STUDI NASKAH HADITS;
STUDI KITAB SUNAN IBNU MAJAH
K. Muhamad Hakiki*
Abstarak
Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan
kajian hadits, maka mendengar nama Ibn Majah, bukanlah nama yang terdengar
asing. Karena beliau dikenal sebagai seorang ahli
hadits yang mumpuni. Salah satu kitab haditsnya yang dikenal dengan nama Ibn
Majah menjadi salah satu referensi utama dalam kajian hadits. Meskipun kitab
ini baik akan tetapi dibandingkan dengan kitab-kitab hadits lainnya seperti
Sunan an-Nasa’i. Kajian Kitab Sunan Ibnu Majah merupakan kajian yang
sangat menarik, mengingat “nasib” kitab ini sempat mengalami usaha tarik
menarik diantara para ulama mengenai keberadaan posisinya apakah bisa dimasukan
dalam jajaran “elit” kitab Kutub
al-Sittah atau-kah tidak ?. Meskipun pada akhirnya kitab ini memantapkan posisinya
pada kelas “elit” kitab dengan posisi paling akhir. Tema besar ini-lah yang
akan menjadi sasaran objek kajian dengan melakukan analisis penyebab
dikukuhkannya kitab Sunan Ibnu Majah dalam deretan Kutub al-Sittah.
Kata Kunci: Hadits, Ibn Majah, Kitab Sunan
Ibn Majah
A. Pendahuluan
Ziarah
ke masa lalu dengan cara melakukan tinjauan kritis (tradisi) merupakan proses
yang sangat mengasyikan, mengingat pada zaman tersebut banyak sekali
peninggalan-peninggala yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran, pijakan untuk
menuju masadepan yang lebih baik. Ada banyak hal warisan yang kita peroleh dari
mereka yang ikut andil sebagai aktor penting zaman itu. Diantara
warisan-warisan tersebut adalah berbagai kitab-kitab hadits yang tertumpuk apik
di berbagai perpustakaan. Dengan adanya warisan berharga tersebut apa yang kita
lakukan: apakah kita diamkan, kita buang ataukah kita hargai bahkan kita
jadikan pegangan dalam hidup kita ?.
Tingkah
yang lebih baik tentunya adalah kita hargai untuk dijadikan pegangan petunjuk
dalam hidup kita. Mengingat hadits yang terkodifikasi menjadi kitab
hadits mempunyai peran yang sangat penting jika di dalam ayat-ayat al-Qur’an
tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadits berfungsi sebagai pijakan dasar
hukum dalam dalil-dalil keagamaan.
Ada
banyak kitab-kitab hadits yang kita bisa temui yang tentunya mempunyai macam-macam
kualitas isinya. Hal inilah yang menjadi sasaran kajian dalam karya tulis ini
dengan mengambil fokus kajian telaah kitab Hadits Sunan Ibnu Majah.
Kajian Kitab Sunan Ibnu Majah merupakan kajian yang sangat menarik,
mengingat “nasib” kitab ini sempat mengalami usaha tarik menarik diantara para
ulama mengenai keberadaan posisinya apakah bisa dimasukan dalam jajaran “elit”
kitab Kutub al-Sittah atau-kah
tidak ?. Meskipun pada akhirnya
kitab ini memantapkan posisinya pada kelas “elit” kitab dengan posisi paling
akhir. Sasaran objek kajian ini adalah
melakukan analisis penyebab dikukuhkannya kitab Sunan Ibnu Majah dalam
deretan Kutub al-Sittah.
A.
Mengenal Ibnu Majah
a. Riwayat Hidupnya
Ibnu Majah mempunyai nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin
Yazid bin Majah al-Rabi’I al-Qazwini.[1]
Beliau di lahirkan di Qazwin pada tahun 209 H, dan beliau meninggal dalam usia
74 tahun tepatnya pada tanggal 22 Romadhon 273 H.[2]
ketika ia meninggal Janazahnya disholatkan oleh saudaranya Abu Bakar sedangkan
upacara pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya Abu Bakar dan Abdullah
serta putranya bernama Abdullah.[3]
Ibnu Majah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa
pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan
Khalifah Al-Muqtadir (295 H/908 M).[4]
Informasi kehidupan Ibnu Majah
ketika masih kecil sampai proses dewasa tidak diketemukan dalam berbagai
literatur. Data yang tercatat hanya berkisar tentang ketekunan Ibnu Majah dalam
berburu hadits di berbagai negeri. Ibnu Majah dikenal pada masanya sebagai
orang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu hadits,[5]
sehingga tak salah jika para ulama baik itu semasa atau sesudahnya mengakui
kedalaman ilmunya. Di dalam memburu (mencari) hadits ia mengembara keberbagai negeri. Ia mencarinya
sampai kenegeri Irak, Syam, Hijaz, Mesir, Kufah, Basrah dan kota-kota lainnya.[6]
Tujuannya hanyalah satu yakni ingin mencari dan mendapatkan hadits dari ulama
daerah tersebut.
b. Guru dan Muridnya
Ibnu Majah dalam
meriwayatkan hadits ternyata tidak hanya dari seorang guru hadits, ia banyak
meriwayatkan hadits dari banyak guru diantaranya Ali bin Muhammad al-tanafasy (w. 233),
Jubarah ibn al-Mughlis (w. 238) yang merupakan guru pertamanya [7]kemudian
ia belajar keberbagai guru yakni Abu Bakar bin Abu Syaibah (w. 235), Muhammad
bi Abdullah bin Namir (w. 241), Hisyam bin Ammar (w. 249), Muhammad bin Rumh
(243), Ahmad bin al-Azhar (w. 229), Basyir bin Adham (w. 242), dan masih banyak
lagi guru-gurunya.
Adapun hadits-hadits yang telah
diterima oleh beliau dari berbagai guru juga diriwayatkan oleh murid-muridnya
diantaranya oleh Muhammad bin Isa al-Abhari (w. 379), Sulaiman bin Yazid
al-Qazwini (w. 411), Abu Hassan al-Qattan (334-415 H).[8]
c. Karya yang telah dihasilkannya
Menurut keterangan tidak kurang dari 32 karya yang telah
dihasilkan oleh ulama hadits ini, diantara karya-karya beliau adalah:
1. Kitab al-Sunan.[9]
2. Tafsir al-Qur’an[10]
3. Kitab Tarikh yang berisi sejarah
sejak masa sahabat sampai masa Ibnu Majah.
B.
Tinjauan Kitab Sunan Ibnu Majah
- Nama kitab dan motivasi penulisan
Kitab Sunan Ibnu Majah adalah bukan nama yang diberikan
oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk
mencegah adanya kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap
kitab ini dan pada akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada
nama penulisnya yakni Ibnu Mahaj, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan
Ibnu Majah.
Kegemaran Ibnu majah semenjak kecil -- kira-kira berumur 15
tahun-- akan ilmu hadits membuat ia tak
bosan mencari dan menemukan hadits yang tersebar diberbagai ulama hadits tanpa
memandang dimana ulama hadits itu berada, sehingga berkat ketekunannya pada akhirnya
Ibnu majah menjadi ulama hadits yang sangat masyhur pada zamannya.
Keahlian
dalam ilmu hadits ditunjang dengan koleksi hadits-nya yang sangat banyak
membuat ia berkeinginan menyeleksi dan mengumpulkan (kodifikasi) hadits yang ia
terima dari berbagai guru-gurunya yang tentunya dengan terlebih dahulu adanya
upaya penyaringan berdasarkan segi kualitasnyya. Adapun jika dilihat dari
motivasi kenapa Ibnu Majah menyusun kitab hadits diperkirakan sebagai berikut:
1.
pada
masa hidup Ibnu majah kondisi pada waktu itu adalah puncak atau zaman keemasan dari pada ilmu hadits
hal itu terlihat dari banyaknya pembukuan hadits secara besar-besaran. Dengan kondisi itu dimungkinkan Ibnu majah
pun termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
2.
pada masa hidup Ibnu Majah adalah pada
masa maraknya penyebaran hadits-hadits palsu yang diriwayatkan oleh kaum
zindiq.[11] Sehingga dengan kondisi seperti itu para
ulama dalam penyusunan dan pemilahan hadits menggunakan parameter tertentu yang
dikenal dengan istilah ilmu ‘ulumul hadits
- Isi Hadits dan
sisitematika penulisan dalam Kitab Sunan Ibnu Majah
Kitab hadits ini merupakan karya
manumental dari Ibnu Majah yang sampai saat ini masih beredar dan dijadikan
pegangan dan kajian. Kitab ini memuat banyak hadits dengan berbagai kualitas
hadits. Kitab ini disusun berdasarkan beberapa kitab dan bab. Menurut Muhammad
Fuad Abd al-Baqi hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah
terdapat 4341 buah hadits yang terbagi dengan kualifikasi 37 kitab dan 1515
bab.[12] Pendapat tersebut ternyata diamini oleh
M.M Azami.[13] Sementara itu dalam versi lain yakni oleh
al-Zahabi (673-748 H) [14]
mengatakan bahwa hadits yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majah
adalah 4000 hadits yang terbagi dalam 32 Kitab dan 1500 Bab,[15] pendapat serupa pun diungkapkan oleh Abu al-Hasan al-Qattan (334-415 H) dengan
mengatakan kitab Sunan Ibnu Majah memuat 32 kitab, 1500 bab dan sekitar 4000
hadits.[16]
Dalam pendahuluan Kitab Sunan Ibnu
Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi memberikan uraian yang sangat lengkap
sebagaimana diikuti oleh Muhammad Mustafa ‘Azami beliau menjelaskan bahwa kitab
ini (Kitab Ibn Majah) berisi 4.341 hadits. Dari jumlah hadits tersebut
menurutnya sebanyak 3. 002 hadits telah dibukukan dan terdapat dalam kitab Kutub
Al-Sittah. Dari jumlah tersebut berarti hanya 1.339 hadits yang murni
dimiliki dan dikodifikasikan oleh Ibnu Majah dalam kitab sunan-nya.[17]
Sajian yang lebih lengkap diungkapkan oleh
Muhammad Mustafa ‘Azamai sebagaimana yang ia kutip dari Fuad Abdul Baqi[18] mengkalsifikasikan hadits yang terkodifokasi
dalam kitab Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:[19]
- 428 hadits dari 1. 339 hadits
termasuk dalam katagori hadits Shahih.
- 199 hadits dari 1. 339 hadits
termasuk dalam katagori hadits Hasan.
- 613 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori hadits lemah isnad-nya.
- 99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits munkar dan makdzub
Ciri utama dari kitab ini sebagaimana
diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami
bahwa Kitab Sunan Ibnu Majah adalah salah satu yang terbaik
dilihat dari sistematika penyusunannya yang disusun judul perjudul dan sub-bab
dengan sistematika fikih. Hal ini diakui oleh para ulama. Dan kitab ini tidak
banyak mengalami pengulangan hadits.[20]
Sistematika penyusunan hadits
dalam Kitab Sunan Ibnu Majah
No
|
NAMA KITAB
|
JUZ
|
HLM
|
-
|
Al-Muqaddimah
|
1
|
3
|
1.
|
Al-Taharah
|
1
|
9
|
2.
|
Al-Shalat
|
1
|
219
|
3.
|
Al-Azan
|
1
|
232
|
4.
|
Al-Masajid wa
al-Jama’ah
|
1
|
234
|
5.
|
Al-Iqamah
|
1
|
264
|
6.
|
Al-Janaiz
|
1
|
461
|
7.
|
Al-Siyam
|
1
|
525
|
8.
|
Al-Zakat
|
1
|
565
|
9.
|
Al-Nikah
|
1
|
592
|
10.
|
Al-Talaq
|
1
|
650
|
11.
|
Al-Kafarat
|
11
|
676
|
12.
|
Al-Tijarat
|
11
|
723
|
13.
|
Al-Ahkam
|
11
|
774
|
14.
|
Al-Hat
|
11
|
795
|
15.
|
Al-Sadaqah
|
11
|
799
|
16.
|
Al-Zuhud
|
11
|
815
|
17.
|
Al-Suf’ah
|
11
|
833
|
18.
|
Al-Luqatah
|
11
|
836
|
19.
|
Al-Itq
|
11
|
840
|
20.
|
Al-Hudud
|
11
|
847
|
21.
|
Al-Diyat
|
11
|
873
|
22.
|
Al-Wasaya
|
11
|
900
|
23.
|
Al-Faraid
|
11
|
908
|
24.
|
Al-Jihad
|
11
|
920
|
25.
|
Al-Manasik
|
11
|
962
|
26.
|
Al-Azahi
|
11
|
1043
|
27.
|
Al-Zabaih
|
11
|
1056
|
28.
|
Al-Sayd
|
11
|
1068
|
29.
|
Al-At’imah
|
11
|
1083
|
30.
|
Al-Asyribah
|
11
|
1119
|
31.
|
Al-Thib
|
11
|
1137
|
32.
|
Al-Libas
|
11
|
1176
|
33.
|
Al-Adab
|
11
|
1206
|
34.
|
Al-Du’a
|
11
|
1258
|
35.
|
Ta’bir al-Ru’ya
|
11
|
1258
|
36.
|
Al-Fitan
|
11
|
1290
|
37.
|
Al-Zuhd
|
11
|
1373
|
Berdasarkan uraian tabel diatas, nampak sekali bahwa Ibnu Majah
menyusun hadist-hadits dengan menggunakan sistem tema yakni disusun dengan
tema-tema fikih yang dimulai dari tema (kitab) taharah. Yang menarik
dari penyusunan tema di atas adalah bahwa Ibnu Majah mengakhirkan kitab
zakat setelah kitab puasa dan kitab haji diletakannya jauh
setelah kitab jihad. Hal ini kemungkinan Ibnu Majah memandang haji
itu lebih dekat dengan jihad demikian juga dengan ibadah-ibadah lainnya.
Permasalahan haji nampaknya bagi Ibnu Majah perlu mendapatkan perhatian
khusus.
Adapun permasalahan metode penghimpunan hadits-hadits yang
dilakukan oleh Ibnu Majah nampaknya tidak dapat diketahui dengan mudah meskipun
kita membaca kitab tersebut. Sehingga para ulama melakukan ijtihad tentang
metode yang dilakukan oleh Ibnu Majah. Para ulama menduga bahwa kitab hadits
yang dikarang oleh Ibnu Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Disamping itu
juga ia memasukan masalah-masalah lainnya diantaranya tentang masalah zuhud,
tafsir dan sebagainya. Dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitabnya terdapat
hadits yang mursal dengan tidak menyebutkan periwayat ditingkat pertama
(sahabat). Hadits semacam itu dalam Kitab Sunan Ibnu Majah terdapat
kurang lebih 20 hadits. Sedangkan jika hadits-hadits yang terdapat dalam Kitab Sunan
Ibnu Majah dilihat dari segi kualitasnya terdapat berbagai macam-macam
hadits: Shahih, hasan bahkan ada yang dha’if, munkar, batil, maudhu’.
Hadits-hadits yang dinilai cacad tersebut dalam kitabnya tidak disebutkan sebab
atau alasan kenapa Ibnu Majah memasukan hadits tersebut dalam kitabnya.[21]
Dari segi Rijal al-Hadits, Ibnu Majah termasuk ulama
yang mudah memasukan rijal al-hadits. Hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh periwayat pendusta seperti Amir Ibn Subh, Muhammad Ibn Said al-Maslub,
al-Waqidi dimasukannya dalam kitab Sunan Ibnu Majah. Yang manarik dari
kitab Sunan Ibnu Majah adalah kitab ini memuat hadits-hadits yang tidak
di jumpai oleh pengarang-pengarang hadits sebelumnya yakni : Bukhari, Muslim,
Abu Daud, al-Tarmizi dan al-Nasa’i.[22]
c. Kedudukan Kitab Sunan Ibnu Majah
Mengenai kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah para ulama
muhadditsin berbeda pendapat mengenai apakah kitab ini masuk dalam katagori kutub
al- sittah (enam kitab Hadits) atau tidak?.
Sebagian ulama hadits telah sepakat dan menetapkan bahwa kitab Sunan
Ibnu Majah termasuk dalam katagori Kutub
al-Sittah.[23]
Pendapat ini pertama kali dipelopori oleh al-Hafiz Abdul Fadli Muhammad bin
Tahir al-Maqdisi (wafat tahun 507 H),[24]
pendapat al-Maqdisi terseput pada akhirnya diamini oleh bebera ulama lainnya
diantaranya oleh al-Hafiz Abdul Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat tahun 600
H).[25]
Para ulama tersebut memasukan Kitab Sunan Ibnu Majjah dalam deretan Kutub
al-Sittah dikarenakan dalam kitab tersebut banyak terdapat hadits-hadits
yang tidak dicantumkan oleh Kutub al-Khamsah (lima kitab hadits sebelum Sunan
Ibnu Majah). Hal tersebut berbeda dengan kitab al-Muwatta karya Imam
Malik, meskipun sebenarnya kitab tersebut lebih Shahih akan tetapi hampir
secara mayoritas hadits-hadits-nya sudah terkafer dalam kitab Kutub al-
Khamsah.
Meskipun demikian ada diantara para ulama yang tetap memasukan Kitab
al-Muwatta’ karya Imam Malik ini dalam deretan Kutub al- Sittah
bukan kitab Sunan Ibnu Majah. Diantara para ulama tersebut adalah Abul
Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari al-Sarqasti (wafat tahun 535 H), [26] pendapat ini
pada akhirnya diikuti oleh Abus Sa’adat Majduddin Abnul Atsir al-Jazairi
al-Syafi’I (wafat 606 H), Al-Zabidi al-Syafi’I
(wafat tahun 944)[27],
Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H)[28].
Kelompok ini tetap kokoh dalam pendiriannya yang mengatakan bagaimanapun kitab al-Muwatta’
karya imam malik itu lebih unggul nilainya dari pada kitab Sunan Ibnu Majah.
Disamping itu ada beberapa sisi kelemahan kalau tidak dikatakan keteledoran
dari Ibnu Majah adalah bahwa beliau ketika menjumpai atau menulis hadits yang
dinilai lemah dalam kitabnya tidak disertai dengan catatan komentar tentang
hadits lemah tersebut, hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh
Al-Tirmidzi dan Abu dawud.[29]
d. Kritik terhadap Kitab Sunan Ibnu majah
Para ulama hadits mengkritik kandungan
hadits yang terdapat dalam kitab sunan Ibnu Majah, karena menurutnya Ibnu Majah
telah meriwayatkan hadits dari perawi yang tertuduh “berdusta”, dan di samping
itu juga dalam kitabnya terdapat
hadits-hadits yang tergolong maudu’.
Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu
Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibnu Majah adalah
Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa dalam kitab Sunan
Ibnu Majah terdapat tiga puluh hadits yang tergolong hadits maudu’.
Diantara tiga puluh hadits yang dikritik oleh Ibnu al Jauzi disepakati oleh
para ulama hadits. Akan tetapi kritik yang dilancarkan oleh Ibnu al-Jauzi
mendapatkan bantahan dari Imam al-Suyuti sebagai salah satu pen-Syarah kitab Sunan
Ibnu Majah. Ungkapan yang lebih ekstrim dari ucapan Ibnu al Jauzi diatas
adalah ucapan Al-Mizzi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abu Syu’bah dengan
mengatakan bahwa “Semua hadits yang hanya diriwayatkan oleh
Ibnu Majah sendiri adalah da’if”[30]. Kritik tersebut juga mendapat bantahan
dari Al-Hafiz Syihabuddin al-Busairi al-Misri (wafat tahun 840 H) sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Mustafa Azami beliau membahas hadits-hadits tambahan (zawa’id)
dalam Sunan Ibnu Majah yang tidak terdapat dalam Kitab Kutub al
Khamsah dan juga beliau melengkapi dengan menunjukan derajat hadits itu:
ada yang termasuk dalam katagori hadits shahih, hasan, da’if atau maudu’.[31]
Akan tetapi sebenarnya jika dilihat dari
jumlah hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah yang begitu
banyak, dibandingkan dengan jumlah hadits yang dikritik tidaklah dapat
mengurangi keabsahan dari kitab ini masuk dalam kelas elit Kutub al- Sittah.
e. Syarah Sunan Ibnu Majah
Kitab Sunan Ibnu Majah nampaknya
kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan kitab-kitab hadits lainnya
seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud. Hal tersebut
terlihat dari minimnya kitab syarah tentang Sunan Ibnu majah. Diantara kitab Syarah Sunan Ibnu Majah adalah:
1. Kitab Syarah yang ditulis oleh Syaikh
al-Sindi al-Madani (wafat tahun 1138 H ) yakni Syarah Sunan Ibnu Majah.
Kitab syarah ini tidak ditulis dengan lengkap, hanya ditulis secara ringkas dan
terbatas pada permasalahan yang penting-penting saja. Kitab syarah ini ditulis
di bagian pinggir dari kitab Sunan Ibnu Majah.
2. Kitab Syarah yang ditulis oleh al-Hafiz
Jalaluddin al-Suyuti’ (wafat tahun 911 H) dengan nama Misbaahuz Zujajah Ala
Sunan Ibnu Majah. Akan tetapi kitab syarah ini juga sama dengan ketab yang
ditulis oleh Syaikh al-Sindi al-Madani hanya menguraikan dengan singkat dan
terfokus pada permasalahan yang penting saja.
3. Kitab Syarah yang ditulis oleh
al-Muglata’i (w. 762 H) yakni al-I’Iam bi Sunanihi alaih al-Salam.
4. Kitab yang ditulis oleh al-Kamaluddin ibn
Musa al-Darimi (w. 808 H) yakni Syarah Sunan Ibnu Majah
5. Kitab yang ditulis oleh Ibrahim ibn
Muhammad al-Halabi yakni Syarah Sunan Ibnu Majah.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Kitab Sunan Ibnu Majah dilihat dari
sistematika penulisannya sangat baik dan kitab ini tidak banyak melakukan pengulangan-pengulangan dalam penyebutan
hadits.
2.
Kitab Sunan Ibnu Majah tidak
se-beruntung dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya. Kitab ini kurang mendapatkan
simpatik dikalangan para ulama, hal tersebut terlihat dari minimnya
syarah-syarah yang mengomentari kitab ini.
3.
Jika dibandingkan dengan kitab sunan
lainnya ( Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan Tirmizi), kitab Sunan
Ibnu Majah lebih banyak mengandung hadits yang berkatagori da’if.
Catatan Istilah :
Shahih Hadits yang sanadnya bersambung dari
awal sampai akhir, dan diriwayatkan oleh
orang yang adil, dhabit, tidak ada syaz dan ‘illah yang tercela.
Hasan Hadits
yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, diseritakan oleh orang yang
adil, tetapi perawinya ada yang kurang dabit, serta tidak ada syaz dan ‘illah.
‘Adil Seorang Muslim yang Baligh,
berakal, tidak melakukan dosa, dan selamat dari sesuatu yang dapat mengurangi
kesempurnaan dirinya.
Dhabit Orang yang betul-betul hafal hadits
atau orang yang benar-benar memelihara kitab yang berisi hadits.
Isnad Menyandarkan
Matan Isi Hadits
‘illah Hadits yang terputus sanadnya,
tetapi tampak bersambung. Atau sehalus ucapan sahabat, akan tetapi tampak seperti
ucapan Rosulullah saw. Atau hadits yang terbalik atau berubah dari segi
sanadnya.
Maudu’ Hadits yang dibuat oleh seseorang
pendusta (palsu) dan mengaku atas nama Nabi
saw dengan sengaja atau tidak sengaja.
Munkar Hadits yang diingkari atau ditolak
oleh ulama hadits
Mursal Hadits yang diriwayatkan oleh
seseorang perawi langsung disandarkan kepada Nabi tanpa menyebutkan nama orang
yang menceritakan kepadanya.
Mutawattir Hadits yang diriwayatkan dengan banyak
sanad yang berlainan perawinya, dan mustahil mereka bisa berkumpul untuk
berdusta membuat hadits tersebut.
Syaz Hadits yang diriwayatkan oleh
orang terpercaya, tetapi matan atau sanadnya menyalahi riwayat orang yang lebih
kuat darinya.
Munqati’ Hadits yang ditengah sanadnya gugur
seorang perawi atau bebera perawi, tetapi tidak berturut-turut.
Mu’allaq Hadits yang dari awal sanadnya gugur
seorang perawi atau lebih dengan berturut-turut.
Marfu’ Sabda atau perbuatan, taqrir atau
sifat yang disandarkan kepada Rosulullah saw.
Gharib Hadits yang diriwayatkan hanya
dengan satu sanad
Ahad Hadits yang tidak memiliki
syarat-syarat mutawatir.
Al-Zawaid kitab hadits yang menghimpun hadits-hadits
yang tidak masuk dalam kitab hadits yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fida’ ibn Katsir, Jami’ al-Musnad wa al-Sunan,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990
_______, al-Bidayah wa al-Nihayah,
Jilid. II, Beirut: Maktabah
al-Ma’arif, 1996
Al-Zahabi M.
Husain, Siyar A’lam wa al-Nubala’,
juz XVII, Beirut: al-Risalah, 1990
Ibrahim Dasuki
al-Sahawiy, Mustalah al-Hadits , t.t.: al-Ta’ah al-Fanniyah, t,th.
Mahmud At-Tahhan, Usulut
Takhrij wa Dirosatul Asanid, Pertj. Ridlwan Nasir, Metode Takhrij dan
Penelitian Sanad Hadits.
Masudul Hasan, History of Islam,
Vol. I, India: Adam Publishers & Distributes, 1992.
Muhammad Abu Suhbah, Fi Rihab al-Kutub
al-Tis’ah, Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1969
Muhammad Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits, Teras, Jakarta,
2003.
Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in
Hadith Methodology and Literature, American Trust Publication, 1977.
Muhammad Syuhudi
Ismail, Pengantar Ilmu Hadits Cet. II, Angkasa, Bandung, 1994
Yaqut ibn Abdullah, Mu’jam
al-Buldan, Jilid IV, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990.
* Dosen
Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Mahasiswa S-3 Religious
Studies UIN Bandung
[1] Nama Majah adalah
sebutan gelar dari ayahnya (Yazid), yang karib di Qazwin yakni nama sebuah kota
di Iran. (Abu Fida’ ibn Katsir, Jami’ al-Musnad wa al-Sunan (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 1990). H. 111. atau juga lihat. (Yaqut ibn Abdullah, Mu’jam
al-Buldan, Jilid IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990). H. 343.
[2] Dalam sumber yang
lain di jelaskan bahwa ia meninggal pada hari senin tanggal 21 Ramadhan Tahun
273 H. (Lihat : Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith Methodology and
Literature, American Trust Publication, 1977, hlm. 158). Atau bisa juga lihat Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Jilid. II (Beirut: Maktabah al-Ma’arif,
1996) h. 52.
[3] Ibid.
[4] Masudul Hasan, History of Islam
Vol. I (India: Adam Publishers & Distributes, 1992). H. 252-286.
sebagaimana yang dikutip oleh M. Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits, Teras, Jakarta,
2003, h. 160.
[5] Kata Hadits adalah bahasa Arab yang secara literal bermakna komunikasi,
cerita, perbincangan; religius atau
sekuler, historis atau kekinian. Adapun disaat kata ini digunakan sebagai
ajektif maka akan bermakna “baru”. Kata ini dalam al-Qur’an digunakan sebanyak
duapuluh tiga kali. Adapun dalam makna Istilah, Hadits menurut ulama hadits
(Muhadditsin) adalah menunjukan makna atau sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi
Muhammad SAW; baik berupa perilaku, perkataan, persetujuan beliau akan tindakan
sahabat, atau deskripsi tentang sifat dan karakternya.
[6] Lebih
jelasnya lihat Ibrahim Dasuki al-Sahawiy, Mustalah al-Hadits (t.t.:
al-Ta’ah al-Fanniyah, t,th.), h. 249. atau juga lihat Muhammad Abu Suhbah,
Fi Rihab al-Kutub al-Tis’ah (Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1969), h.
136.
[7] Al-Zahabi,
Siyar A’lam wa al-Nubala’, juz XVII (Beirut: al-Risalah, 1990), h. 278.
[8] Untuk
lebih lengkapnya mengenai siapa saja yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Majah
dapat dilihat dalam Al-Zahabi, Ibid
[9] Kata Sunan menurut pengertian ahli hadits adalah kitab-kitab hadits yang
disusun berdasarkan bab-bab fikih. Kitab-kitab subab ini hanya memuat
hadits-hadits marfu’, tidak memuat hadits mauquf atau Maqtu’. Sebab menurut
mereka dua macam hadits terakhir itu tidak disebut sebagai sunah, namun hanya
disebut sebagai hadits. (Mahmud At-Tahhan, Usulut Takhrij wa Dirosatul
Asanid, Pertj. Ridlwan Nasir, Metode Takhrij dan Penelitian Danad Hadits,
hlm. 66.).
[10] kitab Ibnu Majah yakni Tafsir Al-Qur’an ditulis hanya sebatas
terjemahannya saja keberadaannya dapat dijumpai sampai sekarang namun masih
dalam bentuk manuskrip. dan Kitab Tarikh-nya sampai saat ini belum ada
informasi yang pasti tentang keberadaan kitab tersebut. namun adanya dugaan
sebuah kitab tentang Tarikh yang dinisabahkan kepada Ibn Majah yakni Tarikh
al-Khulafa. (lihat, M. Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits,….h.
164.
[11] M.
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits Cet. II, Angkasa, Bandung, 1994.
h. 114.
[12] Lihat
bagian pendahuluan dari kitab Sunan Ibn Majah.
[13] Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature…..h.
159.
[14] Beliau
mempunyai nama asli: Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Ustman al-Zahabi.
[15]
Al-Zahabi, Siyar A’lam wa al-Nubala’, juz XVII…….., h. 279.
[16]
Muhammad Abu Suhbah, Fi Rihab al-Kutub al-Tis’ah …… h. 98
[17] Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith
Methodology and Literature…..h.159.
[18] Pendapat atau khasifikasi ini
sebenarnya telah diungkapkan oleh para ulama sebelumnya diantaranya: al-Suyuti dan al-Busyairi
al-Misri (w. 840 H) dalam kitabnya al-Misbah al-Zujajah fi Zawa’id ibn Majah
yang mengatakan bahwa hadits-hadits zawaid yang terdapat dalam kitab Sunan Ibn
Majah berkwalitas Sahih, hasan, da’if dan maudhu’. Penjelasan tersebut
menafikan pernyataan al-Mizzi yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang
diriwayatkkan oleh Ibn Majah bernilai dha’if.
[19] Ibid..
[20] Ibid., 161.
[21] Al-Zahabi, Siyar A’lam wa
al-Nubala’…… h. 282. atau juga dapat dilihat dalam [21]
Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature…..h.159.
[22] Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith
Methodology and Literature…..h.159
[23] Para ulama telah sepekat bahwa yang
termasuk dalam kitab Kutubus Sittah adalah sebagai berikut dengan sistem
urut: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’I, Sunan
Tirmizi, dan termasuk Sunan Ibnu Majah.
[24] Lihat, al-Hafiz Abdul Fadli
Muhammad bin Tahir al-Maqdisi dalam kitabnya Atraaful Kutubus Sittah dan
dalam risalahnya Syuruutul A’immatis Sittah. Atau lihat kutipan Muhammad Mustafa
‘Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature…..h. 161.
[25] Lihat, al-Hafiz Abdul Ghani bin
al-Wahid al-Maqdisi, dalam kitabnya al-Ikmaail fi Asma’ ar-Rijal. Atau
lihat kutipan
Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature…..h.
161.
[26] Lihat, Abu al-Hasan Ahmad bin Razin
al-Abdari as-Sarqasti, at-Tajrid fil Jami’ Baina Shihaah. Atau lihat
kutipannya Muhammad Abu Suhbah, Fi Rihab al-Kutub al-Tis’ah (Kairo:
Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1969), h. 136
[27] Az-Zabidi as-Syafi’I pengarang dari
kitab Taysirul Wusui,
[28]Ibnu Hajar al-‘Asqalani pengarang
kitab Fath al-Bari fi Syarh Sahih Bukhari, al-Maktabah
al-Salafiyah, t.th.
[29] Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in Hadith
Methodology and Literature…..h.159.
[30] Muhammad Abu Syuhbah, Muhammad Abu
Suhbah, Fi Rihab al-Kutub al-Tis’ah ……
hlm. 100.
[31] Muhammad Mustafa ‘Azami, Studies in
Hadith Methodology and Literature…..h. 161.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar