Periwayat Hadis Dalam
Kitab
Musnad Imam Asy-Syafi’i
Musnad Imam Asy-Syafi’i
(Telaah
atas Kriteria dan Konsistensinya)
Oleh:
Ahmad Isnaeni[1]
Abstrak
Kaidah
keshahihan hadis Imam asy-Syafi’i mencakup semua bagian hadis, sisi sanad dan matan. Kriteria Sanad secara tegas meliputi aspek keadilan
dan kedhabitan periwayat. Secara teoritis, kualitas hadis yang diterima menurut
kriteria tersebut jelas menduduki predikat otentik. Akan tetapi hal ini perlu
ditelaah lebih lanjut ke dalam kitab musnadnya. Benarkah kriteria dan
persyaratan seorang periwayat yang siqah dan dhabit telah tercukupi dan
mengikuti standar yang ada dan yang telah ditetapkannya. Tulisan ini bertujuan menganalisa
kriteria keshahihan hadis yang telah dipaparkan oleh Imam asy-Syafi’i. Analisa ini dilakukan dengan
menelaah para periwayat (rijal) hadis yang terdapat di dalam kitab Musnadnya.
Benarkah semua persyaratan dan kriteria yang beliau paparkan benar-benar
terdapat di dalam kitabnya tersebut.
Kata
Kunci: Periwayat, Musnad, Imam asy-Syafi’i
Pendahuluan
Imam
asy-Syafi’i salah satu di antara sekian banyak ulama yang memiliki perhatian
khusus terhadap hadis. Keahlian dalam bidang hadis ini dibuktikan ketika Ahmad
bin Hanbal memerlukan konfirmasi tentang keotentikan suatu hadis. Ibn Hanbal
pernah berkata bahwa semula ia tidak dapat membedakan antara hadis shahih dan
hadis palsu sehingga saya menghadiri majelis Imam asy-Syafi’i.[2] Imam
Asy-Syafi’i dikenal
sebagai tokoh yang gigih dalam mempertahankan kehujjahan hadis ahad.[3]
Karya beliau dalam bidang hadis di antaranya ialah kitab al-Musnad yang
dikenal dengan Musnad asy-Syafi’i , dan Ikhtilaf al-Hadis.[4]
Sementara
itu kitab fiqh karya beliau seperti al-Umm sebenarnya banyak terdapat
kajian hadis akan tetapi lebih masyhur dengan kitab fiqh.
Sedikit sekali pengkaji
riwayat dan sejarah intelektual Imam asy-Syafi'i yang membahas tentang kitab
Musnadnya. Barangkali karena masih ada yang meragukan apakah kitab tersebut
benar-benar karya beliau atau bukan. Memang tidak ada yang mendiskusikan
masalah tersebut, misalnya Abu Zahrah dalam bukunya
tentang sejarah kehidupan dan perkembangan madzhab Imam asy-Syafi'i juga tidak
membahasnya. Abdul Halim al-Jundi yang menulis tentang "al-Imam
asy-Syafi'i, Nasirus Sunnah wa Wadli'ul Ushul" juga tidak menyebutnya.
Tetapi dalam beberapa kitab ilmu hadis terdapat komentar lain tentang kitab
Musnad asy-Syafi'i sebagai karyanya. Tetapi dalam beberapa kitab ilmu hadis
lain menyebutkan tentang kitab Musnad
tersebut, seperti kitab "Ulumul Hadis wa Musthalahuhu" karya
Subhi Shalih
memberikan keterangan bahwa kitab "al-Mabsut" karya Imam
asy-Syafi'i ditakhrijkan hadis-hadisnya
yang musnad oleh Abu 'Amer Muhammad bin Ja'far an-Naisaburi. Berkenaan dengan
inilah, bahwa Imam asy-Syafi'i memiliki satu tulisan bernama "Musnad
asy-Syafi'i".[5]
Hasbi
ash-Shiddieqy memberikan komentar lain, ia menyebutkan bahwa kitab Musnad
asy-Syafi'i adalah kitab kumpulan hadis-hadis yang dipakai hujjah oleh Imam
asy-Syafi'i dalam kitab al-Ummnya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa menurut
pentahkiknya al-Biqa'i, bahwa musnad itu bukan susunan Imam asy-Syafi'i, yang
semua hadisnya diambil dari kitab al-Umm, lalu susunan kitab tersebut diberi
nama Musnad asy-Syafi'i.[6] Jika
pentahkikan al-Biqa'i itu benar, tidak dapat diartikan secara mutlak bahwa Imam
asy-Syafi'i tidak menulis kitab Musnad, apalagi yang menyusun kembali
hadis-hadis yang semula termut dalam al-Umm itu muridnya sendiri, yaitu
al-Asam. Bisa jadi
ia diperintahkan oleh Imam asy-Syafi'i dalam menyusun kitab itu. Menurut Muhammad Abdul Aziz al-Khuli,
di antara kitab-kitab hadis yang masyhur pada abad kedua Hijriyah adalah kitab
Musnad Imam asy-Syafi'i. Demikian pula pendapat Hasbi ash-Shiddieqy. [7] Subhi
Shalih menyebutkan kembali bahwa Imam ar-Razi pernah memberi pernyataan yang
menyebutkan kitab asy-Syafi'i yang
bernama Musnad asy-Syafi'i adalah sebuah kitab yang masyhur di
dunia".[8] Dengan
demikian tidak dapat diragukan lagi bahwa kitab Musnad yang dimaksud adalah
benar-benar karya Imam asy-Syafi'i, dari sekian banyak karya-karyanya.
Kajian
kritis ini untuk menganalisa kualitas para periwayat yang ada di dalam kitab
Musnad Imam asy-Syafi’i dengan menelaah penilaian para ulama yang terdapat di
dalam kitab rijal hadis. Upaya ini didasarkan kepada pendapat ulama
terhadap para periwayat hadis yang menjadi sanad dalam kitab Musnad Imam
asy-Syafi’i, kemudian ditelaah
berdasarkan kaidah jarh wa ta’dil kemudian disimpulkan, maka akan
tergambar konsisten atau tidaknya beliau di dalam menerima riwayat yang
terdapat dalam kitab Musnadnya dengan apa yang dipaparkan secara teoritik.
Problematika
Hadis dalam
Sistem Istinbath Imam Asy-Syafi’i
Imam asy-Syafi’i dalam mengutarakan pendapatnya atau
beristinbath hukum bersumber pada empat, yakni al-Qur’an, Sunnah, Ijma’,
dan qiyas. Sebagaimana dipaparkan beliau
dalam kitab al-Umm, sebagai berikut: “Imam asy-Syafi’i membangun madzhabnya (pendapatnya) atas dasar
al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas”.[9] Keempat dasar di atas, penulis
hanya akan mengemukakan peranan hadis sebagai salah satu sumber yang dipakai
asy-Syafi’i sebagai hujjah dalam beristinbath hukum. Menurut beliau hadis
diutamakan pengambilannya daripada ra’yu (pendapat) dan juga amalan penduduk
Madinah tidak berlaku jika bertentangan dengan hadis. Sehingga tidak heran jika
para ulama menilai orang yang paling
banyak mengikuti hadis adalah Imam asy-Syafi’i.[10].
Hadis
yang dijadikan hujjah menurut madzhab Imam asy-Syafi’i adalah hadis-hadis shahih, beliau menyatakan: “Apabila suatu hadis bersambung
sanadnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sanadnya shahih, maka itulah
sunnah”[11] Perihal hadis dla’if, beliau
juga memakainya, tetapi terbatas pada keutamaan amal (fadla’il a’mal)
seperti untuk memperbanyak zikir, shadaqah, dan lain-lain. Sedangkan hadis mursal
dalam madzhab Syafi’i tidak dipakai, kecuali mursal Sa’id bin Musayyab.
Hadis mursal menurutnya sama
dengan hadis munqathi’, yakni hadis yang terjadi
jika tabi’in menyaksikan sahabat Nabi kemudian
dia meriwayatkan hadis secara terputus.
Syarat
diterimanya hadis mursal menurut beliau adalah: (a) bila periwayatan hadis mursal
tersebut disekutui oleh orang yang hafal dan terpercaya, serta mereka
menyandarkan hadisnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; (b) bila pengirsalan hadis
itu tunggal, maka harus ada pengirsalan lain yang diterima hadisnya oleh
ahli ilmu; (c) apabila hadis mursal tersebut diriwayatkan oleh kebanyakan
sahabat, dan hadis itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah; (d)
bila ahli ilmu pada umumnya, berfatwa dengan hadis mursal tersebut, dan
hadis itu diriwayatkan dari Nabi tetapi periwayatnya bukan orang-orang majhul
dan dibenci periwayatannya.[12]
Berkenaan
dengan hadis ahad, sebagaimana uraian terdahulu, Imam asy-Syafi’i menerimanya
sebagai hujjah, dan ia sebagai pelopor yang menggunakan kehujjahan hadis ahad.
Asy-Syafi’i
menyatakan: “Saya menerima hadis dari
satu orang, baik laki-laki maupun perempuan, dan saya tidak menerima salah satu
dari keduanya dalam masalah kesaksian”.[13] Imam
asy-Syafi’i pernah menyatakan perlunya kembali kepada sunnah Rasul bila
ternyata terdapat suatu hadis yang menjelaskan suatu masalah, serta
meninggalkan pendapat siapa saja termasuk dari fatwanya sendiri. Beliau pernah
berkata: “Setiap yang saya utarakan tentang suatu pendapat, dan pendapat saya
itu berbeda dengan hadis Nabi, maka hadis Nabi lebih utama untuk dipegangi dan
diikuti, dan janganlah mengikuti pendapat saya”.[14] Beliau juga pernah berkata:
“Jika kalian menemui sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ikutilah,
dan janganlah menghiraukan pendapat seseorangpun”.[15] Dalam
suatu riwayat, beliau juga pernah menyatakan; “Jika kalian mendapatkan hadis
shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka katakanlah kepadaku,
sehingga aku berpendapat berdasarkan hadis shahih tersebut di mana saja aku
berada”.[16]
Keadaan Periwayat Hadis
dalam Kitab
Musnad Imam asy-Syafi’i.
Sebagaimana telah dipaparkan
pada pembahasan terdahulu, bahwa tulisan ini secara khusus bertujuan
mengkritik periwayat yang ada di dalam Kitab Musnad Imam asy-Syafi’i. Hal ini sebagai
konfirmasi atas kritetia
hadis shahih menurut imam asy-Syafi’i sendiri. Sampel penelitian yang diambil sebanyak 179
hadis yang tersebar dalam 5 kitab/bab. Setelah mengadakan pengidentifikasian
terhadap hadis-hadis tersebut kemudian mengadakan penyortiran nama-nama
periwayat yang sama dari semua hadis yang ada. Penulis mendapatkan sampel periwayat
dari jumlah hadis di atas sejumlah 247 orang periwayat. Adapun
kitab rujukan yang digunakan untuk melihat kualitas periwayat dimaksud adalah “Tahdzib
at-Tahdzib” dan “Taqrib at-Tahdzib” keduanya karya Ibnu Hajar
al-Asqalani. Selain pertimbangan waktu dan kemampuan, kedua kitab tersebut
merupakan catatan kesimpulan dari beberapa kitab rijal al-hadis.
Berikut ini nama-nama
periwayat yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, yakni:
1. Abu
Salamah b. Abdurrahman b ‘Auf b. Abdu
Manaf az-Zuhri al-Madani (w. 94/104 H). Malik bin Anas berkata Ia adalah
termasuk orang ahli ilmu, Ibn Sa’d berkata ia seorang yang tsiqah (kokoh
terpercaya), faqih (ahli fiqh), banyak meriwayatkan hadis, Abu Zur’ah menilai
sebagai orang yang tsiqah, Ali b.
Al-Madini, Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ya’kub bin Syaibah dan Abu Dawud
mengatakan bahwa ia meriwayatkan hadis dari bapaknya secara mursal. Al-Bukhari
menilai Abu Salamah meriwayatkan dari Umar secara munqathi’ (sanadnya
terputus).[17]
2. Ubay b.
Ka’ab b. Qais b. ‘Ubaid b. Zaid b. Mu’awiyah b. ‘Amer b. Malik b. An-Najar Abu
al-Mundzir. Salah seorang sahabat Nabi saw. Wafat pada masa khalifah Utsman b.
Affan.[18]
3. Anas b.
Malik b. An-Nadlr b. Dlamdlam b. Zaid b. Hiram b. Jundub b. ‘Amir b. Ghanam b.
‘Adiy b. An-Najar al-Anshari Abu Hamzah, sahabat dan pembantu Nabi saw.[19]
4. Ishaq b.
Abdullah b. Abi Thalhah Zaid b. Sahal al-Anshari an-Najari al-Madini. Ibn Ma’in
menilai tsiqah hujjah (kokoh terpercaya, hadis dapat dijadikan pegangan),
Abu Zur’ah, Abu Hatim, dan an-Nasa’i menilai tsiqah.[20]
5. Ishaq b.
Abdullah b. Abi Farwah ‘Abdurrahman al-Aswad Abu Sulaiman al-Amawi. Ibn Sa’d
berkata: Ia seorang yang banyak meriwayatkan hadis, meriwayatkan hadis-hadis munkar
yang tidak dapat dijadikan hujjah. Muhammad b. Abdullah b. Abdul Hakim
menceritakan dari Muhammad b. ‘Ashim b. Hafsh al-Mishri mengatakan ia termasuk
seorang yang tidak tsiqah.
Al-Bukhari berkata: Ulama meninggalkan riwayatnya. Al-Bukhari berkata: Ulama
meninggalkan riwayatnya (tarakuhu). Ahmad (b. Hanbal) berkata: Menurut
saya tidak dibolehkan menerima riwayat darinya. Dalam suatu riwayat ia
mengatakan: Dia bukan seorang yang tepat diambil riwayatnya. Menurut riwayat
dari Ibn Maryam Ibn Ma’in berkata: hadisnya tidak boleh ditulis, laisa bi
syain (hadis tidak ada apa-apanya, tidak bernilai). Dan riwayat dari Abi
Dawud dan al-Ghulabi, Ibn Ma’in menilai dia (Ishaq) bukan seorang yang tsiqah.
Ibnu ‘Imar menilai seorang yang hadisnya lemah dan diabaikan (dlaif dzahib).
‘Amer b. ‘Ali, Abu Zur’ah, Abu Hatim,
dan an-Nasa’i menilai orang yang ditinggalkan hadisnya (matruk al-hadis).[21]
6. Abu
Salamah b. ‘Abdurrahman b. ‘Auf b. Abi ‘Auf az-Zuhri al-Madani (94/104 H). Ada
yang mengatakan namanya ialah Abdullah, Ismail, dan nama aslinya sama seperti
nama kunyahnya. Abu Zur’ah menilai tsiqah imam, Ibnu Hibban
memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqah, ia termasuk penghulunya kaum
Quraisy. Ali b. Ali al-Madini, Ahmad b. Hanbal, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ya’qub
b. Syaibah, dan Abu Daud menyatakan riwayatnya yang bersal dari bapaknya adalah
mursal. Abu Zur’ah, riwayatnya dari Abi Bakar adalah mursal, al-Bukhari
menyatakan riwayatnya dari Umar dinilai munqathi’.[22]
7. Abu
Hurairah ad-Dausi al-Yamani, sahabat Nabi. Ulama berbeda pendapat tentang nama
aslinya, ada yang mengatakan bahwa namanya ialah Abdurrahman bin Shahr, ada
yang mengatakan bapaknya bernama Ghanam, ada pula yang mengatakan ia adalah
Abdullah bin ‘A’id. Ada yang mengatakan nama Abu Hurairah pada masa Jahiliyah
ialah Abd Syams, kunyahnya Abu al-Aswad. Rasulullah memberi nama dan kunyahnya
Abu Hurairah. Ini disebabkan karena anaknya selalu membawa kucing.[23]
8. Sufyan
bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imran Maimun al-Hilaliy, Abu Muhammad al-Kufi. al-Ijli
berkata: ia seorang penduduk Kuffah yang tsiqah tsabt (terpercaya
dan dapat ditetapkan) dalam hal hadis, hadisnya baik, banyak ahli hadis yang
merujuk kepadanya. Asy-Syafi’i berkata:
Seandainya tiada Malik dan Sufyan maka hilanglah ilmu (hadis) di Hijaz. Ibnu
Hajar dalam “Tahdzib at-Tahdzib” berkata: Wahai Abu Sa’id, Sufyan adalah
Imam (panutan) dalam hadis. Ibn Sa’d berkata: ia seorang yang terpecaya dan
dapat ditetapkan (tsiqah tsabt), banyak meriwayatkan hadis dapat
dapat dijadikan dasar.[24]
9. Abu
‘Ubaidah b. al-Jarah, ‘Amir b. Abdullah b. al-Jarah al-Qurasyi.[25]
10. Abu
‘Ubaidah b. Abdullah b. Zam’ah b. al-Aswad b. al-Muthalib b. Asad b. ‘Abdul
‘Izzi b. Qusyai al-Qurasyi al-Asadi. Abu Zur’ah menyatakan ‘Aku tidak
mendapatkan seseorang yang serupa dengannya dalam bidang hadis’.[26]
11. Abu
Wahab, Dailam b. Hausya’ al-Jaisyani al-Mishri, Jaisyani dari Yaman. Ibn Yunus
berkata: Ia ahli ilmu dari kalangan Irak. Ia seorang sahabat Nabi saw,
al-Bukhari menilai dalam riwayatnya terdapat sanad yang perlu diteliti ulang,
Ibn al-Qaththan menilai majhul hal.[27]
12. Abu
Qatadah Tamim b. Nadzir al-‘Aduwi al-Bishri. Diperbincangkan tentang
persahabatnnya dengan Nabi saw. Ishaq b. Manshur menerima dari ibn Ma’in bahwa
ia seorang yang tsiqah, Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab
ats-Tsiqqat.[28]
13. Abu
Thalhah al-Khaulani Syami, Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqqat. At-Thabrani
memperbincangkan persahabatannya dengan Nabi saw.[29]
14. Ibrahim
b. Sa’d b. Ibrahim b. ‘Abdurrahman b. ‘Auf az-Zuhri Abu Ishaq al-Madani. Ahmad
b. Hanbal, al-‘ijli, Abu Hatim dan Ibnu Abi Maryam dari Ibnu Ma’in menilai tsiqah,
Abu Hatim pada kesempatan lain menilai la ba’sa bih.[30]
15. Ibrahim b. Abi Waqas az-Zuhri al-Madani, Ibnu Sa’d
menilai tsiqah, seorang yang banyak meriwayatkan hadis, al-‘Ijli berkata: Ia seorang ahli Madinah
dari kalangan tabi’in yang tsiqah. Ya’qub b. Syaibah berkata: Ia
termasuk thabaqah kedua, termasuk fuqaha Madinah setelah sahabat. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam ats-Tsiqqat.[31]
16. Ibrahim
b. Muhammad b. al-Harits b. Asma’ b. Kharijah b. Hashan b. Hudzaifah b. Badr
al-Fazari Abu Ishaq al-Kufi. Ibn Ma’in menilai tsiqatun
tsiqah, Abu Hatim menilai tsaiqah, Ma’mun, Imam. An-Nasa’i menilai tsiqah
ma’mun, salah seorang ulama. Al-“ijli menilai ia seorang yang tsiqah,
shalih, ahli dalam bidang hadis.[32]
17. Ibrahim
b. Muhammad b. Hathib al-Jamahi. Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab
ats-Tsiqqat.[33]
18. Ibrahim
b. Muhammad b. Khazim as-Sa’diy al-Kufi. Abu Zur’ah menilai la ba’sa bih, shaduq
termasuk ahli bidang hadis. Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab
ats-Tsiqqat. Ibnu Qani’ menilai dlaif. Al-Madini mengukuhkannya. Maslamah
al-Andalusi, Abu Ali al-Jayani menilai termasuk gurunya Abu Daud, Abu al-Hasan
dan ibn al-Qarhrhan. Abu al-Fath al-Azdi menilai dalam hadis terdapat kelemahan
(fihi layin).[34]
19. Ibrahim
b. Muhammad b. Sa’d b. Abi Waqas az-Zuhri. An-Nasa’i menilai tsiqah,
Ibnu Hajar menyatakan bahwa Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab
ats-Tsiqqat dan berkomentar , ia tidak mendengar dari seorang sahabatpun
selain dia yang menyampaikannya kepada atba’ tabi’in.[35]
20. Ibrahim
b. Muhammad b. Thalhah b. Ubaidillah at-Tamimi Abu Ishaq al-Madani al-Kufi.
Al-‘Ijli, Ya’qub b. Syaibah menilai tsiqah. Al-‘Ijli menambahkan, ia
adalah orang yang shalih. An-Nasa’i menambahkan ia termasuk orang-orang yang
ahli dan pandai (nubala’), Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab
ats-Tsiqqat.[36]
21. Ibrahim
b. Muhammad b. al-‘Abbas b. Umar b. Syafi’ b. as-Saib al-Mathlabi Abu Ishaq
asy-Syafi’i al-Makki b. Paman Imam Muhammad
b. Idris (asy-Syafi’i). Abu Hatim dan Ibu Hibban menilai shaduq,
an-Nasa’i dan ad-Daraquthni menilai tsiqah.[37]
22. Ibrahim
b. Muhammad b. Abdullah b. Ubaidillah al-Ma’mari Abu Ishaq al-Bishri. An-Nasa’i
dan ad-Daraquthni menilai sebagai orang yang tsiqah, Ibnu Hibban
memasukannya ke dalam kitab
ats-Tsiqqat.[38]
23. Ibrahim
b. Muhammad b. ‘Ar’arah b. al-Barnad as-Sami Abu Ishaq al-Bishri Nazil Baghdad.
Ibnu Abi Hatim menyatakan dalam kitab ‘al-jarh wa at-ta’dil’ ketika
bertanya kepada bapaknya (Abu Hatim) tentang Ibrahim b. Muhammad b. ‘Ar’arah,
lalu bapaknya menilai shaduq kepadanya. Ibnu Ma’in menilai tsiqah,
dikenal meriwayatkan hadis masyhur, al-Hakim berkomentar, ia
seorang imam dari para penghafal hadis. Al-Khalili berkata; Ia seorang hafizh
yang terkemuka, tsiqah, disepakati oleh al-Bukhari dan muslim (mutafaq
‘alaihi).[39]
24. Ibrahim
b. Muhammad b. Abi Yahya, Sam’an al-Aslami al-Madani. Yahya b. Sa’id
al-Qaththan bertanya kepada Malik tentang dia, adakah ia seorang yang tsiqah,
lalu Malik menjawab, tidak bahkan tidak pula terhadap agamanya. Abdullah b
Ahmad (b. Hanbal) kepada bapaknya (Ahmad b. Hanbal), ia adalah orang yang
berpaham Qadariyah, Mu’tazilah, Jahamiyah, orang yang mendatangkan kesusahan,
Abu Thali berkata dari Ahmad; Tidak perlu ditulis riwayatnya karena orang-orang
meninggalkannya, ia meriwayatkan hadis munkar.[40]
25. Ibrahim
b. Muhammad b. Yusuf b. Saraj al-Firyani Abu Ishaq Nazil Baitul Muqaddas. Abu
Hatim menilai shaduq, Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ast-Tsiqqat.
As-Sajiy mengatakan; ia meriwayatkan hadis-hadis munkar dan suka
berdusta. Al-Azdi menilai riwayatnya gugur (tidak diterima), akan tetapi adz-Dzahabi
pengarang kitab al-Mizanul I’tidal menolak penilaian ini.[41]
26. Ibrahim
b. Muhammad b. ‘Ali b. Abdullah b. Ja’far. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab
ats-Tsiqqat, dan memberi komentar ia sering melakukan kesalahan dalam
riwayat hadis.[42]
27. Ismail
b. Abi Hakim al-Qurasyi al-Madani.
Ad-Darimi menyatakan, ia menerima dari Yahya b. Ma’in; ia seorang yang tsiqah.
Ishaq b. Manshur dari Yahya juga menilai sebagai orang shalih. An-Nasa’i
menilai tsiqah. Ibnu ‘Abdil Barr dalam at-Tamhid menyatakan ia seorang
yang banyak keutamaan, tsiqah, riwayatnya dapat dijadikan hujjah
oleh ahli ilmu.[43]
28. Ubay b.
Ka’ab b. Qais b. ‘Ubaid b. Yazid b. Mu’awiyah b. ‘Amer b. Malik b. an-Najar Abu
al-Mundzir.asy-Sya’bi mengatakan dari Masruq, ia adalah ahli hukum dari
kalangan sahabat Nabi saw.[44]
29. Ayub b.
Abi Tamimah Kisan as-Sakhtiyani Abu Bakr al-Bishri. Ibnu Sa’d menilai tsiqah,
banyak meriwayatkan hadis, luas ilmunya, dapat dijadikan hujjah, seorang yang
adil. Abu Hatim menilai tsiqah dan mengutamakannya dari Khalid
al-Hadzdza’, an-Nasa’i menilai tsiqah tsabt.[45]
30. Ishaq b.
Yazid al-Hadzli al-Madani. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat.[46]
31. Usamah
b. Yazid b. Aslam al-‘Aduwi al-Madani. Abdullah b. Ahmad (b. Hanbal) dari
bapaknya mengatakan, saya khawatir jika dia bukan termasuk orang kokoh dalam
hadis, Shalih b. Ahmad b. Hanbal dari bapaknya menilai sebagai munkar
al-hadis (periwayat hadis-hadis munkar), dan lemah.Yahya b. Ma’in menilai lemah (dlaif).
Sementara ‘Ustman ad-Darimi menilai tidak ada masalah (la ba’sa bih).
Al-Jauzajani memasukkannya termasuk orang yang lemah hadisnya. Abu Hatim
menyatakan hadisnya ditulis tetapi tidak dibutuhkan untuk berhujjah. An-Nasa’i
menilainya sebagai orang yang tidak kuat kepribadiannya. Ibnu Hajar menyatakan
yang mengutip Ibnu Sa’d, ia banyak meriwayatkan hadis tetapi tidak dapat
dijadikan hujjah. Al-Bukhari
menilainya lemah.[47]
32. Usamah
b. Zaid al-Laitsi Abu Zaid al-Madani al-Atsral mendengar dari Ahmad b
Hanbal bahwa riwayatnya tidak ada apa-apanya
(tidak dipakai). Abdullah bin Ahmad (b. Hanbal) menyatakan; ia
meriwayatkan dari Nafi’ hadis-hadis munkar.
Ibnu Hajar menilai hadisnya baik (hasan al-Hadis). Ibnu Ma’in menyatakan
riwayat yang diterimanya dari Abi Bakr b. Abi Khaitsamah adalah lemah. Abu Hatim menyatakan riwayatnya
ditulis tetapi tidak dapat dijadikan hujjah.
An-Nasa’i menilai ia bukan orang yang kokoh.[48]
33. Jabir b.
Abdullah b. ‘Amer b. Haram al-Anshari as-Salami, seorang sahabat dan bapaknya
juga adalah sahabat Nabi saw., mengikuti peperangan Rasulullah sebanyak 19
kali, meninggal di Madinah .[49]
34. Ja’far
b. Muhammad b. ‘Ali b. al-Husein b. ‘Ali b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Abdullah
yang dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq (48 H). Ia seorang yang shaduq, faqih,
imam, termasuk pada tingkatan thabaqat keenam.[50]
35. Ja’far
b. Muhammad b. ‘Imran ats-Tsa’labi al-Kufi. Seorang yang jujur (shaduq), termasuk pada thabaqat
kesebelas.[51]
36. Ja’far
b. Muhammad b. al-Fadlar-Ras’aini Abu al-Fadl, ia seorang yang jujur (shaduq)
dan hafizh, termasuk pada thabaqat kesebelas.[52]
37. Hatim b.
Ismail al-Madani (87 H), ia seorang yang terjaga tulisannya, shaduq,
terkadang kuat kuta ingatannya.[53]
38. Hamid b.
Zadawiyah. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tidak dikenal (majhul),
tidak kuat hafalannya, mengalami gangguan pada akalnya di akhir hidupnya (khalath).[54]
39. Hudzaifah
b. Asid al-Ghifari Abu Sarihah (42 H), seorang sahabat Nabi saw. termasuk
orang-orang yang berba’iah di bawah pohon bersama Nabi saw.[55]
40. Hudzaifah
b Abi Hudzaifah al-Azdi, Ibnu Hajar memberi penilaian maqbul
(diterima riwayatnya), termasuk pada thabaqat ketiga.[56]
41. Hudzaifah
b. al-Yamani al-‘Abasi al-Anshari (36 H), seorang sahabat besar dari para
pendahulu yang masuk Islam. Meriwayatkan hadis shahih dalam kitab shahih
Muslim, bapaknya seorang sahabat juga, beliau wafat di awal kekhalifahan ‘Ali
b. Abi Thalib.[57]
42. Himad b.
Salamah b. Dinar al-Bishri Abu Salamah (67 H), seorang yang tsiqah, ahli
ibadah. Ibnu Hajar menjulukinya orang yang paling kuat dan terpercaya (atsbat
an-nas fi tsabt), mengalami perubahan pada hafalannya di akhir hayatnya,
termasuk sahabat besar.[58]
43. al-Husein
b. Abdullah b. Ubaidillah b. ‘Abbas b. ‘Abdul Muthalib al-Hasyimi al-Madani.
Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa ia seorang yang lemah.[59]
44. Daud b.
Husein al-Amawi al-Madani (35 H). Seorang yang tsiqah, kecuali riwayat
dari ‘Ikrimah dan dinilai memiliki pemikiran Khawaij. Termasuk pada thabaqat
keenam.[60]
45. Rabi’ b.
Anas al-Bukari al-Hanafi (40 H) dari Basrah, pernah tinggal di Khurasan.
Seorang yang shaduq, memiliki riwayat yang kurang kuat, dinilai memiliki
paham Syi’ah (tasyayyu’), termasuk pada thabaqat kelima.[61]
46. Zaid b.
Aslam al-‘Aduwi al-Madani (36 H). Seorang yang itsiqah, banyak ilmunya,
terkadang meriwayatkan hadis secara mursal, termasuk pada thabaqat ketiga.[62]
47. Sahal b.
Sa’id b. Malik b. Khalid al-Anshari al-Khazraji as-Saidi Abu al-‘Abbas (88 H).
Seorang yang masyhur di kalangan ulama.[63]
48. Sufyan
b. ‘Uyainah b. Abi ‘Imran Maimun al-Halali Abu Muhammad al-Kufi al-Makki (78 H). Seorang yang tsiqah,
hafizh, faqih, imam, hujjah, terdapat perubahan hafalan di akhir
hidupnya. Terkadang melakukan tadlis akan tetapi itu dari orang-orang
yang kokoh terpercaya. Termasuk tokoh pada thabaqat kedelapan. Ia termasuk
orang yang paling terpercaya di mata ‘Amer b. Dinar.[64]
49. Sulaiman
b. Dawud b. Rasyid al-Baghdadi al-Ahwali Abu Rabi’ al-Khusysyali (w. 31 H),
termasuk dalam thabaqah kesebelas.[65]
50. Saib b.
Yazid b. Sa’id b. Tsamamah (71 H), seorang sahabat kecil yang memiliki sedikit
meriwayatkan hadis, ikut menyaksikan haji wada’.[66]
51. Sulaiman
b. Yasar al-Halali al-Madani, Ia dinilai sebagai orang yang tsiqah dan
banyak memiliki keutamaan, salah seorang ahli fiqh yang tujuh. Tokoh pada
thabaqah ketiga.[67]
52. Sa’id b.
al-Musayyab b. Hazn b. Abi Wahab b. ‘Amer
b. ‘Aid b. ‘Imran b. Makhzum
al-Qurasyi al-Makhzumi, salah seorang ulama yang ditetapkan sebagai fuqaha
besar dari thabaqah ketiga. Disepakati
bahwa hadis-hadis mursalnya adalah sebaik-baik hadis mursal. Ibnu
al-Madini berkata: Saya tidak melihat dari kalangan tabi’in yang lebih luas
ilmunya daripadanya.[68]
53. Sa’id b.
Zaid b. Dirham b. al-Azdi al-Jahdlami Abu Hasan
al-Basri (67 H). Seorang yang shaduq, sedikit kurang kuat
hafalannya, termasuk pada thabaqah ketujuh.[69]
54. Sa’id b.
Zaid b. ‘Uqbah al-Fazari al-Kufi. Seorang yang dinilai tsiqah, termasuk
pada thabaqah keenam.[70]
55. Salim b.
Adullah
b. Umar b. al-Khaththab al-Qurasyi al-‘Aduwi
Abu Umar atau Abu Abdullah al-Maani, salah
seorang ahli fiqh yang tujuh , seorang yang tsiqah dan ahli ibadah,
banyak memiliki keutamaan seperti bapaknya (Abdullah b. Umar). Seorang
tokoh pada thabaqah ketiga.[71]
56. Salim b.
Abdullah al-Nashari Abu Abdullah al-Madani (111 H), seorang yang shaduq.[72]
57. Salim b
Abdullah b. Khiyath al-Bishri Nazil Mekkah, seorang yang shaduq tetapi
jelek hafalannya.[73]
58. Salim b.
Abdullah al-Jaziri Abu al-Muhajir, ada yang mengatakan Ibnu al-Muhajir (61 H),
seorang yang tsiqah pada thabaqah ketujuh.[74]
59. Muhammad
b. Idris b. al-‘Abbas b. ‘Utsman b. Syafi’ b. Saib b. ‘Ubaid b. ‘Abdu Yazid b.
Hasyim b. al-Muthalib Abu Abdullah asy-Syafi’i
al-makki Nazil Mesir (204 H), tokoh pada thabaqah ketujuh. Ia seorang
mujaddidi (pembaharu) dalam urusan agama pada abad kedua Hijrah.[75]
60. Shalih
b. Ibrahim b. ‘Abdurrahman b. ‘Auf az-Zuhri Abu ‘Abdurrahman al-Madani. Seorang yang tsiqah, pada
thabaqah kelima.[76]
61. Shofwan
b. Umayah b. Khalaf b. Wahab b. Qudamah
b. Jama’ al-Qurasyi al-Jamahi al-Makki, seorang sahabat, wafat pada hari
terbunuhnya Utsman b. ‘Affan.[77]
62. Shofwan
b. Abdullah b. Shofwan b. Umayah al-Qurasyi,
seorang yang tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[78]
63. Shofwan
b. Abdullah b. Ya’la b. Umayah at-Tamimi al-Makki, seorang yang tsiqah
termasuk pada thabaqah ketiga.[79]
64. Thawus
b. Kisan al-Yamani Abu ‘Abdurrahman al-Hamiri, ada yang mengatakan bahwa nama
adalah Dzakwan b. Thawus (106 H), seorang yang tsiqah, faqih, Fadlil
termasuk thabaqah ketiga.[80]
65. Abdullah
b. al-Arqam b. ‘Abdu Yaghuts b. Wahab b. ‘Abdu Manaf b. Zahrah al-Qurasyi
az-Zuhri, seorang sahabat yang terkenal menjadi pejabat baitul Mal pada masa
Umar (b. Khaththab) yang wafat pada masa khilafah Utsman.[81]
66. Abdullah
b. Abi Bakr b. Zaid b. al-Muhajir, termasuk pada thabaqah keenam. majhul.[82]
67. Abdullah
b. Abi Bakr b. Muhammad b. ‘Amer b. Hazm
al-Anshari al-Madani al-Qadli, seorang yang tsiqah. Termasuk pada
thabaqah kelima.[83]
68. Abdullah
b. Babah al-Makki, seorang yang tsiqah termasuk dari thabaqah ketiga.[84]
69. Abdullah
b. Thawus b. Kisan al-Yamani Abu Muhammad (32 H), seorang yang tsiqah Fadlil, ‘abid,
termasuk thabaqah keenam.[85]
70. Abdullah
b. Abu Thalhah, namanya Zaid b. Sahl al-Anshari al-Madani (84 H), lahir pada
masa Nabi Muhammad, dinilai tsiqah oleh Ibn Sa’d.[86]
71. Abdullah
b. Umar b. Khaththab al-‘Aduwi Abu ‘Abdurrahman (73 H), dilahirkan setelah masa
kenabian, termasuk sahabat Nabi saw., seorang yang keras berpegang kepada
sunnah.[87]
72. Abdullah
b. ‘Amer b. ‘Ash b. Wail b. Hasyim b.
Sa’id b. Sa’d b. Sahm as-Sahmiy Abu Muhammad atau Abu ‘Abdurrahman salah
seorang sahabat besar dan seorang ahli
fiqh.[88]
73. Abdullah
b. Yazid b. Zaid b. Husein al-Anshari al-Khathmi, seorang sahabat kecil.[89]
74. Abdullah
b. Yazid b. ash-Shalti asy-Syaibani, seorang yang lemah, termasuk pada thabaqah
kesepuluh.[90]
75. Abdullah
b. Yazib an-Nakha’i al-Kufi ash-Shuhbani, seorang yang tsiqah, mengalami
perubahan pada ingatannya (khalath) termasuk pada thabaqah keenam.[91]
76. Abdullah
b. al-Fadl b. al-‘Abbas b. Rabi’ah b. al-Harits b. ‘Abdul Muthalib al-Hasyimi
al-Madani, seorang yang tsiqah pada thabaqah keempat.[92]
77. ‘Ubaidullah
b. Abdullah b. Abdullah al-‘Amiri, diterima periwayatannya (maqbul),
pada thabaqah keenam.[93]
78. ‘Ubaidullah
b. Abdullah b. Umar b. al-Khaththab al-‘Aduwi al-Madani Abu Bakr Syaqiq Salim
(106 H), tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[94]
79. Ubaidullah
b. Abdullah b. Muwahab Abu Yahya at-Taimi al-Madani, maqbul.[95]
80. ‘Ubaidullah
b. Abi Yazid al-Makki b. Syaibah, tsiqah banyak meriwayatkan hadis,
termasuk pada thabaqah keempat.
81. Abdurrahman
b. Azhar az-Zuhri Abu Zubair al-Madani, seorang sahabat kecil, wafat pembebasan
Mekkah, ia mempunyai dua orang anak dalam kitab shahihaini bersama
‘Aisyah, al-Mizzi melupakannya, pada bab al-Asyrabah (minuman).[96]
82. ‘Abdurrahman
b. al-Qasim b. Khalid b. Janadah al-Mishri
(71 H) al-faqih sahabat Imam Malik, tsiqah termasuk tokoh pada thabaqah
kesepuluh.[97]
83. ‘Abdurrahman
b. al-Qasim b. Muhammad b. Abi Bakr ash-Shiddiq at-Taimi Abu Muhammad al-Madani
(26 H), tsiqah, ulama besar. Ibnu ‘Uyainah berkata; Ia adalah yang
terbaik di zamannya, termasuk pada thabaqah keenam.[98]
84. ‘Abdurrahman
b. Harmalah b. ‘Amer b. Sannah al-Aslami Abu Harmalah al-Madani (45 H), shaduq
terkadang berbuat salah (dalam riwayat), termasuk pada thabaqah keenam.[99]
85. ‘Abdurrahman
b. Harmalah al-Kufi, shaduq termasuk pada thabaqah ketiga.[100]
86. ‘Abdurrahman
b. Harmuz al-A’raj Abu Dawud al-Madani (17 H), tsiqah tsabt, seorang
ahli ilmu, termasuk pada thabaqah ketiga.[101]
87. ‘Ubaidullah
b. Maqsam al-Madani, tsiqah dan seorang yang terkenal dari thabaqah
keempat.[102]
88. Ya’la b.
Umayah b. Abi ‘Ubaidah b. Hamam at-Tamimi Halif Quraisy/ Ya’la b. Munyah,
seorang sahabat terkenal. [103]
89. Yahya b.
Sa’id b. Aban b. Sa’id b. al-‘Aash al-Umawi Abu Ayyub al-Kufi, nazil
Baghdad, laqabnya Jamal (94 H), shaduq terkadang meriwayatkan
hadis gharib, termasuk tokoh pada thabaqah kesembilan.[104]
90. Yahya b.
Sa’id b. al-‘Ash al-Umawi saudara ‘Amer
al-Asdaq (80 H), tsiqah, termasuk thabaqah ketiga.[105]
91. Yahya b.
Sa’id b. Farru’ at-Taimi Abu Sa’id al-Qaththan al-Basri (98 H), tsiqah, mutqin,
hafiz, imam qudwah (tokoh yang dijadikan panutan), tokoh pada thabaqah
kesembilan.[106]
92. Yahya b.
Sa’id al-‘Aththar al-Anshari asy-Syami, seorang yang lemah (dlaif),
termasuk thabaqah kesembilan.[107]
93. Yahya b.
Hissan at-Tanisi al-Basri (204 H), tsiqah, termasuk pada thabaqah
kesembilan.[108]
94. Yahya b.
Hissan al-Falsathini al-Bukari, tsiqah termsuk thabaqah kelima.[109]
95. Hisyam
b. ‘Urwah b. Zubeir b. ‘Awam al-Asadi, tsiqah faqih, terkadang
melakukan tadlis, termasuk thabaqah kelima.[110]
96. Hamam b.
al-Harits b. Qais b. ‘Amer an-Nakha’i al-Kufi (65 H), tsiqah, ahli
ibadah termasuk thabaqah kedua.[111]
97. Wasi’ b.
Habban b. ‘Amer al-Anshari al-Mazini
al-Madani seorag sahabat, tsiqah termasuk thabaqah kedua.[112]
98. Waqid b.
‘Amer b. Sa’d b. Mu’adz al-Anshari al-Asyhali Abu Abdullah al-Madani (20 H), tsiqah termasuk pada thabaqah keempat.[113]
99. Nafi’ b.
Zubeir b. Math’am an-Naufali Abu Muhammad dan Abu Abdullah al-Madani (77 H), tsiqah,
Fadlil, termasuk pada thabaqah ketiga.[114]
100. Nafi’ b.
‘Ashim b. ‘Urwah b. Mas’ud
ats-Tsaqafi al-Makki, shaduq
termasuk thabaqah keempat.[115]
101. Nafi’ b.
‘Abbas Abu Muhammad al-Aqra’i al-Madani,
tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[116]
102. Nafi’ b.
‘Abdurrahman b. Abi Na’im al-Qari’i al-Madani, shaduq, tsabt
(dikuatkan) dalam masalah qira’at,
termasuk tokoh thabaqah ketujuh.[117]
103. Malik b.
Mighwal al-Kufi Abu Abdullah (59 H), tsiqah tsabt termasuk pda thabaqah
ketujuh.[118]
104. Muhammad
b. Ishaq ash-Shighani Abu Bakr nazil Baghdad (70 H), tsiqah tsabt
termasuk pada thabaqah kesebelas.[119]
105. Muhammad
b. Ishaq b. Yasar Abu Bakr al-Muthalibi al-Madani nazil Iraq (150 H),
pemimpin dalam peperangan, shaduq, terkadang melakukan tadlis,
diasumsikan berpaham Syi’ah dan Qadariyah, termasuk pada thabaqah kelima.[120]
106. Muhammad
b. ‘Ali b. Husein b. ‘Ali b. Abi Thalib Abu Ja’far al-Baqir (10 H), tsiqah,
Fadlil, termasuk pada thabaqah keempat.[121]
107. Muhammad
b. ‘Abdurrahman b. Tsauban al-‘Amiri ‘Amirun Quraisyun al-Madani, tsiqah
termasuk pada thabaqah ketiga.[122]
108. Muhammad
b. Sirin al-Anshari Abu Bakar b. Abi ‘Amrah al-Bashri (110 H), tsiqah
tsabt, ahli ibadah, pembesar paham Qadariyah, ia tidak pernah melakukan
periwayatan secara makna, termasuk pada thabaqah ketiga.[123]
109. Muhammad
b. Yahya b. Habban b. Munqid al-Anshari al-Madani (21H), tsiqah faqih,
termsuk pada thabaqah keempat.[124]
110. Malik b.
Anas b. Malik b. Abi ‘Amer al-Ashbahi
Abu Abdullah al-Madani al-Faqih, imam Madinah, tokoh orang-orang yang
kokoh dan pembesar para terpercaya, sehingga al-Bukhari pernah berkata; sanad
yang tershahih jika di dalamnya terdapat Malik dari Nafi’dari Ibnu Umar.
Termasuk pada thabaqah ketujuh.[125]
111. Mujahid
b. Jabr Abu al-Hajjaj al-Makhzumi al-Makki, tsiqah, tokoh dalam tafsir
dan ilmu, termasuk pada thabaqah ketiga.[126]
112. Mujahid
b. Farqad, meriwayatkan dari Abi al-Munib al-Jarasyi, al-Mizzi tidak membrikan
komentar.[127]
113. Mujahid
b. Musa al-Khawarizmi Abu ‘Ali nazil Baghdad (44 H), tsiqah termasuk
pada thabaqah kesepuluh.[128]
114. Mujahid
b. Wardan al-Madani, shaduq, termasuk pada thabaqah ketujuh.[129]
115. Mahmud
b. Rabi’ b. Saraqah b. ‘Amer al-Khazraji Abu Na’im atau Abu Muhammad al-Madani,
seorang sahabat kecil, dan banyak meriwayatkan hadis dari sahabat.[130]
116. Mahmud
b. Labid b. ‘Uqbah b. Rafi’al-Uwasi al-Asyhali Abu Na’im al-Madani (60 H),
sahabat kecil dan banyak meriwayatkan hadis dari sahabat.[131]
117. Muslim
b. Khalid al-Makhzumi al-Makki terkenal dengan az-Zanji (78 H), seorang faqih,
shaduq, banyak salah dalam periwayatan, termasuk pda thabaqah kedelapan.[132]
118. al-Musawwar
b. Mukhramah b. Naufal b. Ahib b. Abdu Manaf b. Zahrah az-Zuhri Abu
‘Abdurrahman (64 H).[133]
119. Mukhawwal
b. Rasyid Aabu Rasyid b. Abu Mujalid an-Nahdi al-Kufi (64 H), tsiqah,
disinyalir berpaham Syi’ah, termasuk pada thabaqah keenam.[134]
120. Ma’bad
b. Ka’ab b. Malik al-Anshari as-Salami al-Madani, maqbul termasuk pada
thabaqah ketiga.[135]
121. Ma’la b.
hilal b. Suwaid Abu Abdullah at-Thahan al-Kufi,
para ahli kritik hadis sepakat akan kebohongannya (ittifaq ‘ala
takdzibih), termasuk pada thabaqah kedelapan.[136]
122. Ma’mar
b. Abi Habibah al-‘Aduwi, tsiqah termasuk pada thabaqah kelima.[137]
123. Ma’mar
b. Rasyid al-Azdi Abu ‘Urwah al-Bashri nazil Yaman (54 H), tsiqah
tsabt, Fadlil tetapi riwayatnya dari Tsabit, al-A’masy, dan Hisyam b.
‘Urwah terdapat sesuatu yang perlu diteliti, demikian pula ketika meriwayatkan
di Bashrah, ia termasuk pada thabaqah ketujuh.[138]
124. Ma’mar
b. Abdullah b. Nafi’b. Nadllah al-‘Aduwi, Ibnu Abi Ma’mar, seorang sahabat
besar dari kaum Muhajir Habsy.[139]
125. Ma’mar
b. al-Mutsanna Abu ‘Ubaidah at-Taimi al-Bashri an-Nahwi al-Lughawi (208 H), shaduq,
seorang pembawa berita, ia dianggap memiliki pandangan Khawarij. Termasuk pada
thabaqah ketujuh.[140]
126. Ma’mar
b. Makhlad as-Saruwujyi (31 H), tsiqah, termasuk pada thabaqah
kesepulluh.[141]
127. Ma’mar
b. Yahya b. Sam al-Kufi/ Muammar, maqbul termasuk pada thabaqah keenam.[142]
128. Ma’mar
b. Ya’mar al-Laitsi Abu ‘Amir ad-Dimasyqi, maqbul termasuk tokoh pada
thabaqah kesepuluh.[143]
129. Kuraib
b. Abi Muslim al-Hasyimi al-Madani Abu Rasyidin (68 H), tsiqah termasuk
pada thabaqah ketiga.[144]
130. Qatadah
b. Di’amah b. Qatadah as-Sadisi Abu al-Khaththab al-Bashri, tsiqah tsabt,
termasuk pemimpin pada thabaqah keempat.[145]
131. Qatadah
b. Milhan al-Qaisi, salah seorang sahabat Nabi saw, memiliki hadis tentang
hari-hari putih (pertengahan bulan).[146]
132. Qatadah
b. an-Nu’ man b. Zaid b. ‘Amir al-Anshari azh-Zhafari (23 H), salah seorang
sahabat Nabi saw. yang menyaksikan perang Badar.[147]
133. Qubaidlah
b. Dzuaib Mushghar b. Halhalah al-Khaza’i Abu Sa’id atau Abu Ishaq al-Madani nazil
Damsyiq, termasuk anaknya sahabat Nabi saw. yang memiliki pemikiran.[148]
134. Qasim b.
‘Abdurrahman b. Abdullah b. Mas’ud al-Mas’udi
Abu ‘Abdurrahman al-Kufi (20 H), tsiqah, ahli ibadah termasuk
pada thabaqah keempat.[149]
135. Qasim b.
‘Abdurrahman ad-Dimasyqi Abu ‘Abdurrahman
(12 H) sahabat Abi Umamah, shaduq terkadang meriwayatkan hadis
gharib, termasuk pada thabaqah ketiga.[150]
136. Qais
al-‘Abdi orang tua al-Aswad, maqbul
termasuk pada thabaqah kedua. Pada riwayat an-Nasa’i terdapat hadis yang goyah
tidak kokoh .[151]
137. ‘Aun b.
Abdullah b. ‘Utbah b. Mas’ud al-Hadzli Abu Abdullah al-Kufi (120 H), tsiqah,
ahli ibadah, termasuk dari thabaqah keempat.[152]
138. ‘Amer b.
Salim Khaldah al-Anshari az-Zuraqi (104 H), tsiqah termasuk tokoh
kalangan tabi’in.[153]
139. ‘Ubaidullah b. Abi
Rafi’al-Madani maula Nabi saw. ia seorang sekretaris Ali b. Abi Thalib, tsiqah
termasuk pada thabaqah ketiga.[154]
140. ‘Imar b.
Mu’awiyah ad-Duhni Abu Mu’awiyah al-Bajali al-Kufi (33 H), shaduq,
berpaham Syi’ah, termasuk thabaqah kelima.[155]
141. ‘Amr b.
Dinar al-Makki Abu Muhammad al-Atsrami al-Jamahi (126 H), tsiqah tsabt,
thabaqah keempat.[156]
142. ‘Amer b.
Dinar al-Bashri al-A’war Qaharman keluarga Zubeir al-Ghima’i Abu Yahya, lemah (dlaif),
termasuk thabaqah keenam.[157]
143. ‘Amer b.
Dinar Abu Khaldah al-Kufi, tidak dikenal
(majhul), termasuk thabaqah keenam.[158]
144. ‘Amer b.
Syu’aib b. Muhammad b. Abdullah b. ‘Amer b. ‘Ash (118 H), shaduq, pada
thabaqah kelima.[159]
145. ‘Utsman
b. Abi Sulaiman b. Jubeir b. Math’am
al-Qurasyi an-Naufali al-Makki, tsiqah termasuk pada thabaqah
keenam.[160]
146. ‘Ubaid
b. ‘Amir b. Qatadah b. al-Laitsi Abu ‘Ashim al-Makki, lahir pada masa Nabi
saw. seorang hakim di Mekkah, tsiqah.
Meninggal sebelum Ibnu Umar.
147. ‘Ubaid
b. ‘Amir b. ‘Abbas, majhul, termasuk thabaqah keempat.[161]
148. ‘Ubaid
b. ‘Amir al-Ashbah, seseorang yang berpaham Murji’ah. Ibnu Hibban menilai matruk
(hadisnya ditinggalkan), termasuk pada thabaqah kesembilan.[162]
149. ‘Abdul
Wahab b. ‘Abdul Majid b. ash-Shalti ats-Tsaqafi Abu Muhammad al-Bashri, tsiqah,
berubah ingatan sebelum wafatnya selama tiga tahun, termasuk pada thabaqah
kedelapan.[163]
150. ‘Ali b.
Abi Thalib b. ‘Abdul Muthalib b. Hasyim al-Hasyimi anak paman Nabi saw. dan
suami dari anak beliau, termasuk para pendahulu yang masuk Islam, wafat pada
bulan ramadlan tahun 40 H. Pada hari itu adalah sebaik-baik kehidupan dari bani
Adam, merupakan ijma’ Ahlussunnah,
bahwa beliau terbebas dari fitnah.[164]
151. ‘Ali b.
Abi Bakr b. Sulaiman Abu Hasan al-Asfadzani, shaduq,
terkadang berbuat salah dalam riwayat, seorang ahli ibadah termasuk pada
thabaqah kesembilan.[165]
152. Itban b.
Malik b. ‘Amer b. al-‘Ajlan al-Anshari as-Sulami, sahabat yang terkenal yang
wafat pada masa khilafah Mu’awiyah.[166]
153. Abdullah
b. Ubaidillah b. Abdullah b. Abi Mulaikah b. Abdullah b. Jad’an at-Taimi
al-Madani, bertemu tiga puluh sahabat, tsiqah, faqih, termasuk
pada thabaqah ketiga.[167]
154. ‘Iyadl
b. Abdullah b. Sa’d B. Abi Sarh al-Qurasy al-‘Amiri al-Makki, tsiqah
termasuk pada thabaqah ketiga.[168]
156. Urwah b.
Zubeir b. ‘Awam b. Khuwailid al-Asadi Abu Abdullah al-Madani (94 H), tsiqah, faqih
(ahli fiqh) terkenal, termasuk pada thabaqah ketiga.[170]
157. ‘Urwah
b. Muhammad b. ‘Athiyah as-Sa’di pegawai Umar b. Abdul Aziz di Yaman, maqbul,
termasuk pada thabaqah keenam.[171]
158. ‘Urwwah
b. al-Mughirah b. Syu’bah ats-Tsaqafi Abu Ya’fur, tsiqah, thabaqah
ketiga.[172]
160. ‘Urwah
b. an-Nazzal, orang Kufi yang dinilai maqbul, pada thabaqah ketiga.[174]
161. Umar b.
al-Khaththab b. Nufail b. Abdul ‘Uzza b. Riyah b. Abdullah b. Qurth b. Razah b.
‘Adi b. Ka’ab al-Qurasyi al- ‘Aduwi, Amirul Mukminan yang terkenal, menjadi
khalifah selama sepuluh tahun.[175]
162. ‘Atha’b.
Yassar al-Hilali Abu Muhammad al-Madani, tsiqah Fadlil, banyak
berfatwa
dan ibadah, termasuk tabi’in kecil kedua.[176]
163. ‘Amrah
binti Abdurrahman, menerima dari saudaranya yakni Ummu Hisyam binti Haritsah b.
Nu’man, seorang sahabat.[177]
164. Shafiyah
binti Abi ‘Ubaid, menerima riwayat dari sebagian isteri Nabi saw. yakni Hafshah
atau Ummu Salamah.[178]
165. Shalih
b. Nabhan aal-Madani, shaduq mengalami perubahan pada ingatannya (ikhtilath).
Ibnu ‘Adi berkata: tidak ada masalah menerima orang sebelumnya seperti Abi
Dzi’bin dan Ibnu Juraij. Termasuk pada thabaqah keempat.[179]
166. Rafi’ b.
Khudaij b. Rafi’ b. al-Uwasi al-Anshari salah seorang yang syahid pada perang
khandaq.[180]
167. Khalid
b. Walid b. al-Mughirah b. Abdullah b.
Umar b. Makhzum al-Makhzuymi, mendapat gelar pedang Allah (saifullah)
Abu Sulaiman termasuk kalangan sahabat besar, keislamannya antara peristiwa
Hudzaibiyah dan pembebasan Mekkah, ia adalah panglima perang.[181]
168. Ismail
b. Abdurrahman b. Dzuaib al-Asadi, tsiqah, termasuk pada thabaqah
ketiga.[182]
169. Sulaiman
b. Mahran al-Asadi al-Kahali Abu Muhammad al-Kufi al-A’masy, tsiqah, hafiz, mengerti tentang qira’at,
seorang yang wara’, terkadang berbuat tadlis, termasuk pada
thabaqah kelima.[183]
170. Abdullah
b. abi Aufa ءlqamah b. Khalid b. Harits al-Aslami (47 H),
sahabat yang menyaksikan peristiwa Hudzaibiyah, dan Umar setelah Nabi saw.
wafat, sahabat yang terakhir wafat di Kuffah.[184]
171. Abdullah
b. ‘Abbas b. Abdul Muthalib b. Hasyim b. Abdu Manaf, anak dari paman Nabi saw.
dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah, Rasul pernah mendo’akannya agar memahami ta’wil
al-Qurلn. Ia diberi gelar lautan tinta karena keluasan
ilmunya. Ia seorang ahli ibadah dan ahli fiqh dari kalangan sahabat.[185]
172. Hiththan
b. Khufaf Abu Juwairiyyah, seorang yang masyhur dengan kunyahnya, tsiqah,
termasuk pada thabaqah ketiga.[186]
173. Abdul
Malik b. Abdul Aziz b. Juraij b. al-Umaei al-Makki, tsiqah, faqih,
Fadlil. Pernah berbuat tadlis dan meriwayatkan hadis secara irsal.[187]
174. Muhammad
b. Muslim b. Ubaidillah b. Abdullah b. Syiab b. Abdullah b. Harits b. Zahrah b.
Kilab al-Qurasyi az-Zuhri Abu Bakar, faqih, hafiz, disepakati akan
keagungan dan kekuatan hafalannya, ia adalah tokoh dari thabaqah keempat.[188]
175. Abdullah
b. Dzakwan al-Qurasyi Abu Abdurrahman al-Madani yang dikenal dengan Abu Zinad
(30 H), tsiqah, faqih, termasuk pada thabaqah kelima.[189]
176. Abdullah
b. Zaid b. ‘Amer/ ‘Amir al-Jarami Abu Qilabah al-Bashri, tsiqah, Fadlil,
banyak berbuat irsal (riwayat
secara mursal).[190]
177. Saib b.
Farukh Abu ‘Abbas al-Makki asy-Sya’iri al-A’ma, tsiqah, termasuk pada
thabaqah ketiga.[191]
178. Muhammad
b. ‘Ajlan al-Madani, shaduq, ikhtilath (berubah ingatannya di
akhirnya) riwayat dari Abu Hurairah.[192]
179. Abdullah
b. Abdurrahman b, Abi Husein b. Harits b. ‘Amir b. Naufal al-Makki an-Naufali, tsiqah,
paham tentng manasik, termasuk pada thabaqah kelima.[193]
180. Wahab b.
Abdullah as-Suwa’i, ada yang mengatakan nama bapaknya Wahab juga Abu Jahifah
(74 H) yang terkenal dengan kunyahnya,
sahabat yang dikenal sebagai sahabat Ali b. Abi Thalib.[194]
181. ‘Uqbah
b. ‘Amer b. Tsa’labah al-Anshari Abu Mas’ud al-Badari sahabat besar yang wafat
sebelum tahun 40 H.[195]
182. Abdurrrahman
b. Abdullah b. Abi ‘Imar al- Makki , tsiqah, ahli ibadah, termasuk pada thabaqah ketiga.[196]
183. Abdullah
b. Abi Najih Yasar Al-Makki Abu Yasar ats-Tsaqafi (31 H), tsiqah,
dianggap berpandangan Qadariyah, terkadang melakukan tadlis, termasuk
pada thabaqah keenam.[197]
184. Muhammad
b. Abdurrahman b. Mughirah b. Harits b. Abu Dzi’bin al-Qurasyi al-‘Amiri Abu
Harits al-Madani (58 H), tsiqah, faqih, Fadlil, termasuk
pada thabaqah ketujuh.[198]
185. Muhammad
b. ‘Amer n. Hazm al-Anshari Abu Abdul Malik al-Madani, ia melihat sahabat,
tetapi tidak mendengar suatu riwayat dari Nabi saw, kecuali dari sahabat,
terbunuh pada perang pembebasan Mekkah.[199]
186. Abdullah
b. Yasar al-Makki al-A’raj, maqbul (riwayatnya diterima), termasuk pada
thabaqah kelima.[200]
187. Abdullah
b. Zubeir b. ءwam al-Qurasyi al-Asadi Abu
Bakar dan Abu Khubaib, ia termasuk anak yang dilahirkan dalam keadaan Islam di
Madinah dari kalangan Muhajirin, pejabat pemerintahan selama sembilan tahun,
sebelum terbunuh pada bulan Dzul Hijjah 73 H.[201]
188. Muhammad
b. Abi yahya al-Aslami al-Madani Abu Yahya Sam’an (47 H), shaduq
termasuk pada thabaqah kelima.[202]
189. Qataadah
b. Nu’man b. Zaid b. ‘Amir al-Aanshari azh-Zhafari (23 H), sahabat yang ikut
perang Badar ia adalah saudara Abu Sa’id dari ibunya.[203]
190. Ibrahim
b. yahya b. Muhammad b. ‘Ibad b. Hani’ asy-Syajiri, layin hadis
(hadisnya
lemah), termasuk pada thabaqah keempat.[204]
191. Aban b.
Shalih b. ‘Amir b. ‘Ubaid al-Qurasyi, para ulama menilai tsiqah, Ibnu
Hazm lemah, Ibnu Abdil Bar menilai tidak dikenal (majhul) dan
melemahkannya, termasuk pada thabaqah kelima.[205]
193. Tsa’labah
b. Abi Malik al-Qurazhi al-Anshari Abu Malik, Abu Yahya al-Madani,
diperbincangkan status sahabatnya, al-‘Ijli menilai ia seorang tabi’i, tsiqah.[207]
194. Jabir b.
‘Atik b. Qais al-Anshari (61 H), sahabat besar, diperbincangkan tentang keikut-sertaannya pada perang Badar.[208]
195. Hasan b.
Muhammad b. Ali b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Muhammad al-Madani, tsiqah,
faqih, ia dinilai orang pertama yang
berpendapat tentang paham Murji’ah, termasuk pada thabaqah ketiga.[209]
196. Khabib
b. Abdurrahman b. Khabib b. Yasaf al-Anshari Abu Harits al-Madani, tsiqah, termasuk pada
thabaqah kelima.[210]
197. Salamah
b. Abdullah, ada yang mengatakan Ubaidillah b. Mahshan al-Anshari al-Khuthami
al-Madani, majhul (tidak dikenal), termasuk pada thabaqah keempat.[211]
198. Sa’id b.
Abi Sa’id Kisan al-Maqbari Abu Sa’d al-Madani, tsiqah, mengalami
perubahan pada ingatannya di akhir hayatnya, riwayatnya dari ‘Aisyah dan Ummu
salamah secara mursal, termasuk pada thabaqah ketiga.[212]
199. Sulaiman
b. Musa al-Amawi ad-Dimasyqi al-Asydaq, shaduq, faqih, sebagian hadis terdapat
kelemahan dan mengalami sedikit perubahan ingatan di akhir hayatnya.[213]
200. Sulaiman
b. Musa az-Zuhri Abu Daeud al-Kufi Khurasani nazil Kuffah, Damaskus,
terdapat kelemahan dalam hadisnya (fihi layyin), termasuk pada thabaqah
kedelapan.[214]
201. Samrah
b. Jundab b. Hilal al-Fazari al-Anshari, seorang sahabat Nabi saw. yang
terkenal, memiliki beberapa hadis, wafat di Basrah tahun 58 H.[215]
202. Syarik
b. Abdullah B. Abi Namr Abu Abdullah al-Madani, shaduq sering berbuat
salah dalam riwayat, termasuk pada thabaqah kelima.[216]
203. Syahabil
b. Sa’d Abu Sa’d al-Madani al-Anshari, shaduq mengalami goncangan pada
ingatan di akhir hayatnya (ikhtilath), termasuk pada thabahqah ketiga.[217]
204. Shalih
b. Kisan al-Madani abu
Muhammad/ Abu Hadis, guru dari anaknya Umar b. Abdul Aziz, tsiqah tsabt,
faqih, termasuk pada thabaqah keempat.[218]
205. Wahab b.
Kisan al-Qurasyi al-Madani (27 H), mu’allim (seorang guru), tsiqah,
tokoh pada thabaqah keempat.[219]
206. Muhammad
b. ‘Amer b. ‘Alqamah b. Waqas al-Laitsi al-Madani (47 H), shaduq,
terdapat kelemahan dalam riwayat (awham), termasuk pada thabaqah keenam.[220]
207. Muhammad
b. ‘Amer b. Halhalah ad-Diali al-Madani, tsiqah, termasuk pada thabaqah
keenam.[221]
208. Muhammad
b. Abi Bakar b. Muhammad b. Hazm al-Anshari al-Madani Abu Abdul Malik al-Qadli,
tsiqah, termasuk pada thabaqah keenam.[222]
209. Muhammad
b. Ibrahim b. Harits b. Khalid at-Taimi Abu Abdullah al-Madani, tsiqah,
memiliki hadis yang diriwayatkan secara menyendiri, tanpa ada riwayat
yang menyokongnya (fard), termasuk pada thabaqah
ketujuh.[223]
210. Muhammad
b. Abi Yahya al-Aslami al-Madani, shaduq termasuk pada thabaqah kelima.[224]
211. Musa b.
Ubaidah b. Nasyith ar-Rabadi Abu Abdul Aziz al-Madani (53 H), lemah (dlaif),
tidak ada apa-apanya di mata Abdullah b. Dinar, termasuk ahli ibadah, termasuk
pada thabaqah kecil keenam.[225]
212. Mu’awiyah
b. Ishaq b. thalhah b. Ubaidillah at-Taimi Abu al-Azhar, shaduq
terkadang lemah (wahm), termasuk pada thabaqah keenam.[226]
213. Ma;’bad
b. Khalid b. Miryana al-Kufi, tsiqah, ahli ibadah, termasuk pada
thabaqah ketiga.[227]
214. Ma’bad
b. Khalid al-Jihni al-Qadari, ada yang mengatakan ia adalah Abdullah b. ‘Akim, shaduq,
seorang ahli bid’ah, ia orang pertama yang menampakkan paham Qadariyah di
Bashrah, termasuk pada thabaqah ketiga.[228]
215. Mas’ar
b. Kidam b. Zhahir al-Hilali Abu Salmaah al-Kufi, tsiqah tsabt, Fadlil,
termasuk pada thabaqah ketujuh.[229]
216. Yazid b.
Abdullah b. Usamah b. Hadi al-Laitsi abu Abdullah al-Madani (37 H), tsiqah,
termasuk pada thabaqah kelima.[230]
217. Yusuf b.
Mahran al-Bashri , ia bukan Yusuf b. Mahik, tsiqah,
tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Jad’an, sedangkan ia (Jad’an)
seorang yang lemah dalam periwayatan (layyin hadis), termasuk pada
thabaqah keempat.[231]
218. Abdurrahman
b.Harmalah b. ‘Amer b. Sannah as-Sulami Abu Harmalah al-Madani, shaduq
terkadang terdapat salah (rubbama akhtha’), termasuk pada thabaqah
keenam.[232]
219. Abdullah
b. Thawus b. Kisan al-Yamani Abu Muhammad, tsiqah, Fadlil, ahli
ibadah, termasuk pada thabaqah keenam.[233]
220. Abdullah
b. Abi Bakr b. Muhammad b. ‘Amer b. Hazm al-Anshari al-Madani
al-Qadli, tsiqah, termasuk pada thabaqah kelima.[234]
221. Abdullah
b. abdurrahman b. Ma’mar b. Hazm al-Anshari Abu Thuwalah al-Madani, Hakim di
Madinah pada masa Umar b. Abdul Aziz, tsiqah, termasuk pada thabaqah
kelima.[235]
222. Abdullah
b. ‘Amir maula Ummu Fadl (17 H), dikatakan pula Ibn Abbaas, termasuk pada
thabaqah ketiga.[236]
223. Abdullah
b. Ma’bad b. Abbas b. Abdul Muthalib al-Abbas al-Madani, tsiqah,
sedikit meriwayatkan hadis (qalil al-hadis) termasuk pada thabaqah
ketiga.[237]
224. Abdullah
b. Ma’bad az-Zimmani, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[238]
225. Abdullah
b. Abi Labid al-Madani Abu Mughirah nazil Kuffah, tsiqah dinilai
berpaham Qadariyah, termasuk pada thabaqah keenam.[239]
226. Abdullah
b. Muhammad b. ‘Uqail b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Muhammad al-Madani, shaduq,
dalam hadisnya terdapat kelemahan, ada yang mengatakan mengalami goncangan
ingatan di akhir hidupnya.[240]
227. Abdul
Aziz b. Umar b. Abdul Aziz b. Marwan al-Amawi Abu Muhammad al-Madani,
nazil Kuffah, shaduq, terkadang salah dalam periwayatan (yukhthi’),
termasuk pada thabaqah ketujuh.[241]
228. Abdul
Aziz b. Rafi’ al-Asadi Abi Abdullah al-Makki nazil Kuffah, tsiqah,
termasuk pada thabaqah keempat.[242]
229. Abdul
Aziz b. Muhammad b. ‘Ubaid ad-Darawardi Abu Muhammad al-Jihni al-Madani, shaduq,
bila meriwayatkan dari kitab lainnya terdapat kesalahan. An-Nasa’i berkomentar;
hadisnya dari Ubaidillah al-‘Amiri
berstatus munkar, termasuk pada thabaqah
kedelapan.[243]
230. Ubaidillah
b. Umar b. hafsh b. ‘ashim b. Umar b. Khaththab al-‘Umari al-Madani Abu Utsman, tsiqah
tsabt. Ahmad b. Shalih lebih mendahulukan Ubaidillah daripada Malik dalam
riwayat Nafi’, Ibnu Ma’in mendahulukannya daripada Qasim dari ‘Aisyah ketimbang
az-Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah. Termasuk pada thabaqah kelima[244]
231. ‘Ubaidah
b. Sufyan b. harits b. Hadlrami al-Madani, tsiqah termasuk pada thabaqah
ketiga.[245]
232. ‘Adi b.
Hatim b. Abdullah b. Sa’d b. Hasyraj ath-Tha’i abu Tharif (68 H), sahabat
terkenal, menyaksikan pembebasan Iraq dan peperangan Ali.[246]
233. Umar b.
Abdil Aziz b. Marwan b. Hakam b. Abi al-‘Ash al-Amawi amirul mukminin (111 H),
dinilai termasuk khalifah rasyidin, termasuk pada thabaqah keempat.[247]
234. ‘Amer b.
Umayyah b. Khuwailid b. Abdullah Abu Umayyah adl-Dlamari, wafat pada masa
khilafah Mu’awiyyah.[248]
235. ‘Amer b.
Syarhabil b. Sa’id b. Sa’d v. ‘Ubadah al-Anshari, maqbul termasuk pada
thabaqah keenam.[249]
236. Ikrimah
b. Abdurrahman b. harits b. Hiryam al-Makhzumi Abu Abdullah al-Madani (103 H),
saudara Abu Bakar, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[250]
Demikian
beberapa nama periwayat yang penulis ungkapkan sebagai sampel dari hadis yang
dalam kitab Musnad imam asy-Syafi’i. Memang terdapat beberapa nama yang belum
dapat peneliti temukan, akan tetapi itu tidak menutup kemungkinan ada kesamaan
nama dari periwayat yang telah dipaparkan di atas. Ini terjadi setelah
mengadakan perbandingan atas guru-guru mereka dengan siapa saja yang menerima
riwayat dari periwayat tersebut.
Berkenaan
dengan ini, penulis berpendapat para periwayat di atas dapat dijadikan sampel
untuk mengetahui keadaan periwayat yang ada di dalam kitab Musnad Imam
asy-Syafi’i. Namun demikian ada kemungkinan peletakan nama-nama tersebut yang
riwayatnya diambil oleh Imam asy-Syafi’i dapat saja sebagai mutabi’
(suatu riwayat yang sanadnya menguatkan sanad hadis lain dari tema yang sama)
atau syahid (suatu riwayat yang matannya sesuai dengan matan hadis lain)
dari hadis-hadis yang telah dipaparkan beliau pada setiap bab atau
pembahasannya. Sehingga
keberadaan hadis tersebut merupakan pelengkap dan kesaksian atas riwayat yang telah
dijadikan pedoman dalam pembahasan masalah tertentu. Telaah
ini hanya berdasarkan pada standar pendekatan ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Untuk
megetahui keadaan suatu riwayat dimaksud tentu harus mengadakan iktibar sanad
dan matan dari semua hadis yang membicarakan topik bahasan yang sama, sehingga
akan diketahui keterkaitan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya.
Konsistensi
Imam asy-Syafi’i dalam Menerapkan Kriteria bagi Periwayat
Dari
jumlah periwayat tersebut banyak ditemukan para periwayat yang diberi predikat tsiqah
(rawi yang terpercaya), tsiqah tsabt (rawi yang terpercaya dan
ditetapkan), dan lain-lain ungkapan yang menunjukkan kepada predikat keutamaan
kepribadian dan kekuatan hafalan si periwayat. Dalam hal ini peneliti tidak
menelaah lebih jauh kepada para periwayat yang diberi predikat tersebut, karena
telah cukup diberi penilaian baik dan tidak terdapat permasalahan yang perlu
dibahas berkaitan dengan kepribadian dan hafalannya.[251]
Selain
dari pada itu, penulis menemukan beberapa periwayat yang dinilai oleh para
ulama kritik hadis dengan predikat shadûq (rawi yang sangat jujur).
Menurut Ibnu Abi Hatim, kelompok ini
termasuk periwayat yang bisa dikutip hadisnya dan dianggap layak pakai. Pada
kriteria ini tidak dijelaskan kualitas kedlabitan, meski demikian hadisnya
dinilai sama seperti kelompok sebelumnya. Diperkuat lagi oleh Yahya bin Ma’in
yang memberikan penjelasan kata shadûq atau la ba’sa bih (periwayat
ini tidak bermasalah), maka sungguh periwayat itu tsiqah.[252]
Kalimat
“shâlih al-hadis” menunjukkan kepada hadis periwayat itu ditulis untuk
dii’tibar. Ibn ash-Shalah meriwayatkan dari Abu Ja‘far Ahmad bin Sinân,
ia berkata: Abd ar-Rahman bin Mahdi terkadang menyebut hadis seseorang
yang di dalamnya terdapat kelemahan ia berkata: “periwayat ini shadûq
dan shâlih al-hadis” yang artinya keadaanya tidak jauh berbeda dengan
predikat shadûq.[253]
Kalimat
“munkar al-hadis” dan “yarwi al-manâkir” menunjukkan
periwayatannya adalah banyak menyendiri (tafarud), tidak ada riwayat
lain yang meriwayatkan. Sedangkan ungkapan “hadis munkar” adalah istilah
yang datang dari kalangan ulama mutaakhirin yang berarti hadis itu
diriwayatkan oleh periwayat dlaif dan bertentangan dengan periwayat tsiqah.
Berbeda dengan kalangan mutaqaddimin bila menyebut hadis munkar
adalah hadis tersebut diriwayatkan secara menyendiri (ifrad) oleh perawi
tsiqah, seperti Ahmad bin Hanbal, Duhaim, dan lainnya.[254]
Kalimat
“shadûq” termasuk dalam kategori at-ta‘dîl yang berarti “yuktabu
hadisuhu wa yunzhar fihi’, yakni hadisnya ditulis untuk diteliti, jika ia
seorang periwayat yang banyak salah , maka hadisnya tidak dibutuhkan. Sedangkan
bila ternyata ia sedikit saja melakukan salah maka hadisnya dapat diambil dan
dijadikan pegangan.[255]
Terkadang ada periwayat yang mendapat predikat seperti ini dengan tambahan
tetapi ia seorang ahli bid‘ah (shadûq lâkinnahu mubtadi’) suatu
tingkatan pada al-jarh yang kelima, ini diberikan bila ternyata
bid‘ah yang dilakukannya mengakibatkan fasik, seperti kelompok khawârij, dan
Rafidli yang tidak ekstrem dan semua golongan yang secara lahir tempak
bertentangan dalam hal masalah ushûl (pokok) dengan Ahlussunnah. Adapun
bila pelakunya dikafirkan maka periwayatannya tertolak, termasuk di dalamnya
kelompok Rafidli
(Syi‘ah) ekstrem (ghullat) yang menganggap Ali bin Abi Thâlib sebagai
Tuhan.[256]
Kalimat
“layin al-hadis” berarti lemah hadisnya. Diberikan kepada periwayat yang
lemah hafalannya, maka hadisnya ditulis untuk dijadikan i‘tibar
(ditelaah kembali) dan dikaji lebih dalam. Periwayat tersebut tidak gugur riwayatnya atau hadisnya ditinggalkan, tetapi
ia terkena al-jarh disebabkan sesuatu hal.[257] Adapula komentar lain sesudah
ungkapan shadûq seperti di atas
yang merupakan catatan dari ulama kritik hadis. Beberapa nama tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
No
|
Urut
|
Nama Periwayat
|
Predikat ulama
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
|
449
1259
390
4695
4833
5050
4160
6625
3840
755
950
1882
2175
289
6136
3662
6395
5601
4387
6781
6807
1545
1326
3719
268
2499
2616
2788
2764
6188
6395
6989
6748
384
3592
4113
4119
5047
|
Ishaq b. Abdullah b. Abi Farwah
Abu Wahab al-Jaisani ad-Dailami
Usamah b. Zaid b. Aslam al-‘Aduwi
‘Ali b. Abi Bakr b. Sulaiman
‘Imar b. Mu’awiyah al-Kufi
‘Amer b. Syu’aib b. Muhammad
Abdul Majid b. Abdurrahman
Muslim b. Khalid al-Makki
Abdurrahman b Harmalah al-Aslami
Yahya b. Sa’id bin Aban al-Umawi
Ja’far bin Muhammad bin Ali
Ar-Rabi’ b. Anas al-Bakri al-Hanafi
Salim b. Abdullah b. Umar
Shalih b. Nabhan al-Madani
Muhammad b. ‘Ajlan al-Madani
Abdullah b. Abi Najih al-Makki
Muhammad b. Abi Yahya al-Aslami
Qais al-‘Abdi
‘Ubaid b. ‘Umair al-Asbahi
Ma’bad b. Ka’ab b. Malik al-Anshar
Ma’la b. Hilal b. Suwaid al-Kufi
Hamid b. Zadawiyah
Al-Husein b. Abdullah al-Madani
Abdullah b. Yasar al-A’raj al-Makki
Ibrahim b. Yahya asy-Syajari
Salamah b. Abdullah al-Khathami
Sulaiman b. Musa al-Amawi
Syarik b. Abdullah al-Madani
Syarhabil b. Sa’id al-Anshari
Muhammad b. ‘Amer al-Madani
Muhammad b. Abi Yahya al-Aslami
Musa b. ‘Ubaidah al-Madani
Mu’awiyah b. Ishaq at-Taimi
‘Abdurrahman b. Harmalah al-Kufi
Abdullah b. Muhammad b. ‘Uqail
‘Abdul ‘Aziz b. Umar ‘Abdul ‘Aziz
‘Abdul ‘Aziz b. Muhammad al-Jihni
‘Amer b. Syarhabil al-Anshari
|
munkarul hadis
isnaduhu nazhar majhul hal
munkar hadis, dlu’afa
shadûq rubbama akhtha’
shadûq, yatasyayyu’
shadûq
shadûq, yukhthi’
murji’ah, matruk
faqih shadûq katsir awham
shadûq rubbama akhtha’
shadûq gharib
shadûq faqih imam
shadûq lahu awham syi’ah
shadûq
shadûq, ikhtilath
shadûq, ikhtilath
tsiqah, rubbama dallasa
shadûq
maqbul
maqbul
maqbul
ittafaq an-Nuqad ‘ala
takdzibih
majhul wahm khalat
dlaif
maqbul
layin hadis
majhul
shadûq, fi
hadisih layin khalath
shadûq yukhthi’
shadûq ikhtilath
shadûq lahu awham
shadûq
dlaif
shadûq rubama wahm
shadûq rubama akhta
shadûq fi hadisihi layin
maqbul
maqbul
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat dinyatakan bahwa di dalam kitab Musnad Imam
asy-Syafi’i tidak hanya terdapat
periwayat yang memiliki penilaian tsiqah saja, shadûq, akan
tetapi amat bervariasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Imam asy-Syafi’i
di dalam memasukkan hadis yang bersumber dari para periwayat menurut penilaian
di atas ada beberapa nama kurang sesuai dengan kriteria yang ditetapkannya.
Di dalam penetapan kriteria
keshahihan hadis sebagaimana dipaparkan pada pembahasan terdahulu, beliau di
antaranya menerima hadis dari orang yang dikenal jujur
dalam agamanya. Akan tetapi ketika memadukan dengan point periwayat
hendaknya (1) menyadari suatu lafazh yang dapat mengubah arti hadis, (2) cakap
meriwayatkan hadis kata demi kata, sebagaimana yang didengar, (3) tidak
meriwayatkan hadis secara makna, (4) tidak berbuat tadlis, (5) tidak
bertentangan dengan riwayat lain. Beberapa point tersebut bila dibandingkan
dengan penilaian ulama pada tabel di atas terdapat periwayat yang mendapat
predikat wahm, layin, khalath, yukhthi’, tadlis, mungkar hadis, dan
lain-lain akan diketahui ada kemungkinan berbuat kesalahan baik dalam perubahan
kata, periwayatan dengan makna sehingga bertentangan dengan riwayat lain.
Penulis
juga menemukan beberapa hadis yang hanya disandarkan kepada para sahabat serta
tidak sampai kepada Rasulullah. Dengan kata lain di dalam kitab Musnad Imam
asy-Syafi’i tidak hanya memuat hadis marfu’, akan tetapi
terdapat pula hadis mauquf. Terlepas dari apakah hadis-hadis tersebut
dijadikan penguat dan sekadar menyokong hadis-hadis yang ada atau memang
berdiri sendiri. Hadis-hadis itu dapat dilihat pada tabel berikut:
No
|
Nomor Urut Hadis
|
Kitab/bab
|
Ket
|
1
|
5,18,19,20,21,22,23,24,27,28, 29,30,31,32
|
Asyrabat |
14 hadis
|
2
|
10,11,12,13,14,17,18,20,21,22,33,41
|
Imamah |
12 hadis
|
3
|
3,4,5,11,12,13,14,15,17
|
Qatha’ fi Saraqah |
9 hadis
|
4
|
1,2,7,12,17,18,24,25
|
Amali fi Shalah |
8 hadis
|
Jumlah |
43 hadis
|
Dengan demikian hadis-hadis
yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i tidak semuanya marfu’ atau sampai
kepada Nabi Muhammad saw. akan tetapi disandarkan kepada sahabat. Gambaran ini
dapat mengantarkan pemahaman kita akan eksistensi kitab Musnad asy-Syafi’i,
yakni di dalamnya terdapat hadis-hadis yang memiliki jalur periwayatan yang
shahih, dan ada jalur periwayatan yang tidak memenuhi standar keshahihan hadis
yang ditetapkannya. Konsistensi
yang dilakukan oleh Imam asy-Syafi’i antara kriteria keshahihan hadis dan
aplikasinya tidak selamanya dilakukan. Terlepas dari keberadaan hadis-hadis
yang memuat para periwayat yang tidak sesuati standarnya itu hadis pokok atau
sebagai hadis penguat semata.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, paling tidak ada bebera pemahaman terkait kitab musnad Imam
asy-Syafi’i; Pertama, kitab Musnad tersebut memang benar-benar karya
tulis Imam asy-Syafi’i. Penamaan kitab tersebut yang dinisbatkan kepadanya bisa
saja diletakkan oleh muridnyaatau orang lain. Adapun hadis-hadis yang
terkandung di dalamnya merupakan karya tulis dan hasil pengembaraan ilmiahnya
yang terdapat karyanya yang lain, seperti al-Umm. Kedua, kriteria
keshahihan hadis yang ditetapkan oleh Imam asy-Syafi’i termasuk kaidah tertua
yang pernah ada. Para ulama hadis kemudian mencermati kaidah tersebut dan
mengambilnya menjadi bagian yang tidak bisa ditinggal dalam menetapkan
keotentikan sebuah hadis. Ketiga, konsistensi Imam asy-Syafi’i dalam
menerima riwayat dari orang-orang yang tidak memenuhi standar ketetapan yang
ditentukannya perlu dikaji lebih jauh. Jika riwayat-riwayat yang mendai sampel
dalam tulisan ini memang merupakan hadis pokok dalam setiap babnya, tentu hal
itu sebagai indikasi bahwa Imam asy-Syafi’i belum sepenuhnya konsisten. Akan
tetapi jika hadis-hadis itu hanya bersifat pengulanagan dan penguatan suatu
permbahasan, sedangkan hadis pokoknya otentik, itupun menimbulkan pertanyaan
akan kealpaannya memadukkan riwayat yang memuat para periwayat yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Wallahu A’lam.
Daftar
Pustaka
Abu
Zahrah, Asy-Syâfi’i Ara’uhu wa Hayatuhu wa Ashruhu wa Fiqhuhu,
Beirut: Dâr al-Fikr al-Arabiyah, 1948.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1994.
______, Taqrib at-Tahdzib,
Shuria: Dâr ar-Rahid, 1986 M/1406 H.
Muhamamd Abdul Aziz Al-Khuli, Tarikh Funun al-Hadits, Beirut;
Dar al-Qalam, 1986.
Abu
al-Hasanât Muhammad Abd al-Hayy al-Hindi al-Laknawi, ar-Raf‘u wa at-Takmîl
fi al-jarh wa at-Ta‘dîl, Kairo: Dâr
al-Aqsâ, 1970.
al-Nawawi, Dasar-dasar
Ilmu Hadis, Terj. Syarif Hade Masyah, Pustaka Firdaus: Jakarta, 2001.
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet. VII.
Mustafa as-Siba’i,
As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, Kairo: Dâr al-Kaumiyah, 1949.
asy-Syafi’i, al-Umm,
Beirut: Dar al-Fikr, 1980, juz I.
______, ar-Risalah,
ditahqiqi olah Ahmad Muhammad Syakir, Beirut: Dar al-Fikr, 1309 H.
Zhafar Ahmad al-Utsmâni at-Tahanawi (1310-1394
H), Qawâ‘id fi ‘ulûm al-Hadîts, tahqiq Abd al-Fattah Abu Ghuddah,
Beirut: Maktabah al-Mathbu‘ah al-Islâmiyyah, tth.
Abu ‘Amr
Ibnu ash-Shalâh, Muqaddimah Ibn
ass-Shalâh wa Mahâsin al-Istilâh, tahqiq ‘Aisyah bin asy-Syati‘, Kairo:
Dâr al-Ma‘ârif, 1979.
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadits, Bandung: al-Ma’arif, 1981,
cet. VII.
Subhi Shalih, Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu,Beirut: Dar al-Hilmi li
al-Malayani, t.th.
[1] Dosen Hadits Fakultas Ushuluddin
IAIN Raden Intan Lampung
[2] Mustafa
as-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, (Kairo:
Dâr al-Kaumiyah, 1949), h. 400-401.
[3] Abu Zahrah, Asy-Syâfi’i Ara’uhu wa
Hayatuhu wa Ashruhu wa Fiqhuhu, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Arabiyah, 1948), h. 234.
[4] Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadits,
(Bandung: al-Ma’arif, 1981), cet. VII, h. 324.
[5] Subhi Shalih, Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu,(Beirut:
Dar al-Hilmi li al-Malayani, t.th.), h. 388.
[6] Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet. VII, h. 78-79.
[7] Muhamamd Abdul Aziz al-Khuli, Tarikh Funun
al-Hadits, (Beirut; Dar al-Qalam, 1986), cet. I, h. 34.
[8] Subhi Shalih, Ulumul Hadis….., h.
110-111.
[9] Ibid.,
h. 373.
[10] asy-Syafi’i, al-Umm, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1980), juz I, h. 13.
[11] Imam
asy-Syafi’i, ar-Risalah, ditahqiqi olah Ahmad Muhammad Syakir, (Beirut:
Dar al-Fikr,
1309 H), h. 370-371; Ibnu
Khalikan, Op.cit., h. 107, 109.
[12]
asy-Syafi’i, Ar-Risalah…..., h. 461-463
[13] Ibid.,
h. 373.
[14] Ibid.
[15] Ibnu
Khalikan, Op.cit., h. 106-107.
[16] Ibid.
[17] Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), biografi no. 536.
[18] Ibid., biografi no. 350.
[19] Ibid., biografi no. 690.
[20] Ibid., biografi no. 448.
[21] Ibid., biografi no. 449.
[22] Ibid, biografi no. 536.
[23] Ibid., biografi no. 1216.
[24] Ibid., biografi no. 2544.
[25] Ibid., biografi 757.
[26] Ibid., biografi no. 759.
[27] Ibid., biografi no. 1259.
[28] Ibid., biografi no. 947.
[29] Ibid., biografi no. 662.
[30] Ibid., biografi no. 216.
[31] Ibid., biografi no. 217.
[32] Ibid., biografi no. 271.
[33] Ibid., biografi no. 272.
[34] Ibid., biografi no. 273.
[35] Ibid., biografi no. 274.
[36] Ibid., biografi no. 275.
[37] Ibid., biografi no. 276.
[38] Ibid., biografi no. 277.
[39] Ibid., biografi no. 278.
[40] Ibid., biografi no. 284.
[41] Ibid., biografi no. 285.
[42] Ibid., biografi no. 286.
[43] Ibid., biografi no. 539.
[44] Ibid., biografi no. 350.
[45] Ibid., biografi no. 733.
[46] Ibid., biografi no. 483.
[47] Ibid., biografi no. 390.
[48] Ibid., biografi no. 392.
[49] Ibnu Hajar al-Asqalani, Taqrib at-Tahdzib,
Shuria: Dâr ar-Rahid, 1986 M/1406 H, biografi no. 871.
[50] al-Asqalani, Taqrib, Ibid.,
biografi no. 950.
[51] Ibid., biografi no. 951.
[52] Ibid., biografi no. 952.
[53] Ibid., biografi no. 994.
[54] Ibid., biografi no. 1545.
[55] Ibid., biografi no. 1154.
[56] Ibid., biografi no. 1155.
[57] Ibid., biografi no. 1156.
[58] Ibid., biografi no.1499.
[59] Ibid., biografi no. 1326.
[60] Ibid., biografi no. 1779.
[61] Ibid., biografi no.1882.
[62] Ibid., biografi no. 2117.
[63] Ibid., biografi no. 2658.
[64] Ibid., biografi no. 2451.
[65] Ibid., biografi no. 2553.
[66] Ibid., biografi no. 2202.
[67] Ibid., biografi no. 2619.
[68] Ibid., biografi no. 2396.
[69] Ibid., biografi no. 2312.
[70] Ibid., biografi no. 2313.
[71] Ibid., biografi no. 2176.
[72] Ibid., biografi no. 2177.
[73] Ibid., biografi no. 2178.
[74] Ibid., biografi no. 2179.
[75] Ibid., biografi no. 5717.
[76] Ibid., biografi no. 2843.
[77] Ibid., biografi no. 2932.
[78] Ibid., biografi no. 2936.
[79] Ibid., biografi no. 2945.
[80] Ibid., biografi no. 3009.
[81] Ibid., biografi no. 3208.
[82] Ibid., biografi no. 3236.
[83] Ibid., biografi no. 3239.
[84] Ibid., biografi no. 3220.
[85] Ibid., biografi no. 3397.
[86] Ibid., biografi no. 3399.
[87] Ibid., biografi no. 3490.
[88] Ibid., biografi no. 3499.
[89] Ibid., biografi no. 3704.
[90] Ibid., biografi no. 3705.
[91] Ibid., biografi no. 3710.
[92] Ibid., biografi no. 3533.
[93] Ibid., biografi no. 4304.
[94] Ibid., biografi no. 431.
[95] Ibid., biografi no. 4311.
[96] Ibid., biografi no. 3798.
[97] Ibid., biografi no. 3980.
[98] Ibid., biografi no. 3981.
[99] Ibid., biografi no. 3840.
[100] Ibid., biografi no. 3841.
[101] Ibid., biografi no. 4033.
[102] Ibid., biografi no. 4344.
[103] Ibid., biografi no. 7839.
[104] Ibid., biografi no. 755.
[105] Ibid., biografi no. 7006.
[106] Ibid., biografi no. 7007.
[107] Ibid., biografi no. 7558.
[108] Ibid., biografi no. 7529.
[109] Ibid., biografi no. 7530.
[110] Ibid., biografi no. 7302.
[111] Ibid., biografi no. 7316.
[112] Ibid., biografi no. 7380.
[113] Ibid., biografi no. 7388.
[114] Ibid., biografi no. 7072.
[115] Ibid., biografi no. 7073.
[116] Ibid., biografi no. 7074.
[117] Ibid., biografi no. 7077.
[118] Ibid., biografi no. 6451.
[119] Ibid., biografi no. 5721.
[120] Ibid., biografi no. 5725.
[121] Ibid., biografi no. 6151.
[122] Ibid., biografi no. 6068.
[123] Ibid., biografi no. 5947.
[124] Ibid., biografi no. 6381.
[125] Ibid., biografi no. 6425.
[126] Ibid., biografi no. 6481.
[127] Ibid., biografi no. 6482.
[128] Ibid., biografi no. 6483.
[129] Ibid., biografi no. 6484.
[130] Ibid., biografi no. 6512.
[131] Ibid., biografi no. 6517.
[132] Ibid., biografi no. 6625.
[133] Ibid., biografi no. 6672.
[134] Ibid., biografi no. 6543.
[135] Ibid., biografi no. 6781.
[136] Ibid., biografi no. 6807.
[137] Ibid., biografi no. 6808.
[138] Ibid., biografi no. 6809.
[139] Ibid., biografi no. 6811.
[140] Ibid., biografi no. 6812.
[141] Ibid., biografi no. 6813.
[142] Ibid., biografi no. 6814.
[143] Ibid., biografi no. 6817.
[144] Ibid., biografi no. 5638.
[145] Ibid., biografi no. 5518.
[146] Ibid., biografi no. 5520.
[147] Ibid., biografi no. 5521.
[148] Ibid., biografi no. 5512.
[149] Ibid., biografi no. 5469.
[150] Ibid., biografi no. 5470.
[151] Ibid., biografi no. 5601.
[152] Ibid., biografi no. 5223.
[153] Ibid., biografi no. 5044.
[154] Ibid., biografi no. 4288.
[155] Ibid., biografi no. 4833.
[156] Ibid., biografi no. 5024.
[157] Ibid., biografi no. 5025.
[158] Ibid., biografi no. 5026.
[159] Ibid., biografi no. 5050.
[160] Ibid., biografi no. 4476.
[161] Ibid., biografi no. 4386.
[162] Ibid., biografi no. 4160.
[163] Ibid., biografi no. 4261.
[164] Ibid., biografi no. 4753.
[165] Ibid., biografi no. 4695.
[166] Ibid., biografi no. 4425.
[167] Ibid., biografi no. 3454.
[168] Ibid., biografi no. 5277.
[169] Ibid., biografi no. 5219.
[170] Ibid., biografi no. 4561.
[171] Ibid., biografi no. 4567.
[172] Ibid., biografi no. 4569.
[173] Ibid., biografi no. 4571.
[174] Ibid., biografi no. 4570.
[175] Ibid., biografi no. 4888.
[176] Ibid., biografi no. 4605.
[177] Ibid., biografi no. 3511.
[178] Ibid., biografi no. 3451.
[179] Ibid., biografi no. 289.
[180] Ibid., biografi no. 1861.
[181] Ibid., biografi no. 1684.
[182] Ibid., biografi no. 461.
[183] Ibid., biografi no.2615.
[184] Ibid., biografi no. 3219.
[185] Ibid., biografi no. 3409.
[186] Ibid., biografi no. 1398.
[187] Ibid., biografi no.4193.
[188] Ibid., biografi no. 6296.
[189] Ibid., biografi no. 3302.
[190] Ibid., biografi no. 3333.
[191] Ibid., biografi no. 2199.
[192] Ibid., biografi no. 6136.
[193] Ibid., biografi no. 3430.
[194] Ibid., biografi no. 7479.
[195] Ibid., biografi no. 4647.
[196] Ibid., biografi no. 3921.
[197] Ibid., biografi no. 3662.
[198] Ibid., biografi no. 6082.
[199] Ibid., biografi no. 6182.
[200] Ibid., biografi no. 3719.
[201] Ibid., biografi no. 3319.
[202] Ibid., biografi no. 6390.
[203] Ibid., biografi no. 5521.
[204] Ibid., biografi no. 268,
[205] Ibid., biografi no. 137.
[206] Ibid., biografi no. 803.
[207] Ibid., biografi no. 840.
[208] Ibid., biografi no. 872.
[209] Ibid., biografi no. 1284.
[210] Ibid., biografi no. 1702.
[211] Ibid., biografi no. 2499.
[212] Ibid., biografi no. 2321.
[213] Ibid., biografi no. 2616.
[214] Ibid., biografi no. 2617.
[215] Ibid., biografi no. 2630.
[216] Ibid., biografi no. 2788.
[217] Ibid., biografi no. 2764.
[218] Ibid., biografi no. 2884.
[219] Ibid., biografi no. 7483.
[220] Ibid., biografi no. 6188.
[221] Ibid., biografi no. 6184.
[222] Ibid., biografi no. 5763.
[223] Ibid., biografi no. 5691.
[224] Ibid., biografi no. 6395.
[225] Ibid., biografi no. 6989.
[226] Ibid., biografi no. 6748.
[227] Ibid., biografi no. 6774.
[228] Ibid., biografi no. 6777.
[229] Ibid., biografi no. 6605.
[230] Ibid., biografi no. 7737.
[231] Ibid., biografi no. 7886.
[232] Ibid., biografi no. 384.
[233] Ibid., biografi no. 3397.
[234] Ibid., biografi no. 3239.
[235] Ibid., biografi no. 3435.
[236] Ibid., biografi no. 3513.
[237] Ibid., biografi no. 3632.
[238] Ibid., biografi no. 3633.
[239] Ibid., biografi no. 3560.
[240] Ibid., biografi no. 3592.
[241] Ibid., biografi no. 4113.
[242] Ibid., biografi no. 4095.
[243] Ibid., biografi no. 4119.
[244] Ibid., biografi no. 4324.
[245] Ibid., biografi no. 4411.
[246] Ibid., biografi no. 4540.
[247] Ibid., biografi no. 4940.
[248] Ibid., biografi no. 4990.
[249] Ibid., biografi no. 5047.
[250] Ibid., biografi no. 4671.
[251] Imam al-Nawawi, Dasar-dasar Ilmu Hadis,
Terj. Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)
[252] Ibid.
[253] Abu ‘Amr bin ash-Shalâh, Muqaddimah Ibn
ass-Shalâh wa Mahâsin al-Istilâh, tahqiq ‘Aisyah bin asy-Syati‘, (Kairo:
Dâr al-Ma‘ârif, 1979), h. 59.
[254] Abu al-Hasanât Muhammad Abd al-Hayy al-Laknawi
al-Hindi, ar-Raf‘u wa at-Takmîl fi al-jarh wa at-Ta‘dîl, (Kairo:
Dâr al-Aqsâ, 1970), h. 97; Zhafar
Ahmad al-Utsmâni at-Tahanawi (1310-1394 H), Qawâ‘id fi ‘ulûm al-Hadîts,
tahqiq Abd al-Fattah Abu Ghuddah, (Beirut: Maktabah al-Mathbu‘ah al-Islâmiyyah,
tth), h. 259-260.
[255] al-Laknawi, op.cit., h. 182-183;
at-Tahanawi, op.cit., h. 244-248.
[256] Al-Laknawi, op.cit., h. 144-145.
[257] Ibn ash-Shalâh, lo.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar