maret
1939 M; dan 2) al tashwir al fanni fi al-Qur'an al karim, ditulis ada 1945 yang
menyerupai metode penafsiran global al-Qur'an al karim dari perspektif sastra.
Dan pada tahun 1947, dia menyusun karya keduanya berjudul Masyahid al Qiyamah
fi al-Qur'an (tanda-tanda kiamat dalam al-Qur'an) yang berisi tentang nikmat
dan siksaan dari perspektif sastra. Beberapa karya lain yang bernuansa sastra
adalah : al Qishshah bain al taurah wal al-Qur'an, al namadzij al insaniyyah fi
al-Qur'an, al manthiq al wijdani fi al-Qur'an, dan asalib al ‘aradh al fanni fi
al-Qur'an. Perhatianya terhadap sastra beralih kepada persoalan pemikiran.
b. Ketertarikan
Quthb kepada bidang pemikiran, baru muncul pada akhir ‘40an dan awal ‘50an,
terutama ketika bersentuhan dengan dakwah al ikhwan al muslimun yang memiliki
concern di bidang pemikiran dan trasformasi social kemasyarakatan sebagai
bagian dari dasar ajaran Islam. Quthb lalu mendirikan majalah al fikr al jaded
dengan sokongan dana dari salah satu anggota al ikhwan al muslimun bernama haji
Muhammad Hilmi al Minyawi, pemilik perusahaan penerbitan dar al kitab al arabi.
Kehadiran majalah ini membuat berang kaum feodalis, kapitalis, dan kaum
eksekutif, sehingga pemerintah mesir melarang penerbitan majalah ini setelah
terbit 12 edisi.[8]
Kehadiran karyanya berjudul
al ‘adalah al ijtima’iyyah fi al Islam, dianggap sebagai ancaman utama bagi
partai komunis mesir ketika dia mengajak diskusi dengan kalangan pemikir dan
budayawan serta khalayak untuk kembali kepada perdamaian. Aplikasi pemikiran
ini sejalan dengan realitas hidup karena berdasarkan ajaran Islam.
Pemerintah Mesir dan raja
Faruk I membantu penyebaran gerakan Islam yang dipelopori al ikhwan al muslimun
setelah sebelumnya para pengikutnya menghadapi cobaan berat kedua ketika
bergabung sebagai bala tentara menghadapi pasukan Yahudi di Palestina. Upaya
ini dipandang sebagai puncak kekhawatiran yang mengancam rezim pemerintahan
berkuasa di mana al ikhwan al muslimun sebagai bagian dari sebuah bangsa.
Kekhawatiran ini juga diperkuat dengan peristiwa pengepungan tentara mesir atas
mereka ketika terlibat perjanjian gencatan senjata di antara keuda belahpihak
di daerah Faluja. Peristiwa inilah yang memicu lahirnya revolusi (Mesir) pada
juli 1925.[9]
Beliau bermadzhab sunni
asy’ary.[10]
Walaupun beliau pada tafsirnya menjauhi perdebatan bernuansa fiqh, israiliyat,
bahasa, kalam dan filsafat.[11]
Di antara karangan-karangan Sayyid Quthb yang terkenal antara lain :
1. التصوير الفنى فى القران
2. مشاهد القيامة فى القران
3. العدالة الاجتماعية فى الاسلام
4. هذا الدين
5. المستقبل لهذا الدين
6. خصائض التصوير الاسلامى
7. معالم فى الطريق
8. فى ظلال القران[12]
Tafsir fi Dhilal al-Qur'an
Karya tafsir monumentalnya
sendiri, Fi Zhilal al-Qur'an, pada mulanya merupakan kumpulan artikel yang
dimuat dalam majalah al muslimun yang terbit bulanan di bawah kepemimpinan
Sa’id Ramadhan sampai penghujung 1951. Setelah terbit 7 edisi sampai pada Oktober
1951, artikel-artikel itu menjadi juz tersendiri dalam kitab al zhilal. Pada
juz-juz berikutnya juga berisi renungan dan pemikiran Quthb yang tidak terkait
dengan hukum-hukum fiqh.
Dalam halaman pendahuluan
cetakan pertama kitab al zhilal, Quthb berkata : “Sebagian pembaca memandang al
zhilal sebagai salah satu cirri tafsir al-Qur'an, sebagian lagi berpendapat
berisi dasar-dasar umum dalam al-Qur'an, dan sebagian lainnya berpendapat
berisi transformasi penafsiran dari teks-teks ilahi ke dalam kehidupan masyarakat.
Saya sendiri bersandar pada beberapa kelompok ini, kecuali mencatat
refleksi-refleksi di mana saya hidup di bawah naungan (petunjuk al-Qur'an al
karim).[13]
Pendekatan pemikiran melalui
dzikr adalah cirri khas Quthb dan para anggota al Ikhwan al Muslimun,
sebagaimana tergambar dalam konferensi pada akhir 1954 yang saah satu isu
terpenting adalah tentang upaya pembunuhan terhadap Jamal abdul Nasir. Quthb
merangkul ribuan anggota al ikhwan al muslimun, karena sebelumnya dia termasuk
salah satu anggota penasehat sekaligus sahabat Nasir.[14]
Artikel lain Quthb berjudul Fi’ran al Safinah yang berisi tentang keikhlasannya
kepada al ikhwan dan memperingati mereka agar berhati-hati dari kaum munafik.
Apa yang diperbuatnya sebagi sebuah kebaikan. Quthb dipenjara selama 15 tahun
dan mengalami berbagai siksaan berat. Dalam penjara dia mengalami siksaan fisik
yang mengingatkan konsepsi adanya perlakuan seperti di beberapa Negara Islam.
Dalam membangun pemikiran dan
renungan, Quthb mengembalikannya kepada al-Qur'an al karim seraya membandingkan
adanya perbedaan antara Islam yang dibawa para nabi dan Rasul Allah swt. Dan
kaum jahiliyyah. Metodologi yang dipakai Quthb dalam al Zhilal dan al Ma’alim
berangkat dari pertentangan antara kedua kubu ini (para nabi dan Rasul Allah
swt. Dengan kaum jahiliyah) dalam lintasan sejarah. Karya Quthb lainnya yang
terkait dengan realitas teladan pada sahabat nabi adalah jail qur’ani farid.
Dalam karya terakhir ini, dia membincang tentang jama’ah muslim dan
perbedaannya dengan komunitas jahiliyyah, juga tentang umat muslim dan sikapnya
terhadap masyarakat jahiliyyah.
Quthb menegaskan bahwa para
musuh Islam bisa menyerang melalui perang peradaban dan gerakan pemikiran,
bukan dari segi perpecahan dan pertikaian (fisik). Karenanya, umat muslim harus
meneladani sikap para sahabat nabi dan pembelaan mereka dalam menegakkan
al-Qur'an al karim di makah dan madinah untuk menegakkan symbol kejayaan umat
muslim. Istilah ini (generasi qur’ani – pen) tidak bermaksud memberi putusan
kufur dan iman kepada umat muslim yang tidak mau berjihad atau bersikap
munafik. Yang dimaksud dengan generasi qur’ani tidak lain adalah komunitas
masyarakat muslim atau umat muslim dibawah pemerintahan seorang muslim yang
konsisten dengan keislamannya.
Dalam al Zhilal, Quthb
menyeru umat muslim untuk berperangai mulia seperti ditunjukkan al-Qur'an dan
menjadi masyarakat yang beramal realistis sesuai nilai-nilai dasar al-Qur'an
dan selaras dengan realitas kehidupan manusia. Dalam pengantar al Zhilal
cetakan revisi, quthb mengatakan pentingnya menjalani kehidupan di bawah
naungan al-Qur'an, seperti disebutkannya : “Tidak ada kedamaian di muka bumi,
tidak ada kenikmatan dan ketentraman bagi manusia, tidak ada kemuliaan dan
kesucian, dan tidak ada yang sesuai dengan hukum alam dan fitrah kehidupan,
kecuali kembali kepada Allah swt.[15]
Pengembalian diri kepada alah
tidak akan dapat direalisasikan kecuali dengan mengikuti ajaran Allah swt. Dan
kitabNya dalam keseluruhan hidup manusia; termasuk peraturan kekuasaan Negara.
Quthb juga menegaskan bahwa penyebab bencana adalah karena melupakan Islam
dalam kepemimpinan kemanusiaan. Karenanya, Quthb menyerukan umat muslim untuk
kembali kepada Tuhannya dan ajaran-ajaran agamaNya sehingga memperoleh
kemuliaan.[16]
Tujuan Sayyid Quthb dengan kitab tafsirnya
antara lain :
1. Menghilangkan
kesejnjangan dalam umat Islam sekarang dengan al-Qur'an, dan al dhilal (الظلال) merupakan sarana
penghubung untuk mendekatkan mereka padaNya.
2. Agar
muslim hari ini, mengetahui pentingnya pengamalan nilai-nilai al-Qur'an dan
menjelaskan bahwa nilai-nilai jihad haruslah tertanam pada setiap insan muslim
3. Menghiasi
insan muslim hari ini dengan perbuatan-perbuatan yang telah diundang-undangkan
oleh al-Qur'an.
4. Mendidik
muslim dengan pendidikan al-Qur'an secara komprehensif
5. Menerangkan
jalan yang harus dilalui umat Islam dalam menuju Tuhannya.
6. Menerangkan
kesatuan visi dan misi yakni menurut al-Qur'an.[17]
Langkah-langkah yang dipakai
dalam tafsir fi dhilal al-Qur'an, yakni :
1. Menyebutkan
bagian dari ayat, kemudian menerangkan pengertian umum dengan menerangkan
sejarah nuzulnya, serta tujuan dari surat tersebut tak lupa diterangkan
keutamaan ayat tersebut, serta menerangkan hubungan dengan ayat sebelumnya, dan
menerangkan keistimewaan-keistimewaan lainnya dari surah dan ayat tersebut,
kemudian dia kembali menafsirkan sejumlah ayat dengan keterangan-keterangan tak
lupa menyinggung aspek-aspek kehidupan dan pendidikan, kadang dengan
mengemukakan dalil-dalil hadits.
2. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa corak tafsir Sayyid Quthb adalah
bernuansa pemikiran, memakai metode tahlili, namun beliau selalu menghindarkan
pembaca untuk tidak terjebak oleh pembahasan bahasa, kalam dan fiqih.
3. Pada
awal setiap surah, diterangkan masalah-masalah sekitar surah tersebut dengan
kajian tematis, puisi dan sastra, serta kaijan sejarah yang mendatangkan
pemahaman global.
4. Senantiasa
membandingkan antara makiyah dan madaniyah dari ayat-ayat yang dikaji.
5. Membagi
surah-surah terseubt kepada beberapa pelajaran secara tematik
6. Menghindari
masalah-masalah israiliyat, perselisihan masalah fiqih, perdebatan bahasa,
kalam dan filsafat
7. Menjauhi
tafsir ilmi, misalnya kedokteran, kimia, dan falak yang hanya cenderung
menampakkan kesombongan.[18]
Jihad Pada Surat An Nisa’ Ayat 95
Inti pembahasan dari ayat
tersebut adalah mengenai hijrah ke dar al Islam (دار الاسلام) sebagai judul utama dari
judul yang sedang dipelajari dan kedua judul sebelum ayat ini yang merupakan
kesatuan judul, serta mempersatukan kaum muslimin yang masih tertinggal di dar
al kufr dan peperangan menuju barisan Islam yang mujahid di jalan Allah swt.
Dengan mengorbankan jiwa dan harta yang sangat dicintai.
Hal-hal tersebut di atas
merupakan tujuan dari firman Allah swt. Dalam awal pelajaran ini, yaitu :
w ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çöxî Í<'ré& ÍuØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 @Òsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uy 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 @Òsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJÏàtã ÇÒÎÈ
Artinya : “Tidaklah sama
antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,” (Qs. An Nisa : 95)
Kemudian ayat berikutnya
merupakan ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal
mereka secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka
telah mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa
jahannam.
Ayat berikutnya merupakan
jaminan dari Allah swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala
macam ketakutan yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.
Dan pelajaran pada ayat ini
diakhiri dengan motivasi Allah swt. Bagi kaum muslimin untuk jihad di jalan
Allah swt., dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan, di mana orang-orang
musyrik tidak rela membiarkan mereka hijrah dengan membawa harta benda mereka
dan lebih jauh kaum musyrik tidak bisa membiarkan mereka hijrah.
Tapi landasan iman para
muslim yang hijrah begitu kental sehingga apa yang diajarkan Allah swt.,
melalui hadits rasulNya yaitu: bahwa di surga nanti ada seratus tingkat yang
telah disiapkan Allah swt. Bagi mujahid di jalan Allah swt. Dan jarak setiap
tingkatan sama dengan jarak langit dan bumi.
Kesimpulan
Jihad merupakan ajaran Allah
swt. yang harus dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah
swt. Tentunya, jihad dalam konsep surah
al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta benda maupun jiwa yang
sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan kesungguhan merupakan nikmat yang
tiada taranya, nikmat yang didapat dari naungan dhilal al-Qur'an.
Daftar Pustaka
John L. Esposito, The
Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World Volume 3, New York: Oxford
University press, 1995
Manna Khalil al
Qathan, Mabahis Fi Ulum Al-Qur'an, Riyadh: Mansyurat al Ashri al Hadits,
tth
Muhammad Ali Iyazi,
Al Mufassirun Hayatuhum Wa Manhajuhum, Teheran: Mu’assasah al thiba’ah
wa al Nasyr Wuzarat al Tsaqabah al Irsyad al Islamiy, 1373 H
Sayyid
Quthb, Fi Dhilal Al-Qur'an Jilid I, Cairo: Dar Al Syuruq, 1992
Shalah al Khalidi, al
Manhaj al Haraki fi Dhilal al-Qur'an, Jeddah: Dar al Manarah, 1986
[1] Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN
Raden Intan Lampung
[2] Sayyid Quthb, Fi Dhilal
Al-Qur'an Jilid I, Cairo: Dar Al Syuruq, 1992, h. 11
[3] Ibid.
[4] Manna Khalil al Qathan, Mabahis
Fi Ulum Al-Qur'an, Riyadh: Mansyurat al Ashri al Hadits, tth, h. 373
[5] Ibid.
[6] John L. Esposito, The Oxford
Encyclopedia of the Modern Islamic World Volume 3, New York: Oxford
University press, 1995, h. 400
[7] Ibid, h. 401
[8] Ibid, h. 401-402
[9] Shalah al Khalidi, al Manhaj al
Haraki fi Dhilal al-Qur'an, Jeddah: Dar al Manarah, 1986, h. 27
[10] Muhammad Ali Iyazi, Al
Mufassirun Hayatuhum Wa Manhajuhum, Teheran: Mu’assasah al thiba’ah wa al
Nasyr Wuzarat al Tsaqabah al Irsyad al Islamiy, 1373 H, h. 512
[11] Ibid, h. 516
[12] Ibid, h. 513
[13] Sayyid Quthb, Fi Dhilal
Al-Qur'an………, h. 6
[14] Konferensi yang dimuat dalam harian
al anba’ al Kuwaitiyyah pada 16 april 1989 itu juga berisi pernyataan Hasan al
Tuhami sebagai salah satu tokoh revolusi dan menjadi wakil perdana menteri
Mesir yang mengatakan bahwa telah dating kepada jamal seorang ahli pertahanan
Amerika untuk memberi masukan kepada Jamal agar mengumumkan gencatan senjata
dengan anggota al ikhwan dengan syarat adanya jaminan keamanan bagi kepala
Negara. Untuk tujuan ini, mereka menyerahkan peralatan dan mengejek orang yang mengorbankan perang, lalu sampailah baju
besi anti senjata itu.
[15] Sayyid Quthb, Fi Dhilal
Al-Qur'an…… h. 15
[16] Ibid, h. 15-16
[17] Muhammad ali Iyazi, Al
Mufassirun Hayatuhum……., h. 514-515
[18] Ibid, h. 515-516
Tidak ada komentar:
Posting Komentar