Rabu, 25 September 2013

Periwayat Hadis Dalam Kitab Musnad Imam Asy-Syafi’i (Telaah atas Kriteria dan Konsistensinya)

Periwayat Hadis Dalam Kitab 
Musnad Imam Asy-Syafi’i
(Telaah atas Kriteria dan Konsistensinya)




Oleh:
Ahmad Isnaeni[1]


Abstrak
Kaidah keshahihan hadis Imam asy-Syafi’i mencakup semua bagian hadis, sisi sanad dan matan. Kriteria Sanad secara tegas meliputi aspek keadilan dan kedhabitan periwayat. Secara teoritis, kualitas hadis yang diterima menurut kriteria tersebut jelas menduduki predikat otentik. Akan tetapi hal ini perlu ditelaah lebih lanjut ke dalam kitab musnadnya. Benarkah kriteria dan persyaratan seorang periwayat yang siqah dan dhabit telah tercukupi dan mengikuti standar yang ada dan yang telah ditetapkannya. Tulisan ini bertujuan menganalisa kriteria keshahihan hadis yang telah dipaparkan oleh Imam asy-Syafi’i. Analisa ini dilakukan dengan menelaah para periwayat (rijal) hadis yang terdapat di dalam kitab Musnadnya. Benarkah semua persyaratan dan kriteria yang beliau paparkan benar-benar terdapat di dalam kitabnya tersebut.

Kata Kunci: Periwayat, Musnad, Imam asy-Syafi’i



Pendahuluan
Imam asy-Syafi’i salah satu di antara sekian banyak ulama yang memiliki perhatian khusus terhadap hadis. Keahlian dalam bidang hadis ini dibuktikan ketika Ahmad bin Hanbal memerlukan konfirmasi tentang keotentikan suatu hadis. Ibn Hanbal pernah berkata bahwa semula ia tidak dapat membedakan antara hadis shahih dan hadis palsu sehingga saya menghadiri majelis Imam asy-Syafi’i.[2] Imam Asy-Syafi’i dikenal sebagai tokoh yang gigih dalam mempertahankan kehujjahan hadis ahad.[3] Karya beliau dalam bidang hadis di antaranya ialah kitab al-Musnad yang dikenal dengan Musnad asy-Syafi’i , dan Ikhtilaf al-Hadis.[4] Sementara itu kitab fiqh karya beliau seperti al-Umm sebenarnya banyak terdapat kajian hadis akan tetapi lebih masyhur dengan kitab fiqh.
Sedikit sekali pengkaji riwayat dan sejarah intelektual Imam asy-Syafi'i yang membahas tentang kitab Musnadnya. Barangkali karena masih ada yang meragukan apakah kitab tersebut benar-benar karya beliau atau bukan. Memang tidak ada yang mendiskusikan masalah tersebut, misalnya Abu Zahrah dalam bukunya tentang sejarah kehidupan dan perkembangan madzhab Imam asy-Syafi'i juga tidak membahasnya. Abdul Halim al-Jundi yang menulis tentang "al-Imam asy-Syafi'i, Nasirus Sunnah wa Wadli'ul Ushul" juga tidak menyebutnya. Tetapi dalam beberapa kitab ilmu hadis terdapat komentar lain tentang kitab Musnad asy-Syafi'i sebagai karyanya. Tetapi dalam beberapa kitab ilmu hadis lain menyebutkan  tentang kitab Musnad tersebut, seperti kitab "Ulumul Hadis wa Musthalahuhu" karya Subhi Shalih memberikan keterangan bahwa kitab "al-Mabsut" karya Imam asy-Syafi'i ditakhrijkan  hadis-hadisnya yang musnad oleh Abu 'Amer Muhammad bin Ja'far an-Naisaburi. Berkenaan dengan inilah, bahwa Imam asy-Syafi'i memiliki satu tulisan bernama "Musnad asy-Syafi'i".[5]
            Hasbi ash-Shiddieqy memberikan komentar lain, ia menyebutkan bahwa kitab Musnad asy-Syafi'i adalah kitab kumpulan hadis-hadis yang dipakai hujjah oleh Imam asy-Syafi'i dalam kitab al-Ummnya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa menurut pentahkiknya al-Biqa'i, bahwa musnad itu bukan susunan Imam asy-Syafi'i, yang semua hadisnya diambil dari kitab al-Umm, lalu susunan kitab tersebut diberi nama Musnad asy-Syafi'i.[6] Jika pentahkikan al-Biqa'i itu benar, tidak dapat diartikan secara mutlak bahwa Imam asy-Syafi'i tidak menulis kitab Musnad, apalagi yang menyusun kembali hadis-hadis yang semula termut dalam al-Umm itu muridnya sendiri, yaitu al-Asam. Bisa jadi ia diperintahkan oleh Imam asy-Syafi'i dalam menyusun kitab itu. Menurut Muhammad Abdul Aziz al-Khuli, di antara kitab-kitab hadis yang masyhur pada abad kedua Hijriyah adalah kitab Musnad Imam asy-Syafi'i. Demikian pula pendapat Hasbi ash-Shiddieqy. [7] Subhi Shalih menyebutkan kembali bahwa Imam ar-Razi pernah memberi pernyataan yang menyebutkan kitab asy-Syafi'i yang  bernama Musnad asy-Syafi'i adalah sebuah kitab yang masyhur di dunia".[8] Dengan demikian tidak dapat diragukan lagi bahwa kitab Musnad yang dimaksud adalah benar-benar karya Imam asy-Syafi'i, dari sekian banyak karya-karyanya.
Kajian kritis ini untuk menganalisa kualitas para periwayat yang ada di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i dengan menelaah penilaian para ulama yang terdapat di dalam kitab rijal hadis. Upaya ini didasarkan kepada pendapat ulama terhadap para periwayat hadis yang menjadi sanad dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i,  kemudian ditelaah berdasarkan kaidah jarh wa ta’dil kemudian disimpulkan, maka akan tergambar konsisten atau tidaknya beliau di dalam menerima riwayat yang terdapat dalam kitab Musnadnya dengan apa yang dipaparkan secara teoritik.

Problematika Hadis dalam Sistem Istinbath  Imam Asy-Syafi’i
            Imam asy-Syafi’i  dalam mengutarakan pendapatnya atau beristinbath hukum bersumber pada empat, yakni al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan  qiyas. Sebagaimana dipaparkan beliau dalam kitab al-Umm, sebagai berikut: “Imam asy-Syafi’i  membangun madzhabnya (pendapatnya) atas dasar al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas”.[9] Keempat dasar di atas, penulis hanya akan mengemukakan peranan hadis sebagai salah satu sumber yang dipakai asy-Syafi’i sebagai hujjah dalam beristinbath hukum. Menurut beliau hadis diutamakan pengambilannya daripada ra’yu (pendapat) dan juga amalan penduduk Madinah tidak berlaku jika bertentangan dengan hadis. Sehingga tidak heran jika para ulama  menilai orang yang paling banyak mengikuti hadis adalah Imam asy-Syafi’i.[10].
Hadis yang dijadikan hujjah menurut madzhab Imam asy-Syafi’i  adalah hadis-hadis shahih, beliau  menyatakan: “Apabila suatu hadis bersambung sanadnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sanadnya shahih, maka itulah sunnah[11] Perihal hadis dla’if, beliau juga memakainya, tetapi terbatas pada keutamaan amal (fadla’il a’mal) seperti untuk memperbanyak zikir, shadaqah, dan lain-lain. Sedangkan hadis mursal dalam madzhab Syafi’i tidak dipakai, kecuali mursal Sa’id bin Musayyab. Hadis mursal menurutnya sama  dengan  hadis  munqathi’, yakni hadis yang terjadi jika tabi’in menyaksikan sahabat Nabi kemudian  dia  meriwayatkan hadis secara terputus.
            Syarat diterimanya hadis mursal menurut beliau adalah: (a) bila periwayatan hadis mursal tersebut disekutui oleh orang yang hafal dan terpercaya, serta mereka menyandarkan hadisnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; (b) bila pengirsalan hadis itu tunggal, maka harus ada pengirsalan lain yang diterima hadisnya oleh ahli ilmu; (c) apabila hadis mursal tersebut diriwayatkan oleh kebanyakan sahabat, dan hadis itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah; (d) bila ahli ilmu pada umumnya, berfatwa dengan hadis mursal tersebut, dan hadis itu diriwayatkan dari Nabi tetapi periwayatnya bukan orang-orang majhul dan dibenci periwayatannya.[12]
Berkenaan dengan hadis ahad, sebagaimana uraian terdahulu, Imam asy-Syafi’i menerimanya sebagai hujjah, dan ia sebagai pelopor yang menggunakan kehujjahan hadis ahad. Asy-Syafi’i menyatakan: “Saya menerima hadis dari satu orang, baik laki-laki maupun perempuan, dan saya tidak menerima salah satu dari keduanya dalam masalah kesaksian”.[13] Imam asy-Syafi’i pernah menyatakan perlunya kembali kepada sunnah Rasul bila ternyata terdapat suatu hadis yang menjelaskan suatu masalah, serta meninggalkan pendapat siapa saja termasuk dari fatwanya sendiri. Beliau pernah berkata: “Setiap yang saya utarakan tentang suatu pendapat, dan pendapat saya itu berbeda dengan hadis Nabi, maka hadis Nabi lebih utama untuk dipegangi dan diikuti, dan janganlah mengikuti pendapat saya”.[14] Beliau juga pernah berkata: “Jika kalian menemui sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ikutilah, dan janganlah menghiraukan pendapat seseorangpun”.[15] Dalam suatu riwayat, beliau juga pernah menyatakan; “Jika kalian mendapatkan hadis shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka katakanlah kepadaku, sehingga aku berpendapat berdasarkan hadis shahih tersebut di mana saja aku berada”.[16]

Keadaan Periwayat Hadis dalam Kitab Musnad Imam asy-Syafi’i.
Sebagaimana telah dipaparkan pada pembahasan terdahulu, bahwa tulisan ini secara khusus bertujuan mengkritik periwayat yang ada di dalam Kitab Musnad Imam asy-Syafi’i. Hal ini sebagai konfirmasi atas kritetia hadis shahih menurut imam asy-Syafi’i sendiri. Sampel penelitian yang diambil sebanyak 179 hadis yang tersebar dalam 5 kitab/bab. Setelah mengadakan pengidentifikasian terhadap hadis-hadis tersebut kemudian mengadakan penyortiran nama-nama periwayat yang sama dari semua hadis yang ada. Penulis mendapatkan sampel periwayat dari jumlah hadis di atas sejumlah 247 orang periwayat. Adapun kitab rujukan yang digunakan untuk melihat kualitas periwayat dimaksud adalah “Tahdzib at-Tahdzib” dan “Taqrib at-Tahdzib” keduanya karya Ibnu Hajar al-Asqalani. Selain pertimbangan waktu dan kemampuan, kedua kitab tersebut merupakan catatan kesimpulan dari beberapa kitab rijal al-hadis.
Berikut ini nama-nama periwayat yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, yakni:
1.      Abu Salamah b. Abdurrahman b ‘Auf  b. Abdu Manaf az-Zuhri al-Madani (w. 94/104 H). Malik bin Anas berkata Ia adalah termasuk orang ahli ilmu, Ibn Sa’d berkata ia seorang yang tsiqah (kokoh terpercaya), faqih (ahli fiqh), banyak meriwayatkan hadis, Abu Zur’ah menilai sebagai orang yang  tsiqah, Ali b. Al-Madini, Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ya’kub bin Syaibah dan Abu Dawud mengatakan bahwa ia meriwayatkan hadis dari bapaknya secara mursal. Al-Bukhari menilai Abu Salamah meriwayatkan dari Umar secara munqathi’ (sanadnya terputus).[17]
2.      Ubay b. Ka’ab b. Qais b. ‘Ubaid b. Zaid b. Mu’awiyah b. ‘Amer b. Malik b. An-Najar Abu al-Mundzir. Salah seorang sahabat Nabi saw. Wafat pada masa khalifah Utsman b. Affan.[18]
3.      Anas b. Malik b. An-Nadlr b. Dlamdlam b. Zaid b. Hiram b. Jundub b. ‘Amir b. Ghanam b. ‘Adiy b. An-Najar al-Anshari Abu Hamzah, sahabat dan pembantu Nabi saw.[19]
4.      Ishaq b. Abdullah b. Abi Thalhah Zaid b. Sahal al-Anshari an-Najari al-Madini. Ibn Ma’in menilai tsiqah hujjah (kokoh terpercaya, hadis dapat dijadikan pegangan), Abu Zur’ah, Abu Hatim, dan an-Nasa’i menilai tsiqah.[20]
5.      Ishaq b. Abdullah b. Abi Farwah ‘Abdurrahman al-Aswad Abu Sulaiman al-Amawi. Ibn Sa’d berkata: Ia seorang yang banyak meriwayatkan hadis, meriwayatkan hadis-hadis munkar yang tidak dapat dijadikan hujjah. Muhammad b. Abdullah b. Abdul Hakim menceritakan dari Muhammad b. ‘Ashim b. Hafsh al-Mishri mengatakan ia termasuk seorang yang tidak tsiqah. Al-Bukhari berkata: Ulama meninggalkan riwayatnya. Al-Bukhari berkata: Ulama meninggalkan riwayatnya (tarakuhu). Ahmad (b. Hanbal) berkata: Menurut saya tidak dibolehkan menerima riwayat darinya. Dalam suatu riwayat ia mengatakan: Dia bukan seorang yang tepat diambil riwayatnya. Menurut riwayat dari Ibn Maryam Ibn Ma’in berkata: hadisnya tidak boleh ditulis, laisa bi syain (hadis tidak ada apa-apanya, tidak bernilai). Dan riwayat dari Abi Dawud dan al-Ghulabi, Ibn Ma’in menilai dia (Ishaq) bukan seorang yang tsiqah. Ibnu ‘Imar menilai seorang yang hadisnya lemah dan diabaikan (dlaif dzahib). ‘Amer  b. ‘Ali, Abu Zur’ah, Abu Hatim, dan an-Nasa’i menilai orang yang ditinggalkan hadisnya (matruk al-hadis).[21]
6.      Abu Salamah b. ‘Abdurrahman b. ‘Auf b. Abi ‘Auf az-Zuhri al-Madani (94/104 H). Ada yang mengatakan namanya ialah Abdullah, Ismail, dan nama aslinya sama seperti nama kunyahnya. Abu Zur’ah menilai tsiqah imam, Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqah, ia termasuk penghulunya kaum Quraisy. Ali b. Ali al-Madini, Ahmad b. Hanbal, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ya’qub b. Syaibah, dan Abu Daud menyatakan riwayatnya yang bersal dari bapaknya adalah mursal. Abu Zur’ah, riwayatnya dari Abi Bakar adalah mursal, al-Bukhari menyatakan riwayatnya dari Umar dinilai munqathi’.[22]
7.      Abu Hurairah ad-Dausi al-Yamani, sahabat Nabi. Ulama berbeda pendapat tentang nama aslinya, ada yang mengatakan bahwa namanya ialah Abdurrahman bin Shahr, ada yang mengatakan bapaknya bernama Ghanam, ada pula yang mengatakan ia adalah Abdullah bin ‘A’id. Ada yang mengatakan nama Abu Hurairah pada masa Jahiliyah ialah Abd Syams, kunyahnya Abu al-Aswad. Rasulullah memberi nama dan kunyahnya Abu Hurairah. Ini disebabkan karena anaknya selalu membawa kucing.[23]
8.      Sufyan bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imran Maimun al-Hilaliy, Abu Muhammad al-Kufi. al-Ijli berkata: ia seorang penduduk Kuffah yang tsiqah tsabt (terpercaya dan dapat ditetapkan) dalam hal hadis, hadisnya baik, banyak ahli hadis yang merujuk kepadanya. Asy-Syafi’i  berkata: Seandainya tiada Malik dan Sufyan maka hilanglah ilmu (hadis) di Hijaz. Ibnu Hajar dalam “Tahdzib at-Tahdzib” berkata: Wahai Abu Sa’id, Sufyan adalah Imam (panutan) dalam hadis. Ibn Sa’d berkata: ia seorang yang terpecaya dan dapat ditetapkan (tsiqah tsabt), banyak meriwayatkan hadis dapat dapat dijadikan dasar.[24]
9.      Abu ‘Ubaidah b. al-Jarah, ‘Amir b. Abdullah b. al-Jarah al-Qurasyi.[25]
10.  Abu ‘Ubaidah b. Abdullah b. Zam’ah b. al-Aswad b. al-Muthalib b. Asad b. ‘Abdul ‘Izzi b. Qusyai al-Qurasyi al-Asadi. Abu Zur’ah menyatakan ‘Aku tidak mendapatkan seseorang yang serupa dengannya dalam bidang hadis’.[26]
11.  Abu Wahab, Dailam b. Hausya’ al-Jaisyani al-Mishri, Jaisyani dari Yaman. Ibn Yunus berkata: Ia ahli ilmu dari kalangan Irak. Ia seorang sahabat Nabi saw, al-Bukhari menilai dalam riwayatnya terdapat sanad yang perlu diteliti ulang, Ibn al-Qaththan menilai majhul hal.[27]
12.  Abu Qatadah Tamim b. Nadzir al-‘Aduwi al-Bishri. Diperbincangkan tentang persahabatnnya dengan Nabi saw. Ishaq b. Manshur menerima dari ibn Ma’in bahwa ia seorang yang tsiqah, Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat.[28]
13.  Abu Thalhah al-Khaulani Syami, Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqqat. At-Thabrani memperbincangkan persahabatannya dengan Nabi saw.[29]
14.  Ibrahim b. Sa’d b. Ibrahim b. ‘Abdurrahman b. ‘Auf az-Zuhri Abu Ishaq al-Madani. Ahmad b. Hanbal, al-‘ijli, Abu Hatim dan Ibnu Abi Maryam dari Ibnu Ma’in menilai tsiqah, Abu Hatim pada kesempatan lain menilai la ba’sa bih.[30]
15.  Ibrahim  b. Abi Waqas az-Zuhri al-Madani, Ibnu Sa’d menilai tsiqah, seorang yang banyak meriwayatkan hadis,  al-‘Ijli berkata: Ia seorang ahli Madinah dari kalangan tabi’in yang tsiqah. Ya’qub b. Syaibah berkata: Ia termasuk thabaqah kedua, termasuk fuqaha Madinah setelah sahabat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam ats-Tsiqqat.[31]
16.  Ibrahim b. Muhammad b. al-Harits b. Asma’ b. Kharijah b. Hashan b. Hudzaifah b. Badr al-Fazari Abu Ishaq al-Kufi. Ibn Ma’in menilai tsiqatun tsiqah, Abu Hatim menilai tsaiqah, Ma’mun, Imam. An-Nasa’i menilai tsiqah ma’mun, salah seorang ulama. Al-“ijli menilai ia seorang yang tsiqah, shalih, ahli dalam bidang hadis.[32]
17.  Ibrahim b. Muhammad b. Hathib al-Jamahi. Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab ats-Tsiqqat.[33]
18.  Ibrahim b. Muhammad b. Khazim as-Sa’diy al-Kufi. Abu Zur’ah menilai la ba’sa bih, shaduq termasuk ahli bidang hadis. Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab ats-Tsiqqat. Ibnu Qani’ menilai dlaif. Al-Madini mengukuhkannya. Maslamah al-Andalusi, Abu Ali al-Jayani menilai termasuk gurunya Abu Daud, Abu al-Hasan dan ibn al-Qarhrhan. Abu al-Fath al-Azdi menilai dalam hadis terdapat kelemahan (fihi layin).[34]
19.  Ibrahim b. Muhammad b. Sa’d b. Abi Waqas az-Zuhri. An-Nasa’i menilai tsiqah, Ibnu Hajar menyatakan bahwa Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat dan berkomentar , ia tidak mendengar dari seorang sahabatpun selain dia yang menyampaikannya kepada atba’ tabi’in.[35]
20.  Ibrahim b. Muhammad b. Thalhah b. Ubaidillah at-Tamimi Abu Ishaq al-Madani al-Kufi. Al-‘Ijli, Ya’qub b. Syaibah menilai tsiqah. Al-‘Ijli menambahkan, ia adalah orang yang shalih. An-Nasa’i menambahkan ia termasuk orang-orang yang ahli dan pandai (nubala’), Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat.[36]
21.  Ibrahim b. Muhammad b. al-‘Abbas b. Umar b. Syafi’ b. as-Saib al-Mathlabi Abu Ishaq asy-Syafi’i  al-Makki b. Paman Imam Muhammad b. Idris (asy-Syafi’i). Abu Hatim dan Ibu Hibban menilai shaduq, an-Nasa’i dan ad-Daraquthni menilai tsiqah.[37]
22.  Ibrahim b. Muhammad b. Abdullah b. Ubaidillah al-Ma’mari Abu Ishaq al-Bishri. An-Nasa’i dan ad-Daraquthni menilai sebagai orang yang tsiqah, Ibnu Hibban memasukannya ke dalam kitab ats-Tsiqqat.[38]
23.  Ibrahim b. Muhammad b. ‘Ar’arah b. al-Barnad as-Sami Abu Ishaq al-Bishri Nazil Baghdad. Ibnu Abi Hatim menyatakan dalam kitab ‘al-jarh wa at-ta’dil’ ketika bertanya kepada bapaknya (Abu Hatim) tentang Ibrahim b. Muhammad b. ‘Ar’arah, lalu bapaknya menilai shaduq kepadanya. Ibnu Ma’in menilai tsiqah, dikenal meriwayatkan hadis masyhur, al-Hakim berkomentar, ia seorang imam dari para penghafal hadis. Al-Khalili berkata; Ia seorang hafizh yang terkemuka, tsiqah, disepakati oleh al-Bukhari dan muslim (mutafaq ‘alaihi).[39]
24.  Ibrahim b. Muhammad b. Abi Yahya, Sam’an al-Aslami al-Madani. Yahya b. Sa’id al-Qaththan bertanya kepada Malik tentang dia, adakah ia seorang yang tsiqah, lalu Malik menjawab, tidak bahkan tidak pula terhadap agamanya. Abdullah b Ahmad (b. Hanbal) kepada bapaknya (Ahmad b. Hanbal), ia adalah orang yang berpaham Qadariyah, Mu’tazilah, Jahamiyah, orang yang mendatangkan kesusahan, Abu Thali berkata dari Ahmad; Tidak perlu ditulis riwayatnya karena orang-orang meninggalkannya, ia meriwayatkan hadis munkar.[40]
25.  Ibrahim b. Muhammad b. Yusuf b. Saraj al-Firyani Abu Ishaq Nazil Baitul Muqaddas. Abu Hatim menilai shaduq, Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ast-Tsiqqat. As-Sajiy mengatakan; ia meriwayatkan hadis-hadis munkar dan suka berdusta. Al-Azdi menilai riwayatnya gugur (tidak diterima), akan tetapi adz-Dzahabi pengarang kitab al-Mizanul I’tidal menolak penilaian ini.[41]
26.  Ibrahim b. Muhammad b. ‘Ali b. Abdullah b. Ja’far. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat, dan memberi komentar ia sering melakukan kesalahan dalam riwayat hadis.[42]
27.  Ismail b. Abi Hakim  al-Qurasyi al-Madani. Ad-Darimi menyatakan, ia menerima dari Yahya b. Ma’in; ia seorang yang tsiqah. Ishaq b. Manshur dari Yahya juga menilai sebagai orang shalih. An-Nasa’i menilai tsiqah. Ibnu ‘Abdil Barr dalam at-Tamhid menyatakan ia seorang yang banyak keutamaan, tsiqah, riwayatnya dapat dijadikan hujjah oleh ahli ilmu.[43]
28.  Ubay b. Ka’ab b. Qais b. ‘Ubaid b. Yazid b. Mu’awiyah b. ‘Amer b. Malik b. an-Najar Abu al-Mundzir.asy-Sya’bi mengatakan dari Masruq, ia adalah ahli hukum dari kalangan sahabat Nabi saw.[44]
29.  Ayub b. Abi Tamimah Kisan as-Sakhtiyani Abu Bakr al-Bishri. Ibnu Sa’d menilai tsiqah, banyak meriwayatkan hadis, luas ilmunya, dapat dijadikan hujjah, seorang yang adil. Abu Hatim menilai tsiqah dan mengutamakannya dari Khalid al-Hadzdza’, an-Nasa’i menilai tsiqah tsabt.[45]
30.  Ishaq b. Yazid al-Hadzli al-Madani. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqqat.[46]
31.  Usamah b. Yazid b. Aslam al-‘Aduwi al-Madani. Abdullah b. Ahmad (b. Hanbal) dari bapaknya mengatakan, saya khawatir jika dia bukan termasuk orang kokoh dalam hadis, Shalih b. Ahmad b. Hanbal dari bapaknya menilai sebagai munkar al-hadis (periwayat hadis-hadis munkar), dan lemah.Yahya b. Ma’in menilai lemah (dlaif). Sementara ‘Ustman ad-Darimi menilai tidak ada masalah (la ba’sa bih). Al-Jauzajani memasukkannya termasuk orang yang lemah hadisnya. Abu Hatim menyatakan hadisnya ditulis tetapi tidak dibutuhkan untuk berhujjah. An-Nasa’i menilainya sebagai orang yang tidak kuat kepribadiannya. Ibnu Hajar menyatakan yang mengutip Ibnu Sa’d, ia banyak meriwayatkan hadis tetapi tidak dapat dijadikan hujjah.  Al-Bukhari menilainya lemah.[47]
32.  Usamah b. Zaid al-Laitsi Abu Zaid al-Madani  al-Atsral mendengar dari Ahmad b Hanbal  bahwa riwayatnya tidak ada apa-apanya (tidak dipakai). Abdullah bin Ahmad (b. Hanbal) menyatakan; ia meriwayatkan  dari Nafi’ hadis-hadis munkar. Ibnu Hajar menilai hadisnya baik (hasan al-Hadis). Ibnu Ma’in menyatakan riwayat yang diterimanya dari Abi Bakr b. Abi Khaitsamah adalah lemah. Abu Hatim menyatakan riwayatnya ditulis tetapi tidak dapat dijadikan hujjah.  An-Nasa’i menilai ia bukan orang yang kokoh.[48]
33.  Jabir b. Abdullah b. ‘Amer b. Haram al-Anshari as-Salami, seorang sahabat dan bapaknya juga adalah sahabat Nabi saw., mengikuti peperangan Rasulullah sebanyak 19 kali, meninggal di Madinah .[49]
34.  Ja’far b. Muhammad b. ‘Ali b. al-Husein b. ‘Ali b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Abdullah yang dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq (48 H). Ia seorang yang shaduq, faqih, imam, termasuk pada tingkatan thabaqat keenam.[50]
35.  Ja’far b. Muhammad b. ‘Imran ats-Tsa’labi al-Kufi. Seorang yang jujur (shaduq), termasuk pada thabaqat kesebelas.[51]
36.  Ja’far b. Muhammad b. al-Fadlar-Ras’aini Abu al-Fadl, ia seorang yang jujur (shaduq) dan hafizh, termasuk pada thabaqat kesebelas.[52]
37.  Hatim b. Ismail al-Madani (87 H), ia seorang yang terjaga tulisannya, shaduq, terkadang kuat kuta ingatannya.[53]
38.  Hamid b. Zadawiyah. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tidak dikenal (majhul), tidak kuat hafalannya, mengalami gangguan pada akalnya di akhir hidupnya (khalath).[54]
39.  Hudzaifah b. Asid al-Ghifari Abu Sarihah (42 H), seorang sahabat Nabi saw. termasuk orang-orang yang berba’iah di bawah pohon bersama Nabi saw.[55]
40.  Hudzaifah b Abi Hudzaifah al-Azdi, Ibnu Hajar memberi penilaian maqbul (diterima riwayatnya), termasuk pada thabaqat ketiga.[56]
41.  Hudzaifah b. al-Yamani al-‘Abasi al-Anshari (36 H), seorang sahabat besar dari para pendahulu yang masuk Islam. Meriwayatkan hadis shahih dalam kitab shahih Muslim, bapaknya seorang sahabat juga, beliau wafat di awal kekhalifahan ‘Ali b. Abi Thalib.[57]
42.  Himad b. Salamah b. Dinar al-Bishri Abu Salamah (67 H), seorang yang tsiqah, ahli ibadah. Ibnu Hajar menjulukinya orang yang paling kuat dan terpercaya (atsbat an-nas fi tsabt), mengalami perubahan pada hafalannya di akhir hayatnya, termasuk sahabat besar.[58]
43.  al-Husein b. Abdullah b. Ubaidillah b. ‘Abbas b. ‘Abdul Muthalib al-Hasyimi al-Madani. Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa ia seorang yang lemah.[59]
44.  Daud b. Husein al-Amawi al-Madani (35 H). Seorang yang tsiqah, kecuali riwayat dari ‘Ikrimah dan dinilai memiliki pemikiran Khawaij. Termasuk pada thabaqat keenam.[60]
45.  Rabi’ b. Anas al-Bukari al-Hanafi (40 H) dari Basrah, pernah tinggal di Khurasan. Seorang yang shaduq, memiliki riwayat yang kurang kuat, dinilai memiliki paham Syi’ah (tasyayyu’), termasuk pada thabaqat kelima.[61]
46.  Zaid b. Aslam al-‘Aduwi al-Madani (36 H). Seorang yang itsiqah, banyak ilmunya, terkadang meriwayatkan hadis secara mursal, termasuk pada thabaqat ketiga.[62]
47.  Sahal b. Sa’id b. Malik b. Khalid al-Anshari al-Khazraji as-Saidi Abu al-‘Abbas (88 H). Seorang yang masyhur di kalangan ulama.[63]
48.  Sufyan b. ‘Uyainah b. Abi ‘Imran Maimun al-Halali Abu Muhammad  al-Kufi al-Makki (78 H). Seorang yang tsiqah, hafizh, faqih, imam, hujjah, terdapat perubahan hafalan di akhir hidupnya. Terkadang melakukan tadlis akan tetapi itu dari orang-orang yang kokoh terpercaya. Termasuk tokoh pada thabaqat kedelapan. Ia termasuk orang yang paling terpercaya di mata ‘Amer b. Dinar.[64]
49.  Sulaiman b. Dawud b. Rasyid al-Baghdadi al-Ahwali Abu Rabi’ al-Khusysyali (w. 31 H), termasuk dalam thabaqah kesebelas.[65]
50.  Saib b. Yazid b. Sa’id b. Tsamamah (71 H), seorang sahabat kecil yang memiliki sedikit meriwayatkan hadis, ikut menyaksikan haji wada’.[66]
51.  Sulaiman b. Yasar al-Halali al-Madani, Ia dinilai sebagai orang yang tsiqah dan banyak memiliki keutamaan, salah seorang ahli fiqh yang tujuh. Tokoh pada thabaqah ketiga.[67]
52.  Sa’id b. al-Musayyab b. Hazn b. Abi Wahab b. ‘Amer  b. ‘Aid  b. ‘Imran b. Makhzum al-Qurasyi al-Makhzumi, salah seorang ulama yang ditetapkan sebagai fuqaha besar  dari thabaqah ketiga. Disepakati bahwa hadis-hadis mursalnya adalah sebaik-baik hadis mursal. Ibnu al-Madini berkata: Saya tidak melihat dari kalangan tabi’in yang lebih luas ilmunya daripadanya.[68]
53.  Sa’id b. Zaid b. Dirham b. al-Azdi al-Jahdlami Abu Hasan  al-Basri (67 H). Seorang yang shaduq, sedikit kurang kuat hafalannya, termasuk pada thabaqah ketujuh.[69]
54.  Sa’id b. Zaid b. ‘Uqbah al-Fazari al-Kufi. Seorang yang dinilai tsiqah, termasuk pada thabaqah keenam.[70]
55.  Salim b. Adullah b. Umar b. al-Khaththab al-Qurasyi al-‘Aduwi  Abu Umar atau Abu Abdullah al-Maani, salah seorang ahli fiqh yang tujuh , seorang yang tsiqah dan ahli ibadah, banyak memiliki keutamaan seperti bapaknya (Abdullah b. Umar). Seorang tokoh pada thabaqah ketiga.[71]
56.  Salim b. Abdullah al-Nashari Abu Abdullah al-Madani (111 H), seorang yang shaduq.[72]
57.  Salim b Abdullah b. Khiyath al-Bishri Nazil Mekkah, seorang yang shaduq tetapi jelek hafalannya.[73]
58.  Salim b. Abdullah al-Jaziri Abu al-Muhajir, ada yang mengatakan Ibnu al-Muhajir (61 H), seorang yang tsiqah pada thabaqah ketujuh.[74]
59.  Muhammad b. Idris b. al-‘Abbas b. ‘Utsman b. Syafi’ b. Saib b. ‘Ubaid b. ‘Abdu Yazid b. Hasyim b. al-Muthalib Abu Abdullah asy-Syafi’i  al-makki Nazil Mesir (204 H), tokoh pada thabaqah ketujuh. Ia seorang mujaddidi (pembaharu) dalam urusan agama pada abad kedua Hijrah.[75]
60.  Shalih b. Ibrahim b. ‘Abdurrahman  b. ‘Auf az-Zuhri  Abu ‘Abdurrahman  al-Madani. Seorang yang tsiqah, pada thabaqah kelima.[76]
61.  Shofwan b. Umayah b. Khalaf b. Wahab b. Qudamah  b. Jama’ al-Qurasyi al-Jamahi al-Makki, seorang sahabat, wafat pada hari terbunuhnya Utsman b. ‘Affan.[77]
62.  Shofwan b. Abdullah b. Shofwan b. Umayah al-Qurasyi,  seorang yang tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[78]
63.  Shofwan b. Abdullah b. Ya’la b. Umayah at-Tamimi al-Makki, seorang yang tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[79]
64.  Thawus b. Kisan al-Yamani Abu ‘Abdurrahman al-Hamiri, ada yang mengatakan bahwa nama adalah Dzakwan b. Thawus (106 H), seorang yang tsiqah, faqih, Fadlil termasuk thabaqah ketiga.[80]
65.  Abdullah b. al-Arqam b. ‘Abdu Yaghuts b. Wahab b. ‘Abdu Manaf b. Zahrah al-Qurasyi az-Zuhri, seorang sahabat yang terkenal menjadi pejabat baitul Mal pada masa Umar (b. Khaththab) yang wafat pada masa khilafah Utsman.[81]
66.  Abdullah b. Abi Bakr b. Zaid b. al-Muhajir, termasuk pada thabaqah keenam. majhul.[82]
67.  Abdullah b. Abi Bakr b. Muhammad  b. ‘Amer b. Hazm al-Anshari al-Madani al-Qadli, seorang yang tsiqah. Termasuk pada thabaqah kelima.[83]
68.  Abdullah b. Babah al-Makki, seorang yang tsiqah termasuk dari thabaqah ketiga.[84]
69.  Abdullah b. Thawus b. Kisan al-Yamani Abu Muhammad (32 H),  seorang yang tsiqah Fadlil, ‘abid, termasuk thabaqah keenam.[85]
70.  Abdullah b. Abu Thalhah, namanya Zaid b. Sahl al-Anshari al-Madani (84 H), lahir pada masa Nabi Muhammad, dinilai tsiqah oleh Ibn Sa’d.[86]
71.  Abdullah b. Umar b. Khaththab al-‘Aduwi Abu ‘Abdurrahman (73 H), dilahirkan setelah masa kenabian, termasuk sahabat Nabi saw., seorang yang keras berpegang kepada sunnah.[87]
72.  Abdullah b. ‘Amer  b. ‘Ash b. Wail b. Hasyim b. Sa’id b. Sa’d b. Sahm as-Sahmiy Abu Muhammad atau Abu ‘Abdurrahman salah seorang sahabat besar  dan seorang ahli fiqh.[88]
73.  Abdullah b. Yazid b. Zaid b. Husein al-Anshari al-Khathmi, seorang sahabat kecil.[89]
74.  Abdullah b. Yazid b. ash-Shalti asy-Syaibani, seorang yang lemah, termasuk pada thabaqah kesepuluh.[90]
75.  Abdullah b. Yazib an-Nakha’i al-Kufi ash-Shuhbani, seorang yang tsiqah, mengalami perubahan pada ingatannya (khalath) termasuk pada thabaqah keenam.[91]
76.  Abdullah b. al-Fadl b. al-‘Abbas b. Rabi’ah b. al-Harits b. ‘Abdul Muthalib al-Hasyimi al-Madani, seorang yang tsiqah pada thabaqah keempat.[92]
77.  ‘Ubaidullah b. Abdullah b. Abdullah al-‘Amiri, diterima periwayatannya (maqbul), pada thabaqah keenam.[93]
78.  ‘Ubaidullah b. Abdullah b. Umar b. al-Khaththab al-‘Aduwi al-Madani Abu Bakr Syaqiq Salim (106 H), tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[94]
79.  Ubaidullah b. Abdullah b. Muwahab Abu Yahya at-Taimi al-Madani, maqbul.[95]
80.  ‘Ubaidullah b. Abi Yazid al-Makki b. Syaibah, tsiqah banyak meriwayatkan hadis, termasuk pada thabaqah keempat.
81.  Abdurrahman b. Azhar az-Zuhri Abu Zubair al-Madani, seorang sahabat kecil, wafat pembebasan Mekkah, ia mempunyai dua orang anak dalam kitab shahihaini bersama ‘Aisyah, al-Mizzi melupakannya, pada bab al-Asyrabah (minuman).[96]
82.  ‘Abdurrahman b. al-Qasim b. Khalid b. Janadah al-Mishri  (71 H) al-faqih sahabat Imam Malik, tsiqah termasuk tokoh pada thabaqah kesepuluh.[97]
83.  ‘Abdurrahman b. al-Qasim b. Muhammad b. Abi Bakr ash-Shiddiq at-Taimi Abu Muhammad al-Madani (26 H), tsiqah, ulama besar. Ibnu ‘Uyainah berkata; Ia adalah yang terbaik di zamannya, termasuk pada thabaqah keenam.[98]
84.  ‘Abdurrahman b. Harmalah b. ‘Amer b. Sannah al-Aslami Abu Harmalah al-Madani (45 H), shaduq terkadang berbuat salah (dalam riwayat), termasuk  pada thabaqah keenam.[99]
85.  ‘Abdurrahman b. Harmalah al-Kufi, shaduq termasuk pada thabaqah ketiga.[100]
86.  ‘Abdurrahman b. Harmuz al-A’raj Abu Dawud al-Madani (17 H), tsiqah tsabt, seorang ahli ilmu, termasuk pada thabaqah ketiga.[101]
87.  ‘Ubaidullah b. Maqsam al-Madani, tsiqah dan seorang yang terkenal dari thabaqah keempat.[102]
88.  Ya’la b. Umayah b. Abi ‘Ubaidah b. Hamam at-Tamimi Halif Quraisy/ Ya’la b. Munyah, seorang sahabat terkenal. [103]
89.  Yahya b. Sa’id b. Aban b. Sa’id b. al-‘Aash al-Umawi Abu Ayyub al-Kufi, nazil Baghdad, laqabnya Jamal (94 H), shaduq terkadang meriwayatkan hadis gharib, termasuk tokoh pada thabaqah kesembilan.[104]
90.  Yahya b. Sa’id b. al-‘Ash  al-Umawi saudara ‘Amer al-Asdaq (80 H), tsiqah, termasuk thabaqah ketiga.[105]
91.  Yahya b. Sa’id b. Farru’ at-Taimi Abu Sa’id al-Qaththan al-Basri (98 H), tsiqah, mutqin, hafiz, imam qudwah (tokoh yang dijadikan panutan), tokoh pada thabaqah kesembilan.[106]
92.  Yahya b. Sa’id al-‘Aththar al-Anshari asy-Syami, seorang yang lemah (dlaif), termasuk thabaqah kesembilan.[107]
93.  Yahya b. Hissan at-Tanisi al-Basri (204 H), tsiqah, termasuk pada thabaqah kesembilan.[108]
94.  Yahya b. Hissan al-Falsathini al-Bukari, tsiqah termsuk thabaqah kelima.[109]
95.  Hisyam b. ‘Urwah b. Zubeir b. ‘Awam al-Asadi, tsiqah faqih, terkadang melakukan tadlis, termasuk thabaqah kelima.[110]
96.  Hamam b. al-Harits b. Qais b. ‘Amer an-Nakha’i al-Kufi (65 H), tsiqah, ahli ibadah termasuk thabaqah kedua.[111]
97.  Wasi’ b. Habban b. ‘Amer  al-Anshari al-Mazini al-Madani seorag sahabat, tsiqah termasuk thabaqah kedua.[112]
98.  Waqid b. ‘Amer b. Sa’d b. Mu’adz al-Anshari al-Asyhali Abu Abdullah al-Madani (20 H), tsiqah  termasuk pada thabaqah keempat.[113]
99.  Nafi’ b. Zubeir b. Math’am an-Naufali Abu Muhammad dan Abu Abdullah al-Madani (77 H), tsiqah, Fadlil, termasuk pada thabaqah ketiga.[114]
100.    Nafi’ b. ‘Ashim b. ‘Urwah  b. Mas’ud ats-Tsaqafi  al-Makki, shaduq termasuk thabaqah keempat.[115]
101.    Nafi’ b. ‘Abbas  Abu Muhammad al-Aqra’i al-Madani, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[116]
102.    Nafi’ b. ‘Abdurrahman  b. Abi Na’im al-Qari’i  al-Madani, shaduq, tsabt (dikuatkan)  dalam masalah qira’at, termasuk tokoh thabaqah ketujuh.[117]
103.    Malik b. Mighwal al-Kufi Abu Abdullah (59 H), tsiqah tsabt termasuk pda thabaqah ketujuh.[118]
104.    Muhammad b. Ishaq ash-Shighani Abu Bakr nazil Baghdad (70 H), tsiqah tsabt termasuk pada thabaqah kesebelas.[119]
105.    Muhammad b. Ishaq b. Yasar Abu Bakr al-Muthalibi al-Madani nazil Iraq (150 H), pemimpin dalam peperangan, shaduq, terkadang melakukan tadlis, diasumsikan berpaham Syi’ah dan Qadariyah, termasuk pada thabaqah kelima.[120]
106.    Muhammad b. ‘Ali b. Husein b. ‘Ali b. Abi Thalib Abu Ja’far al-Baqir (10 H), tsiqah, Fadlil, termasuk pada thabaqah keempat.[121]
107.    Muhammad b. ‘Abdurrahman b. Tsauban al-‘Amiri ‘Amirun Quraisyun al-Madani, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[122]
108.    Muhammad b. Sirin al-Anshari Abu Bakar b. Abi ‘Amrah al-Bashri (110 H), tsiqah tsabt, ahli ibadah, pembesar paham Qadariyah, ia tidak pernah melakukan periwayatan secara makna, termasuk pada thabaqah ketiga.[123]
109.    Muhammad b. Yahya b. Habban b. Munqid al-Anshari al-Madani (21H), tsiqah faqih, termsuk pada thabaqah keempat.[124]
110.    Malik b. Anas b. Malik  b. Abi ‘Amer al-Ashbahi Abu Abdullah al-Madani al-Faqih, imam Madinah, tokoh orang-orang yang kokoh dan pembesar para terpercaya, sehingga al-Bukhari pernah berkata; sanad yang tershahih jika di dalamnya terdapat Malik dari Nafi’dari Ibnu Umar. Termasuk pada thabaqah ketujuh.[125]
111.    Mujahid b. Jabr Abu al-Hajjaj al-Makhzumi al-Makki, tsiqah, tokoh dalam tafsir dan ilmu, termasuk pada thabaqah ketiga.[126]
112.    Mujahid b. Farqad, meriwayatkan dari Abi al-Munib al-Jarasyi, al-Mizzi tidak membrikan komentar.[127]
113.    Mujahid b. Musa al-Khawarizmi Abu ‘Ali nazil Baghdad (44 H), tsiqah termasuk pada thabaqah kesepuluh.[128]
114.    Mujahid b. Wardan al-Madani, shaduq, termasuk pada thabaqah ketujuh.[129]
115.    Mahmud b. Rabi’ b. Saraqah b. ‘Amer al-Khazraji Abu Na’im atau Abu Muhammad al-Madani, seorang sahabat kecil, dan banyak meriwayatkan hadis dari sahabat.[130]
116.    Mahmud b. Labid b. ‘Uqbah b. Rafi’al-Uwasi al-Asyhali Abu Na’im al-Madani (60 H), sahabat kecil dan banyak meriwayatkan hadis dari sahabat.[131]
117.    Muslim b. Khalid al-Makhzumi al-Makki terkenal dengan az-Zanji (78 H), seorang faqih, shaduq, banyak salah dalam periwayatan, termasuk pda thabaqah kedelapan.[132]
118.    al-Musawwar b. Mukhramah b. Naufal b. Ahib b. Abdu Manaf b. Zahrah az-Zuhri Abu ‘Abdurrahman (64 H).[133]
119.    Mukhawwal b. Rasyid Aabu Rasyid b. Abu Mujalid an-Nahdi al-Kufi (64 H), tsiqah, disinyalir berpaham Syi’ah, termasuk pada thabaqah keenam.[134]
120.    Ma’bad b. Ka’ab b. Malik al-Anshari as-Salami al-Madani, maqbul termasuk pada thabaqah ketiga.[135]
121.    Ma’la b. hilal b. Suwaid Abu Abdullah at-Thahan al-Kufi,  para ahli kritik hadis sepakat akan kebohongannya (ittifaq ‘ala takdzibih), termasuk pada thabaqah kedelapan.[136]
122.    Ma’mar b. Abi Habibah al-‘Aduwi, tsiqah termasuk pada thabaqah kelima.[137]
123.    Ma’mar b. Rasyid al-Azdi Abu ‘Urwah al-Bashri nazil Yaman (54 H), tsiqah tsabt, Fadlil tetapi riwayatnya dari Tsabit, al-A’masy, dan Hisyam b. ‘Urwah terdapat sesuatu yang perlu diteliti, demikian pula ketika meriwayatkan di Bashrah, ia termasuk pada thabaqah ketujuh.[138]
124.    Ma’mar b. Abdullah b. Nafi’b. Nadllah al-‘Aduwi, Ibnu Abi Ma’mar, seorang sahabat besar dari kaum Muhajir Habsy.[139]
125.    Ma’mar b. al-Mutsanna Abu ‘Ubaidah at-Taimi al-Bashri an-Nahwi al-Lughawi (208 H), shaduq, seorang pembawa berita, ia dianggap memiliki pandangan Khawarij. Termasuk pada thabaqah ketujuh.[140]
126.    Ma’mar b. Makhlad as-Saruwujyi (31 H), tsiqah, termasuk pada thabaqah kesepulluh.[141]
127.    Ma’mar b. Yahya b. Sam al-Kufi/ Muammar, maqbul termasuk pada thabaqah keenam.[142]
128.    Ma’mar b. Ya’mar al-Laitsi Abu ‘Amir ad-Dimasyqi, maqbul termasuk tokoh pada thabaqah kesepuluh.[143]
129.    Kuraib b. Abi Muslim al-Hasyimi al-Madani Abu Rasyidin (68 H), tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[144]
130.    Qatadah b. Di’amah b. Qatadah as-Sadisi Abu al-Khaththab al-Bashri, tsiqah tsabt, termasuk pemimpin pada thabaqah keempat.[145]
131.    Qatadah b. Milhan al-Qaisi, salah seorang sahabat Nabi saw, memiliki hadis tentang hari-hari putih (pertengahan bulan).[146]
132.    Qatadah b. an-Nu’ man b. Zaid b. ‘Amir al-Anshari azh-Zhafari (23 H), salah seorang sahabat Nabi saw. yang menyaksikan perang Badar.[147]
133.    Qubaidlah b. Dzuaib Mushghar b. Halhalah al-Khaza’i Abu Sa’id atau Abu Ishaq al-Madani nazil Damsyiq, termasuk anaknya sahabat Nabi saw. yang memiliki pemikiran.[148]
134.    Qasim b. ‘Abdurrahman b. Abdullah b. Mas’ud al-Mas’udi  Abu ‘Abdurrahman al-Kufi (20 H), tsiqah, ahli ibadah termasuk pada thabaqah keempat.[149]
135.    Qasim b. ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi Abu ‘Abdurrahman  (12 H) sahabat Abi Umamah, shaduq terkadang meriwayatkan hadis gharib, termasuk pada thabaqah ketiga.[150]
136.    Qais al-‘Abdi  orang tua al-Aswad, maqbul termasuk pada thabaqah kedua. Pada riwayat an-Nasa’i terdapat hadis yang goyah tidak kokoh .[151]
137.    ‘Aun b. Abdullah b. ‘Utbah b. Mas’ud al-Hadzli Abu Abdullah al-Kufi (120 H), tsiqah, ahli ibadah, termasuk dari thabaqah keempat.[152]
138.    ‘Amer b. Salim Khaldah al-Anshari az-Zuraqi (104 H), tsiqah termasuk tokoh kalangan tabi’in.[153]
139.    Ubaidullah b. Abi Rafi’al-Madani maula Nabi saw. ia seorang sekretaris Ali b. Abi Thalib, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[154]
140.    ‘Imar b. Mu’awiyah ad-Duhni Abu Mu’awiyah al-Bajali al-Kufi (33 H), shaduq, berpaham Syi’ah, termasuk thabaqah kelima.[155]
141.    ‘Amr b. Dinar al-Makki Abu Muhammad al-Atsrami al-Jamahi (126 H), tsiqah tsabt, thabaqah keempat.[156]
142.    ‘Amer b. Dinar al-Bashri al-A’war Qaharman keluarga Zubeir al-Ghima’i Abu Yahya, lemah (dlaif), termasuk thabaqah keenam.[157]
143.    ‘Amer b. Dinar Abu Khaldah al-Kufi,  tidak dikenal (majhul), termasuk thabaqah keenam.[158]
144.    ‘Amer b. Syu’aib b. Muhammad b. Abdullah b. ‘Amer b. ‘Ash (118 H), shaduq, pada thabaqah kelima.[159]
145.    ‘Utsman b. Abi Sulaiman b. Jubeir b. Math’am  al-Qurasyi an-Naufali al-Makki, tsiqah termasuk pada thabaqah keenam.[160]
146.    ‘Ubaid b. ‘Amir b. Qatadah b. al-Laitsi Abu ‘Ashim al-Makki, lahir pada masa Nabi saw.  seorang hakim di Mekkah, tsiqah. Meninggal sebelum Ibnu Umar.
147.    ‘Ubaid b. ‘Amir b. ‘Abbas, majhul, termasuk thabaqah keempat.[161]
148.    ‘Ubaid b. ‘Amir al-Ashbah, seseorang yang berpaham Murji’ah. Ibnu Hibban menilai matruk (hadisnya ditinggalkan), termasuk pada thabaqah kesembilan.[162]
149.    ‘Abdul Wahab b. ‘Abdul Majid b. ash-Shalti ats-Tsaqafi Abu Muhammad al-Bashri, tsiqah, berubah ingatan sebelum wafatnya selama tiga tahun, termasuk pada thabaqah kedelapan.[163]
150.    ‘Ali b. Abi Thalib b. ‘Abdul Muthalib b. Hasyim al-Hasyimi anak paman Nabi saw. dan suami dari anak beliau, termasuk para pendahulu yang masuk Islam, wafat pada bulan ramadlan tahun 40 H. Pada hari itu adalah sebaik-baik kehidupan dari bani Adam, merupakan ijma’ Ahlussunnah, bahwa beliau terbebas dari fitnah.[164]
151.    ‘Ali b. Abi Bakr b. Sulaiman Abu Hasan al-Asfadzani, shaduq, terkadang berbuat salah dalam riwayat, seorang ahli ibadah termasuk pada thabaqah kesembilan.[165]
152.    Itban b. Malik b. ‘Amer b. al-‘Ajlan al-Anshari as-Sulami, sahabat yang terkenal yang wafat pada masa khilafah Mu’awiyah.[166]
153.    Abdullah b. Ubaidillah b. Abdullah b. Abi Mulaikah b. Abdullah b. Jad’an at-Taimi al-Madani, bertemu tiga puluh sahabat, tsiqah, faqih, termasuk pada thabaqah ketiga.[167]
154.    ‘Iyadl b. Abdullah b. Sa’d B. Abi Sarh al-Qurasy al-‘Amiri al-Makki, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[168]
155.    ‘Aun b. Abi Jahifah as-Suwa’i al-Kufi, tsiqah termasuk pada thabaqah keempat.[169]
156.    Urwah b. Zubeir b. ‘Awam b. Khuwailid al-Asadi Abu Abdullah al-Madani (94 H), tsiqah, faqih (ahli fiqh) terkenal, termasuk pada thabaqah ketiga.[170]
157.    ‘Urwah b. Muhammad b. ‘Athiyah as-Sa’di pegawai Umar b. Abdul Aziz di Yaman, maqbul, termasuk pada thabaqah keenam.[171]
158.    ‘Urwwah b. al-Mughirah b. Syu’bah ats-Tsaqafi Abu Ya’fur, tsiqah, thabaqah ketiga.[172]
159.    ‘Urqah al-Muzanni, gurunya Habib b. Abi Tsabit, majhul, pada thabaqah keempat.[173]
160.    ‘Urwah b. an-Nazzal, orang Kufi yang dinilai maqbul, pada thabaqah ketiga.[174]
161.    Umar b. al-Khaththab b. Nufail b. Abdul ‘Uzza b. Riyah b. Abdullah b. Qurth b. Razah b. ‘Adi b. Ka’ab al-Qurasyi al- ‘Aduwi, Amirul Mukminan yang terkenal, menjadi khalifah selama sepuluh tahun.[175]
162.    ‘Atha’b. Yassar al-Hilali Abu Muhammad al-Madani, tsiqah Fadlil, banyak berfatwa dan ibadah, termasuk tabi’in kecil kedua.[176]
163.    ‘Amrah binti Abdurrahman, menerima dari saudaranya yakni Ummu Hisyam binti Haritsah b. Nu’man, seorang sahabat.[177]
164.    Shafiyah binti Abi ‘Ubaid, menerima riwayat dari sebagian isteri Nabi saw. yakni Hafshah atau Ummu Salamah.[178]
165.    Shalih b. Nabhan aal-Madani, shaduq mengalami perubahan pada ingatannya (ikhtilath). Ibnu ‘Adi berkata: tidak ada masalah menerima orang sebelumnya seperti Abi Dzi’bin dan Ibnu Juraij. Termasuk pada thabaqah keempat.[179]
166.    Rafi’ b. Khudaij b. Rafi’ b. al-Uwasi al-Anshari salah seorang yang syahid pada perang khandaq.[180]
167.    Khalid b. Walid b. al-Mughirah b. Abdullah  b. Umar b. Makhzum al-Makhzuymi, mendapat gelar pedang Allah (saifullah) Abu Sulaiman termasuk kalangan sahabat besar, keislamannya antara peristiwa Hudzaibiyah dan pembebasan Mekkah, ia adalah panglima perang.[181]
168.    Ismail b. Abdurrahman b. Dzuaib al-Asadi, tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[182]
169.    Sulaiman b. Mahran al-Asadi al-Kahali Abu Muhammad al-Kufi al-A’masy, tsiqah, hafiz, mengerti tentang qira’at, seorang yang wara’, terkadang berbuat tadlis, termasuk pada thabaqah kelima.[183]
170.    Abdullah b. abi Aufa ءlqamah b. Khalid b. Harits al-Aslami (47 H), sahabat yang menyaksikan peristiwa Hudzaibiyah, dan Umar setelah Nabi saw. wafat, sahabat yang terakhir wafat di Kuffah.[184]
171.    Abdullah b. ‘Abbas b. Abdul Muthalib b. Hasyim b. Abdu Manaf, anak dari paman Nabi saw. dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah, Rasul pernah mendo’akannya agar memahami ta’wil al-Qurلn. Ia diberi gelar lautan tinta karena keluasan ilmunya. Ia seorang ahli ibadah dan ahli fiqh dari kalangan sahabat.[185]
172.    Hiththan b. Khufaf Abu Juwairiyyah, seorang yang masyhur dengan kunyahnya, tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[186]
173.    Abdul Malik b. Abdul Aziz b. Juraij b. al-Umaei al-Makki, tsiqah, faqih, Fadlil. Pernah berbuat tadlis dan meriwayatkan hadis secara irsal.[187]
174.    Muhammad b. Muslim b. Ubaidillah b. Abdullah b. Syiab b. Abdullah b. Harits b. Zahrah b. Kilab al-Qurasyi az-Zuhri Abu Bakar, faqih, hafiz, disepakati akan keagungan dan kekuatan hafalannya, ia adalah tokoh dari thabaqah keempat.[188]
175.    Abdullah b. Dzakwan al-Qurasyi Abu Abdurrahman al-Madani yang dikenal dengan Abu Zinad (30 H), tsiqah, faqih, termasuk pada thabaqah kelima.[189]
176.    Abdullah b. Zaid b. ‘Amer/ ‘Amir al-Jarami Abu Qilabah al-Bashri, tsiqah, Fadlil, banyak berbuat irsal (riwayat  secara mursal).[190]
177.    Saib b. Farukh Abu ‘Abbas al-Makki asy-Sya’iri al-A’ma, tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[191]
178.    Muhammad b. ‘Ajlan al-Madani, shaduq, ikhtilath (berubah ingatannya di akhirnya) riwayat dari  Abu Hurairah.[192]
179.    Abdullah b. Abdurrahman b, Abi Husein b. Harits b. ‘Amir b. Naufal al-Makki an-Naufali, tsiqah, paham tentng manasik, termasuk pada thabaqah kelima.[193]
180.    Wahab b. Abdullah as-Suwa’i, ada yang mengatakan nama bapaknya Wahab juga Abu Jahifah (74 H) yang terkenal dengan  kunyahnya, sahabat yang dikenal sebagai sahabat Ali b. Abi Thalib.[194]
181.    ‘Uqbah b. ‘Amer b. Tsa’labah al-Anshari Abu Mas’ud al-Badari sahabat besar yang wafat sebelum tahun 40 H.[195]
182.    Abdurrrahman b. Abdullah b. Abi ‘Imar  al- Makki , tsiqah,  ahli ibadah, termasuk pada thabaqah ketiga.[196]
183.    Abdullah b. Abi Najih Yasar Al-Makki Abu Yasar ats-Tsaqafi (31 H), tsiqah, dianggap berpandangan Qadariyah, terkadang melakukan tadlis, termasuk pada thabaqah keenam.[197]
184.    Muhammad b. Abdurrahman b. Mughirah b. Harits b. Abu Dzi’bin al-Qurasyi al-‘Amiri Abu Harits al-Madani (58 H), tsiqah, faqih, Fadlil, termasuk pada thabaqah ketujuh.[198]
185.    Muhammad b. ‘Amer n. Hazm al-Anshari Abu Abdul Malik al-Madani, ia melihat sahabat, tetapi tidak mendengar suatu riwayat dari Nabi saw, kecuali dari sahabat, terbunuh pada perang pembebasan Mekkah.[199]
186.    Abdullah b. Yasar al-Makki al-A’raj, maqbul (riwayatnya diterima), termasuk pada thabaqah kelima.[200]
187.    Abdullah b. Zubeir b. ءwam al-Qurasyi al-Asadi Abu Bakar dan Abu Khubaib, ia termasuk anak yang dilahirkan dalam keadaan Islam di Madinah dari kalangan Muhajirin, pejabat pemerintahan selama sembilan tahun, sebelum terbunuh pada bulan Dzul Hijjah 73 H.[201]
188.    Muhammad b. Abi yahya al-Aslami al-Madani Abu Yahya Sam’an (47 H), shaduq termasuk pada thabaqah kelima.[202]
189.    Qataadah b. Nu’man b. Zaid b. ‘Amir al-Aanshari azh-Zhafari (23 H), sahabat yang ikut perang Badar ia adalah saudara Abu Sa’id dari ibunya.[203]
190.    Ibrahim b. yahya b. Muhammad b. ‘Ibad b. Hani’ asy-Syajiri, layin hadis (hadisnya lemah), termasuk pada thabaqah keempat.[204]
191.    Aban b. Shalih b. ‘Amir b. ‘Ubaid al-Qurasyi, para ulama menilai tsiqah, Ibnu Hazm lemah, Ibnu Abdil Bar menilai tidak dikenal (majhul) dan melemahkannya, termasuk pada thabaqah kelima.[205]
192.    Tamim b. Tharafah ath-Tha’i al-Musli, tsiqah, termasuk pada thabaqah ketiga.[206]
193.    Tsa’labah b. Abi Malik al-Qurazhi al-Anshari Abu Malik, Abu Yahya al-Madani, diperbincangkan status sahabatnya, al-‘Ijli menilai ia seorang tabi’i, tsiqah.[207]
194.    Jabir b. ‘Atik b. Qais al-Anshari (61 H), sahabat besar, diperbincangkan tentang  keikut-sertaannya pada perang Badar.[208]
195.    Hasan b. Muhammad b. Ali b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Muhammad al-Madani, tsiqah, faqih,  ia dinilai orang pertama yang berpendapat tentang paham Murji’ah, termasuk pada thabaqah ketiga.[209]
196.    Khabib b. Abdurrahman b. Khabib b. Yasaf al-Anshari Abu Harits  al-Madani, tsiqah, termasuk pada thabaqah kelima.[210]
197.    Salamah b. Abdullah, ada yang mengatakan Ubaidillah b. Mahshan al-Anshari al-Khuthami al-Madani, majhul (tidak dikenal), termasuk pada thabaqah keempat.[211]
198.    Sa’id b. Abi Sa’id Kisan al-Maqbari Abu Sa’d al-Madani, tsiqah, mengalami perubahan pada ingatannya di akhir hayatnya, riwayatnya dari ‘Aisyah dan Ummu salamah secara mursal, termasuk pada thabaqah ketiga.[212]
199.    Sulaiman b. Musa al-Amawi ad-Dimasyqi al-Asydaq, shaduq, faqih, sebagian hadis terdapat kelemahan dan mengalami sedikit perubahan ingatan di akhir hayatnya.[213]
200.    Sulaiman b. Musa az-Zuhri Abu Daeud al-Kufi Khurasani nazil Kuffah, Damaskus, terdapat kelemahan dalam hadisnya (fihi layyin), termasuk pada thabaqah kedelapan.[214]
201.    Samrah b. Jundab b. Hilal al-Fazari al-Anshari, seorang sahabat Nabi saw. yang terkenal, memiliki beberapa hadis, wafat di Basrah tahun 58 H.[215]
202.    Syarik b. Abdullah B. Abi Namr Abu Abdullah al-Madani, shaduq sering berbuat salah dalam riwayat, termasuk pada thabaqah kelima.[216]
203.    Syahabil b. Sa’d Abu Sa’d al-Madani al-Anshari, shaduq mengalami goncangan pada ingatan di akhir hayatnya (ikhtilath), termasuk pada thabahqah ketiga.[217]
204.    Shalih b. Kisan al-Madani abu Muhammad/ Abu Hadis, guru dari anaknya Umar b. Abdul Aziz, tsiqah tsabt, faqih, termasuk pada thabaqah keempat.[218]
205.    Wahab b. Kisan al-Qurasyi al-Madani (27 H), mu’allim (seorang guru), tsiqah, tokoh pada thabaqah keempat.[219]
206.    Muhammad b. ‘Amer b. ‘Alqamah b. Waqas al-Laitsi al-Madani (47 H), shaduq, terdapat kelemahan dalam riwayat (awham), termasuk pada thabaqah keenam.[220]
207.    Muhammad b. ‘Amer b. Halhalah ad-Diali al-Madani, tsiqah, termasuk pada thabaqah keenam.[221]
208.    Muhammad b. Abi Bakar b. Muhammad b. Hazm al-Anshari al-Madani Abu Abdul Malik al-Qadli, tsiqah, termasuk pada thabaqah keenam.[222]
209.    Muhammad b. Ibrahim b. Harits b. Khalid at-Taimi Abu Abdullah al-Madani, tsiqah, memiliki hadis yang diriwayatkan secara menyendiri, tanpa ada riwayat yang menyokongnya (fard), termasuk pada thabaqah ketujuh.[223]
210.    Muhammad b. Abi Yahya al-Aslami al-Madani, shaduq termasuk pada thabaqah kelima.[224]
211.    Musa b. Ubaidah b. Nasyith ar-Rabadi Abu Abdul Aziz al-Madani (53 H), lemah (dlaif), tidak ada apa-apanya di mata Abdullah b. Dinar, termasuk ahli ibadah, termasuk pada thabaqah kecil keenam.[225]
212.    Mu’awiyah b. Ishaq b. thalhah b. Ubaidillah at-Taimi Abu al-Azhar, shaduq terkadang lemah (wahm), termasuk pada thabaqah keenam.[226]
213.    Ma;’bad b. Khalid b. Miryana al-Kufi, tsiqah, ahli ibadah, termasuk pada thabaqah ketiga.[227]
214.    Ma’bad b. Khalid al-Jihni al-Qadari, ada yang mengatakan ia adalah Abdullah b. ‘Akim, shaduq, seorang ahli bid’ah, ia orang pertama yang menampakkan paham Qadariyah di Bashrah, termasuk pada thabaqah ketiga.[228]
215.    Mas’ar b. Kidam b. Zhahir al-Hilali Abu Salmaah al-Kufi, tsiqah tsabt, Fadlil, termasuk pada thabaqah ketujuh.[229]
216.    Yazid b. Abdullah b. Usamah b. Hadi al-Laitsi abu Abdullah al-Madani (37 H), tsiqah, termasuk pada thabaqah kelima.[230]
217.    Yusuf b. Mahran al-Bashri , ia bukan Yusuf b. Mahik, tsiqah, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Jad’an, sedangkan ia (Jad’an) seorang yang lemah dalam periwayatan (layyin hadis), termasuk pada thabaqah keempat.[231]
218.    Abdurrahman b.Harmalah b. ‘Amer b. Sannah as-Sulami Abu Harmalah al-Madani, shaduq terkadang terdapat salah (rubbama akhtha’), termasuk pada thabaqah keenam.[232]
219.    Abdullah b. Thawus b. Kisan al-Yamani Abu Muhammad, tsiqah, Fadlil, ahli ibadah, termasuk pada thabaqah keenam.[233]
220.    Abdullah b. Abi Bakr  b. Muhammad b. ‘Amer  b. Hazm al-Anshari al-Madani al-Qadli, tsiqah, termasuk pada thabaqah kelima.[234]
221.    Abdullah b. abdurrahman b. Ma’mar b. Hazm al-Anshari Abu Thuwalah al-Madani, Hakim di Madinah pada masa Umar b. Abdul Aziz, tsiqah, termasuk pada thabaqah kelima.[235]
222.    Abdullah b. ‘Amir maula Ummu Fadl (17 H), dikatakan pula Ibn Abbaas, termasuk pada thabaqah ketiga.[236]
223.    Abdullah b. Ma’bad b. Abbas b. Abdul Muthalib al-Abbas al-Madani, tsiqah, sedikit meriwayatkan hadis (qalil al-hadis) termasuk pada thabaqah ketiga.[237]
224.    Abdullah b. Ma’bad az-Zimmani, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[238]
225.    Abdullah b. Abi Labid al-Madani Abu Mughirah nazil Kuffah, tsiqah dinilai berpaham Qadariyah, termasuk pada thabaqah keenam.[239]
226.    Abdullah b. Muhammad b. ‘Uqail b. Abi Thalib al-Hasyimi Abu Muhammad al-Madani, shaduq, dalam hadisnya terdapat kelemahan, ada yang mengatakan mengalami goncangan ingatan di akhir hidupnya.[240]
227.    Abdul Aziz b. Umar b. Abdul Aziz b. Marwan al-Amawi Abu Muhammad al-Madani, nazil Kuffah, shaduq, terkadang salah dalam periwayatan (yukhthi’), termasuk pada thabaqah ketujuh.[241]
228.    Abdul Aziz b. Rafi’ al-Asadi Abi Abdullah al-Makki nazil Kuffah, tsiqah, termasuk pada thabaqah keempat.[242]
229.    Abdul Aziz b. Muhammad b. ‘Ubaid ad-Darawardi Abu Muhammad al-Jihni al-Madani, shaduq, bila meriwayatkan dari kitab lainnya terdapat kesalahan. An-Nasa’i berkomentar; hadisnya dari Ubaidillah al-‘Amiri berstatus munkar, termasuk pada thabaqah kedelapan.[243]
230.    Ubaidillah b. Umar b. hafsh b. ‘ashim b. Umar b. Khaththab al-‘Umari al-Madani Abu Utsman, tsiqah tsabt. Ahmad b. Shalih lebih mendahulukan Ubaidillah daripada Malik dalam riwayat Nafi’, Ibnu Ma’in mendahulukannya daripada Qasim dari ‘Aisyah ketimbang az-Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah. Termasuk pada thabaqah kelima[244]
231.    ‘Ubaidah b. Sufyan b. harits b. Hadlrami al-Madani, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[245]
232.    ‘Adi b. Hatim b. Abdullah b. Sa’d b. Hasyraj ath-Tha’i abu Tharif (68 H), sahabat terkenal, menyaksikan pembebasan Iraq dan peperangan Ali.[246]
233.    Umar b. Abdil Aziz b. Marwan b. Hakam b. Abi al-‘Ash al-Amawi amirul mukminin (111 H), dinilai termasuk khalifah rasyidin, termasuk pada thabaqah keempat.[247]
234.    ‘Amer b. Umayyah b. Khuwailid b. Abdullah Abu Umayyah adl-Dlamari, wafat pada masa khilafah Mu’awiyyah.[248]
235.    ‘Amer b. Syarhabil b. Sa’id b. Sa’d v. ‘Ubadah al-Anshari, maqbul termasuk pada thabaqah keenam.[249]
236.    Ikrimah b. Abdurrahman b. harits b. Hiryam al-Makhzumi Abu Abdullah al-Madani (103 H), saudara Abu Bakar, tsiqah termasuk pada thabaqah ketiga.[250]

Demikian beberapa nama periwayat yang penulis ungkapkan sebagai sampel dari hadis yang dalam kitab Musnad imam asy-Syafi’i. Memang terdapat beberapa nama yang belum dapat peneliti temukan, akan tetapi itu tidak menutup kemungkinan ada kesamaan nama dari periwayat yang telah dipaparkan di atas. Ini terjadi setelah mengadakan perbandingan atas guru-guru mereka dengan siapa saja yang menerima riwayat dari periwayat tersebut.
Berkenaan dengan ini, penulis berpendapat para periwayat di atas dapat dijadikan sampel untuk mengetahui keadaan periwayat yang ada di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i. Namun demikian ada kemungkinan peletakan nama-nama tersebut yang riwayatnya diambil oleh Imam asy-Syafi’i dapat saja sebagai mutabi’ (suatu riwayat yang sanadnya menguatkan sanad hadis lain dari tema yang sama) atau syahid (suatu riwayat yang matannya sesuai dengan matan hadis lain) dari hadis-hadis yang telah dipaparkan beliau pada setiap bab atau pembahasannya. Sehingga keberadaan hadis tersebut merupakan pelengkap dan kesaksian atas riwayat yang telah dijadikan pedoman dalam pembahasan masalah tertentu. Telaah ini hanya berdasarkan pada standar pendekatan ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Untuk megetahui keadaan suatu riwayat dimaksud tentu harus mengadakan iktibar sanad dan matan dari semua hadis yang membicarakan topik bahasan yang sama, sehingga akan diketahui keterkaitan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya.

Konsistensi Imam asy-Syafi’i dalam Menerapkan Kriteria bagi Periwayat 
            Dari jumlah periwayat tersebut banyak ditemukan para periwayat yang diberi predikat tsiqah (rawi yang terpercaya), tsiqah tsabt (rawi yang terpercaya dan ditetapkan), dan lain-lain ungkapan yang menunjukkan kepada predikat keutamaan kepribadian dan kekuatan hafalan si periwayat. Dalam hal ini peneliti tidak menelaah lebih jauh kepada para periwayat yang diberi predikat tersebut, karena telah cukup diberi penilaian baik dan tidak terdapat permasalahan yang perlu dibahas berkaitan dengan kepribadian dan hafalannya.[251]
            Selain dari pada itu, penulis menemukan beberapa periwayat yang dinilai oleh para ulama kritik hadis dengan predikat shadûq (rawi yang sangat jujur). Menurut Ibnu Abi Hatim, kelompok  ini termasuk periwayat yang bisa dikutip hadisnya dan dianggap layak pakai. Pada kriteria ini tidak dijelaskan kualitas kedlabitan, meski demikian hadisnya dinilai sama seperti kelompok sebelumnya. Diperkuat lagi oleh Yahya bin Ma’in yang memberikan penjelasan kata shadûq atau la ba’sa bih (periwayat ini tidak bermasalah), maka sungguh periwayat itu tsiqah.[252]
Kalimat “shâlih al-hadis” menunjukkan kepada hadis periwayat itu ditulis untuk dii’tibar. Ibn ash-Shalah meriwayatkan dari Abu Ja‘far Ahmad bin Sinân, ia berkata: Abd ar-Rahman bin Mahdi terkadang menyebut hadis seseorang yang di dalamnya terdapat kelemahan ia berkata: “periwayat ini shadûq dan shâlih al-hadis” yang artinya keadaanya tidak jauh berbeda dengan predikat shadûq.[253]
Kalimat “munkar al-hadis” dan “yarwi al-manâkir” menunjukkan periwayatannya adalah banyak menyendiri (tafarud), tidak ada riwayat lain yang meriwayatkan. Sedangkan ungkapan “hadis munkar” adalah istilah yang datang dari kalangan ulama mutaakhirin yang berarti hadis itu diriwayatkan oleh periwayat dlaif dan bertentangan dengan periwayat tsiqah. Berbeda dengan kalangan mutaqaddimin bila menyebut hadis munkar adalah hadis tersebut diriwayatkan secara menyendiri (ifrad) oleh perawi tsiqah, seperti Ahmad bin Hanbal, Duhaim, dan lainnya.[254]
Kalimat “shadûq” termasuk dalam kategori at-ta‘dîl yang berarti “yuktabu hadisuhu wa yunzhar fihi’, yakni hadisnya ditulis untuk diteliti, jika ia seorang periwayat yang banyak salah , maka hadisnya tidak dibutuhkan. Sedangkan bila ternyata ia sedikit saja melakukan salah maka hadisnya dapat diambil dan dijadikan pegangan.[255] Terkadang ada periwayat yang mendapat predikat seperti ini dengan tambahan tetapi ia seorang ahli bid‘ah (shadûq lâkinnahu mubtadi’) suatu tingkatan pada al-jarh yang kelima, ini diberikan bila ternyata bid‘ah yang dilakukannya mengakibatkan fasik, seperti kelompok khawârij, dan Rafidli yang tidak ekstrem dan semua golongan yang secara lahir tempak bertentangan dalam hal masalah ushûl (pokok) dengan Ahlussunnah. Adapun bila pelakunya dikafirkan maka periwayatannya tertolak, termasuk di dalamnya kelompok Rafidli (Syi‘ah) ekstrem (ghullat) yang menganggap Ali bin Abi Thâlib sebagai Tuhan.[256]
Kalimat “layin al-hadis” berarti lemah hadisnya. Diberikan kepada periwayat yang lemah hafalannya, maka hadisnya ditulis untuk dijadikan i‘tibar (ditelaah kembali) dan dikaji lebih dalam. Periwayat tersebut tidak gugur  riwayatnya atau hadisnya ditinggalkan, tetapi ia terkena al-jarh disebabkan sesuatu hal.[257] Adapula komentar lain sesudah ungkapan  shadûq seperti di atas yang merupakan catatan dari ulama kritik hadis. Beberapa nama tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:


No
Urut
Nama Periwayat
Predikat ulama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
449
1259
390
4695
4833
5050
4160
6625
3840
755
950
1882
2175
289
6136
3662
6395
5601
4387
6781
6807
1545

1326
3719
268
2499
2616
2788
2764
6188
6395
6989
6748
384
3592
4113
4119
5047
Ishaq b. Abdullah b. Abi Farwah
Abu Wahab al-Jaisani ad-Dailami
Usamah b. Zaid b. Aslam al-‘Aduwi
‘Ali b. Abi Bakr b. Sulaiman
‘Imar b. Mu’awiyah al-Kufi
‘Amer b. Syu’aib b. Muhammad
Abdul Majid b. Abdurrahman
Muslim b. Khalid al-Makki
Abdurrahman b Harmalah al-Aslami
Yahya b. Sa’id bin Aban al-Umawi
Ja’far bin Muhammad bin Ali
Ar-Rabi’ b. Anas al-Bakri al-Hanafi
Salim b. Abdullah b. Umar
Shalih b. Nabhan al-Madani
Muhammad b. ‘Ajlan al-Madani
Abdullah b. Abi Najih al-Makki
Muhammad b. Abi Yahya al-Aslami
Qais al-‘Abdi
‘Ubaid b. ‘Umair al-Asbahi
Ma’bad b. Ka’ab b. Malik al-Anshar
Ma’la b. Hilal b. Suwaid al-Kufi
Hamid b. Zadawiyah

Al-Husein b. Abdullah al-Madani
Abdullah b. Yasar al-A’raj al-Makki
Ibrahim b. Yahya asy-Syajari
Salamah b. Abdullah al-Khathami
Sulaiman b. Musa al-Amawi
Syarik b. Abdullah al-Madani
Syarhabil b. Sa’id al-Anshari
Muhammad b. ‘Amer al-Madani
Muhammad b. Abi Yahya al-Aslami
Musa b. ‘Ubaidah al-Madani
Mu’awiyah b. Ishaq at-Taimi
 ‘Abdurrahman b. Harmalah al-Kufi
Abdullah b. Muhammad b. ‘Uqail
‘Abdul ‘Aziz b. Umar ‘Abdul ‘Aziz
‘Abdul ‘Aziz b. Muhammad al-Jihni
‘Amer b. Syarhabil al-Anshari
munkarul hadis
isnaduhu nazhar majhul hal
munkar hadis, dlu’afa
shadûq rubbama akhtha’
shadûq, yatasyayyu’
shadûq
shadûq, yukhthi’
murji’ah, matruk
faqih shadûq katsir awham
shadûq rubbama akhtha’
shadûq gharib
shadûq faqih imam
shadûq lahu awham syi’ah
shadûq
shadûq, ikhtilath
shadûq, ikhtilath
tsiqah, rubbama dallasa
shadûq
maqbul
maqbul
maqbul
ittafaq an-Nuqad ‘ala takdzibih
majhul wahm khalat
dlaif
maqbul
layin hadis
majhul
shadûq, fi hadisih layin khalath
shadûq yukhthi’
shadûq ikhtilath
shadûq lahu awham
shadûq
dlaif
shadûq rubama wahm
shadûq rubama akhta
shadûq fi hadisihi layin
maqbul
maqbul

            Berdasarkan tabel di atas dapat dinyatakan bahwa di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i  tidak hanya terdapat periwayat yang memiliki penilaian tsiqah saja, shadûq, akan tetapi amat bervariasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Imam asy-Syafi’i di dalam memasukkan hadis yang bersumber dari para periwayat menurut penilaian di atas ada beberapa nama kurang sesuai dengan kriteria yang ditetapkannya.
Di dalam penetapan kriteria keshahihan hadis sebagaimana dipaparkan pada pembahasan terdahulu, beliau di antaranya menerima hadis dari orang yang dikenal  jujur  dalam agamanya. Akan tetapi ketika memadukan dengan point periwayat hendaknya (1) menyadari suatu lafazh yang dapat mengubah arti hadis, (2) cakap meriwayatkan hadis kata demi kata, sebagaimana yang didengar, (3) tidak meriwayatkan hadis secara makna, (4) tidak berbuat tadlis, (5) tidak bertentangan dengan riwayat lain. Beberapa point tersebut bila dibandingkan dengan penilaian ulama pada tabel di atas terdapat periwayat yang mendapat predikat wahm, layin, khalath, yukhthi’, tadlis, mungkar hadis, dan lain-lain akan diketahui ada kemungkinan berbuat kesalahan baik dalam perubahan kata, periwayatan dengan makna sehingga bertentangan  dengan riwayat lain.
            Penulis juga menemukan beberapa hadis yang hanya disandarkan kepada para sahabat serta tidak sampai kepada Rasulullah. Dengan kata lain di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i  tidak hanya  memuat hadis marfu’, akan tetapi terdapat pula hadis mauquf. Terlepas dari apakah hadis-hadis tersebut dijadikan penguat dan sekadar menyokong hadis-hadis yang ada atau memang berdiri sendiri. Hadis-hadis itu dapat dilihat pada tabel berikut:



No
Nomor Urut Hadis
Kitab/bab
Ket
1
5,18,19,20,21,22,23,24,27,28, 29,30,31,32
Asyrabat

14 hadis
2
10,11,12,13,14,17,18,20,21,22,33,41
Imamah

12 hadis
3
3,4,5,11,12,13,14,15,17
Qatha’ fi Saraqah
9 hadis
4
1,2,7,12,17,18,24,25
Amali fi Shalah
8 hadis
Jumlah
43 hadis

Dengan demikian hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam asy-Syafi’i  tidak semuanya marfu’ atau sampai kepada Nabi Muhammad saw. akan tetapi disandarkan kepada sahabat. Gambaran ini dapat mengantarkan pemahaman kita akan eksistensi kitab Musnad asy-Syafi’i, yakni di dalamnya terdapat hadis-hadis yang memiliki jalur periwayatan yang shahih, dan ada jalur periwayatan yang tidak memenuhi standar keshahihan hadis yang ditetapkannya.  Konsistensi yang dilakukan oleh Imam asy-Syafi’i antara kriteria keshahihan hadis dan aplikasinya tidak selamanya dilakukan. Terlepas dari keberadaan hadis-hadis yang memuat para periwayat yang tidak sesuati standarnya itu hadis pokok atau sebagai hadis penguat semata.

Kesimpulan
            Berdasarkan uraian di atas, paling tidak ada bebera pemahaman terkait kitab musnad Imam asy-Syafi’i; Pertama, kitab Musnad tersebut memang benar-benar karya tulis Imam asy-Syafi’i. Penamaan kitab tersebut yang dinisbatkan kepadanya bisa saja diletakkan oleh muridnyaatau orang lain. Adapun hadis-hadis yang terkandung di dalamnya merupakan karya tulis dan hasil pengembaraan ilmiahnya yang terdapat karyanya yang lain, seperti al-Umm. Kedua, kriteria keshahihan hadis yang ditetapkan oleh Imam asy-Syafi’i termasuk kaidah tertua yang pernah ada. Para ulama hadis kemudian mencermati kaidah tersebut dan mengambilnya menjadi bagian yang tidak bisa ditinggal dalam menetapkan keotentikan sebuah hadis. Ketiga, konsistensi Imam asy-Syafi’i dalam menerima riwayat dari orang-orang yang tidak memenuhi standar ketetapan yang ditentukannya perlu dikaji lebih jauh. Jika riwayat-riwayat yang mendai sampel dalam tulisan ini memang merupakan hadis pokok dalam setiap babnya, tentu hal itu sebagai indikasi bahwa Imam asy-Syafi’i belum sepenuhnya konsisten. Akan tetapi jika hadis-hadis itu hanya bersifat pengulanagan dan penguatan suatu permbahasan, sedangkan hadis pokoknya otentik, itupun menimbulkan pertanyaan akan kealpaannya memadukkan riwayat yang memuat para periwayat yang tidak sesuai dengan ketentuan. Wallahu A’lam.



Daftar Pustaka

Abu Zahrah, Asy-Syâfi’i Ara’uhu wa Hayatuhu wa Ashruhu wa Fiqhuhu, Beirut: Dâr al-Fikr al-Arabiyah, 1948.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994.
______, Taqrib at-Tahdzib, Shuria: Dâr ar-Rahid, 1986 M/1406 H.
Muhamamd Abdul Aziz Al-Khuli, Tarikh Funun al-Hadits, Beirut; Dar al-Qalam, 1986.
Abu al-Hasanât Muhammad Abd al-Hayy al-Hindi al-Laknawi, ar-Raf‘u wa at-Takmîl fi al-jarh wa at-Ta‘dîl, Kairo: Dâr  al-Aqsâ, 1970.
al-Nawawi, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Terj. Syarif Hade Masyah, Pustaka Firdaus: Jakarta, 2001.
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet. VII.
Mustafa as-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, Kairo: Dâr  al-Kaumiyah, 1949.
asy-Syafi’i, al-Umm, Beirut: Dar al-Fikr, 1980, juz I.
______, ar-Risalah, ditahqiqi olah Ahmad Muhammad Syakir, Beirut: Dar  al-Fikr, 1309 H.
 Zhafar Ahmad al-Utsmâni at-Tahanawi (1310-1394 H), Qawâ‘id fi ‘ulûm al-Hadîts, tahqiq Abd al-Fattah Abu Ghuddah, Beirut: Maktabah al-Mathbu‘ah al-Islâmiyyah, tth.     
Abu ‘Amr Ibnu ash-Shalâh,  Muqaddimah Ibn ass-Shalâh wa Mahâsin al-Istilâh, tahqiq ‘Aisyah bin asy-Syati‘, Kairo: Dâr  al-Ma‘ârif, 1979.
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadits, Bandung: al-Ma’arif, 1981, cet. VII.
Subhi Shalih, Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu,Beirut: Dar al-Hilmi li al-Malayani, t.th.






[1] Dosen Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung
[2] Mustafa as-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, (Kairo: Dâr  al-Kaumiyah, 1949), h. 400-401.
[3] Abu Zahrah, Asy-Syâfi’i Ara’uhu wa Hayatuhu wa Ashruhu wa Fiqhuhu, (Beirut: Dâr  al-Fikr al-Arabiyah, 1948), h. 234.
[4] Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadits, (Bandung: al-Ma’arif, 1981), cet. VII, h. 324.
[5] Subhi Shalih, Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu,(Beirut: Dar al-Hilmi li al-Malayani, t.th.), h. 388.
[6] Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet. VII, h. 78-79.
[7] Muhamamd Abdul Aziz al-Khuli, Tarikh Funun al-Hadits, (Beirut; Dar al-Qalam, 1986), cet. I, h. 34.
[8] Subhi Shalih, Ulumul Hadis….., h. 110-111.
[9] Ibid., h. 373.
[10] asy-Syafi’i, al-Umm, (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), juz I, h. 13.
[11] Imam asy-Syafi’i, ar-Risalah, ditahqiqi olah Ahmad Muhammad Syakir, (Beirut: Dar  al-Fikr, 1309 H), h. 370-371; Ibnu Khalikan, Op.cit., h. 107, 109.
[12] asy-Syafi’i, Ar-Risalah…..., h. 461-463
[13] Ibid.,  h. 373.
[14] Ibid.   
[15] Ibnu Khalikan, Op.cit., h. 106-107.
[16] Ibid.
[17] Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), biografi no. 536.
[18] Ibid.,  biografi no. 350.
[19] Ibid., biografi no. 690.
[20] Ibid., biografi no. 448.
[21] Ibid., biografi no. 449.
[22] Ibid, biografi no. 536.
[23] Ibid., biografi no. 1216.
[24] Ibid., biografi no. 2544.
[25] Ibid., biografi 757.
[26] Ibid., biografi no. 759.
[27] Ibid., biografi no. 1259.
[28] Ibid., biografi no. 947.
[29] Ibid., biografi no. 662.
[30] Ibid., biografi no. 216.
[31] Ibid., biografi no. 217.
[32] Ibid., biografi no. 271.
[33] Ibid., biografi no. 272.
[34] Ibid., biografi no. 273.
[35] Ibid., biografi no. 274.
[36] Ibid., biografi no. 275.
[37] Ibid., biografi no. 276.
[38] Ibid., biografi no. 277.
[39] Ibid., biografi no. 278.
[40] Ibid., biografi no. 284.
[41] Ibid., biografi no. 285.
[42] Ibid., biografi no. 286.
[43] Ibid., biografi no. 539.
[44] Ibid., biografi no. 350.
[45] Ibid., biografi no. 733.
[46] Ibid., biografi no.  483.
[47] Ibid., biografi no. 390.
[48] Ibid., biografi no. 392.
[49] Ibnu Hajar al-Asqalani, Taqrib at-Tahdzib, Shuria: Dâr ar-Rahid, 1986 M/1406 H, biografi no. 871.
[50] al-Asqalani, Taqrib, Ibid., biografi no. 950.
[51] Ibid., biografi no. 951.
[52] Ibid., biografi no. 952.
[53] Ibid., biografi no. 994.
[54] Ibid., biografi no. 1545.
[55] Ibid., biografi no. 1154.
[56] Ibid., biografi no. 1155.
[57] Ibid., biografi no. 1156.
[58] Ibid., biografi no.1499.
[59] Ibid., biografi no. 1326.
[60] Ibid., biografi no. 1779.
[61] Ibid., biografi no.1882.
[62] Ibid., biografi no. 2117.
[63] Ibid., biografi no. 2658.
[64] Ibid., biografi no. 2451.
[65] Ibid.,  biografi no. 2553.
[66] Ibid., biografi no. 2202.
[67] Ibid., biografi no. 2619.
[68] Ibid., biografi no. 2396.
[69] Ibid., biografi no. 2312.
[70] Ibid., biografi no. 2313.
[71] Ibid., biografi no. 2176.
[72] Ibid., biografi no. 2177.
[73] Ibid., biografi no. 2178.
[74] Ibid., biografi no. 2179.
[75] Ibid., biografi no. 5717.
[76] Ibid., biografi no. 2843.
[77] Ibid., biografi no. 2932.
[78] Ibid., biografi no. 2936.
[79] Ibid., biografi no. 2945.
[80] Ibid., biografi no. 3009.
[81] Ibid., biografi no. 3208.
[82] Ibid., biografi no. 3236.
[83] Ibid., biografi no. 3239.
[84] Ibid., biografi no. 3220.
[85] Ibid., biografi no. 3397.
[86] Ibid., biografi no. 3399.
[87] Ibid., biografi no. 3490.
[88] Ibid., biografi no. 3499.
[89] Ibid., biografi no. 3704.
[90] Ibid., biografi no. 3705.
[91] Ibid., biografi no. 3710.
[92] Ibid., biografi no.  3533.
[93] Ibid., biografi no. 4304.
[94] Ibid., biografi no. 431.
[95] Ibid., biografi no. 4311.
[96] Ibid., biografi no. 3798.
[97] Ibid., biografi no. 3980.
[98] Ibid., biografi no. 3981.
[99] Ibid., biografi no. 3840.
[100] Ibid., biografi no. 3841.
[101] Ibid., biografi no.  4033.              
[102] Ibid., biografi no. 4344.
[103] Ibid., biografi no. 7839.
[104] Ibid., biografi no. 755.
[105] Ibid., biografi no. 7006.
[106] Ibid., biografi no. 7007.
[107] Ibid., biografi no. 7558.
[108] Ibid., biografi no. 7529.
[109] Ibid., biografi no. 7530.
[110] Ibid., biografi no. 7302.
[111] Ibid., biografi no. 7316.
[112] Ibid., biografi no. 7380.
[113] Ibid., biografi no. 7388.               
[114] Ibid., biografi no. 7072.
[115] Ibid., biografi no. 7073.
[116] Ibid., biografi no. 7074.
[117] Ibid., biografi no. 7077.
[118] Ibid., biografi no. 6451.
[119] Ibid., biografi no. 5721.
[120] Ibid., biografi no. 5725.
[121] Ibid., biografi no. 6151.
[122] Ibid., biografi no. 6068.
[123] Ibid., biografi no. 5947.
[124] Ibid., biografi no. 6381.
[125] Ibid., biografi no. 6425.
[126] Ibid., biografi no. 6481.
[127] Ibid., biografi no. 6482.
[128] Ibid., biografi no. 6483.
[129] Ibid., biografi no. 6484.
[130] Ibid., biografi no. 6512.
[131] Ibid., biografi no. 6517.
[132] Ibid., biografi no. 6625.
[133] Ibid., biografi no. 6672.
[134] Ibid., biografi no. 6543.
[135] Ibid., biografi no. 6781.
[136] Ibid., biografi no. 6807.
[137] Ibid., biografi no. 6808.
[138] Ibid., biografi no. 6809.
[139] Ibid., biografi no. 6811.
[140] Ibid., biografi no. 6812.
[141] Ibid., biografi no. 6813.
[142] Ibid., biografi no. 6814.
[143] Ibid., biografi no. 6817.
[144] Ibid., biografi no. 5638.
[145] Ibid., biografi no. 5518.
[146] Ibid., biografi no. 5520.
[147] Ibid., biografi no. 5521.
[148] Ibid., biografi no. 5512.
[149] Ibid., biografi no. 5469.
[150] Ibid., biografi no. 5470.
[151] Ibid., biografi no. 5601.
[152] Ibid., biografi no. 5223.
[153] Ibid., biografi no. 5044.
[154] Ibid., biografi no. 4288.
[155] Ibid., biografi no. 4833.
[156] Ibid., biografi no. 5024.
[157] Ibid., biografi no. 5025.
[158] Ibid., biografi no. 5026.
[159] Ibid., biografi no. 5050.
[160] Ibid., biografi no. 4476.
[161] Ibid., biografi no. 4386.
[162] Ibid., biografi no. 4160.
[163] Ibid., biografi no. 4261.
[164] Ibid., biografi no. 4753.
[165] Ibid., biografi no. 4695.
[166] Ibid., biografi no. 4425.
[167] Ibid., biografi no. 3454.
[168] Ibid., biografi no. 5277.
[169] Ibid., biografi no. 5219.
[170] Ibid., biografi no. 4561.
[171] Ibid., biografi no. 4567.
[172] Ibid., biografi no. 4569.
[173] Ibid., biografi no. 4571.
[174] Ibid., biografi no. 4570.
[175] Ibid., biografi no. 4888.
[176] Ibid., biografi no. 4605.
[177] Ibid., biografi no. 3511.
[178] Ibid., biografi no. 3451.
[179] Ibid., biografi no. 289.
[180] Ibid., biografi no. 1861.
[181] Ibid., biografi no. 1684.
[182] Ibid., biografi no. 461.
[183] Ibid., biografi no.2615.
[184] Ibid., biografi no. 3219.
[185] Ibid., biografi no. 3409.
[186] Ibid., biografi no. 1398.
[187] Ibid., biografi no.4193.
[188] Ibid., biografi no. 6296.
[189] Ibid., biografi no. 3302.
[190] Ibid., biografi no. 3333.
[191] Ibid., biografi no. 2199.
[192] Ibid., biografi no. 6136.
[193] Ibid., biografi no. 3430.
[194] Ibid., biografi no. 7479.
[195] Ibid., biografi no. 4647.
[196] Ibid., biografi no. 3921.
[197] Ibid., biografi no. 3662.
[198] Ibid., biografi no. 6082.
[199] Ibid., biografi no. 6182.
[200] Ibid., biografi no. 3719.
[201] Ibid., biografi no. 3319.
[202] Ibid., biografi no. 6390.
[203] Ibid., biografi no. 5521.
[204] Ibid., biografi no. 268,
[205] Ibid., biografi no. 137.
[206] Ibid., biografi no. 803.
[207] Ibid., biografi no. 840.
[208] Ibid., biografi no. 872.
[209] Ibid., biografi no. 1284.
[210] Ibid., biografi no. 1702.
[211] Ibid., biografi no. 2499.
[212] Ibid., biografi no. 2321.
[213] Ibid., biografi no. 2616.
[214] Ibid., biografi no. 2617.
[215] Ibid., biografi no. 2630.
[216] Ibid., biografi no. 2788.
[217] Ibid., biografi no. 2764.
[218] Ibid., biografi no. 2884.
[219] Ibid., biografi no. 7483.
[220] Ibid., biografi no. 6188.
[221] Ibid., biografi no. 6184.
[222] Ibid., biografi no. 5763.
[223] Ibid., biografi no. 5691.
[224] Ibid., biografi no. 6395.
[225] Ibid., biografi no. 6989.
[226] Ibid., biografi no. 6748.
[227] Ibid., biografi no. 6774.
[228] Ibid., biografi no. 6777.
[229] Ibid., biografi no. 6605.
[230] Ibid., biografi no. 7737.
[231] Ibid., biografi no. 7886.
[232] Ibid., biografi no. 384.
[233] Ibid., biografi no. 3397.               
[234] Ibid., biografi no. 3239.
[235] Ibid., biografi no. 3435.
[236] Ibid., biografi no. 3513.
[237] Ibid., biografi no. 3632.               
[238] Ibid., biografi no. 3633.
[239] Ibid., biografi no. 3560.
[240] Ibid., biografi no. 3592.
[241] Ibid., biografi no. 4113.
[242] Ibid., biografi no. 4095.
[243] Ibid., biografi no. 4119.
[244] Ibid., biografi no. 4324.
[245] Ibid., biografi no. 4411.
[246] Ibid., biografi no. 4540.
[247] Ibid., biografi no. 4940.
[248] Ibid., biografi no. 4990.
[249] Ibid., biografi no. 5047.
[250] Ibid., biografi no. 4671.
[251] Imam al-Nawawi, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Terj. Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)
[252] Ibid.
[253] Abu ‘Amr bin ash-Shalâh, Muqaddimah Ibn ass-Shalâh wa Mahâsin al-Istilâh, tahqiq ‘Aisyah bin asy-Syati‘, (Kairo: Dâr  al-Ma‘ârif, 1979), h. 59.
[254] Abu al-Hasanât Muhammad Abd al-Hayy al-Laknawi al-Hindi, ar-Raf‘u wa at-Takmîl fi al-jarh wa at-Ta‘dîl, (Kairo: Dâr  al-Aqsâ, 1970), h. 97; Zhafar Ahmad al-Utsmâni at-Tahanawi (1310-1394 H), Qawâ‘id fi ‘ulûm al-Hadîts, tahqiq Abd al-Fattah Abu Ghuddah, (Beirut: Maktabah al-Mathbu‘ah al-Islâmiyyah, tth), h. 259-260.
[255] al-Laknawi, op.cit., h. 182-183; at-Tahanawi, op.cit., h. 244-248.
[256] Al-Laknawi, op.cit., h. 144-145.
[257] Ibn ash-Shalâh, lo.cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar