Minggu, 18 Maret 2012

KADAR DAN OBJEK KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN


KADAR DAN OBJEK KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN

 Yusuf Baihaqi*




ABSTRAK

Terdapat perbedaan di kalangan Ulama dalam menentukan kadar kemu'jizatan Al Qur'an, ada yang berpendapat bahwasanya kadar kemu'jizatan yang dimilikinya adalah seukuran surah terpendek darinya, pendapat lain mengatakan bahwasannya kadar kemu'jizatannya adalah Al Qur'an secara keseluruhan atau Al Qur'an walaupun tidak secara keseluruhan akan tetapi dalam jumlah yang banyak atau bahkan sedikit, ada juga yang berpendapat bahwasannya kemu'jizatan Al Qur'an sesungguhnya terdapat dalam jenis dan kualitasnya, bukan pada besaran dan banyaknya. Kesepakatan ulama dalam melihat adanya tantangan dalam Al Qur'an tidaklah membuat mereka sepakat dalam menetukan siapa yang menjadi objek bagi tantangan tersebut, dikarenakan ada sebagian dari mereka berpendapat bahwasannya hanya dari jenis manusia tantangan tersebut diperuntukkan, sedangkan sebagian yang lain berpendapat, bahwasannya tantangan sebagaimana diperuntukkan untuk jenis manusia, juga diperuntukkan untuk jenis jin.
 
Kata kunci : Kadar, Objek, Mu'jizat, Al Qur'an.



Pendahuluan

Mengkaji seputar kadar dan objek kemu'jizatan Al Qur'an dalam kajian Al Qur'an sangatlah penting, karena hal ini berkaitan erat dengan pemahaman kita seputar tema "mu'jizat Al Qur'an", yang merupakan bagian penting dari kajian ilmu-ilmu Al Qur'an.
Memahami secara lebih akurat dan objektif dengan argumen yang kuat tentang kedua tema diatas juga sangatlah penting, apalagi ketika kita dihadapkan dengan banyaknya perbedaan pendapat di kalangan para Ulama seputar kedua tema tersebut.
Dalam tulisan ini, kami berupaya untuk memaparkan perbedaan pendapat di kalangan Ulama seputar kedua tema tersebut, dengan menghadirkan setiap argumentasi yang dimilikinya, sebagaimana dibahas juga sisi kekuatan dan sisi kelemahan dari setiap argumentasi yang ditampilkan oleh setiap pendapat, dengan harapan sebuah pendapat yang lebih akurat dan objektif dapat kami tampilkan dalam tulisan ini.
Demikian, semoga tulisan singkat ini dapat memberikan kontribusi kepada para pembacanya, dalam memperluas wawasan seputar perbedaan Ulama tentang kadar dan objek kemu'jizatan Al Qur'an, dan memahami hakekat keduanya dengan berlandaskan argumentasi yang kuat, sehingga dapat berimplikasi kepada perolehan sebuah pemahaman yang utuh dalam memahami kemu'jizatan Al Qur'an.   



Kadar Kemu'jizatan Al Qur'an

Dalam konteks diatas, kita dapatkan Al Baqilani memiliki pendapat yang selaras dengan madzhab Asy'ariyah, dan mengambil pendapat Imamnya "Abu Hasan Al Asy'ari" yang mengatakan, "Sesungguhnya kadar terkecil dari kemu'jizatan Al Qur'an adalah satu surah baik pendek maupun panjang, atau yang seukuran dengannya". Hal ini dikarenakan tidak adanya bukti kuat akan ketidakmampuan komunitas arab untuk melawan dalam kadar yang kurang dari seukuran surah terpendek dalam Al Qur'an.
Sebaliknya sebagian pengikut madzhab Mu'tazilah berpendapat, "Bahwasannya kemu'jizatan Al Qur'an berkaitan dengan Al Qur'an secara keseluruhan", artinya : kadar kemu'jizatan Al Qur'an tidaklah mungkin dihasilkan kecuali dengan mengaitkan Al Qur'an secara komprehensif, hal ini selaras dengan bunyi teks Al Qur'an :    
(Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain")(*[1]).
    Ayat yang dijadikan argumentasi oleh madzhab Mu'tazilah diatas, dalam hemat kami kurang pas dan akurat, hal ini dikarenakan kata "Al Qur'an" sebagaimana dapat dipakai untuk penisbatkan Al Qur'an secara keseluruhan juga untuk sebagiannya. Sebagaimana pendapat ini juga bertolak belakang dengan keberadaan sejumlah ayat tantangan, yakni : permintaan untuk mendatangkan semisal Al Qur'an([2]), sepuluh surah([3]) atau satu surah saja darinya([4]).
    Sebagian yang lain berpendapat, bahwasannya kemu'jizatan Al Qur'an berlaku untuk Al Qur'an baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, hal ini berdasarkan bunyi teks Al Qur'an :       
(Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al Qur'an) jika mereka orang-orang yang benar)([5]).
   Pendapat ini dalam hemat kami masih terbantahkan apalagi dari sisi argumentasi yang dimilikinya, dikarenakan teks Al Qur'an diatas berada setelah firman-Nya :            
(Ataukah mereka berkata, "Dia (Muhammad) mereka-rekanya". Tidak! Merekalah yang tidak beriman)([6]).
    Pada ayat diatas, mereka (kaum kafir) tidak mengatakan bahwasannya Muhammad mereka-reka sebuah ayat dari Al Qur'an, melainkan klaim mereka bahwasannya Muhammad mereka-reka Al Qur'an secara keseluruhan. Atas dasar itulah, banyak yang memahami bahwasannya tantangan yang terkandung dalam ayat tersebut berupa Al Qur'an secara keseluruhan bukan sebagiannya([7]).
    Pendapat lain seputar kadar kemu'jizatan Al Qur'an, adalah pendapat yang mengatakan bahwasannya kemu'jizatan tersebut tidaklah terdapat kecuali dalam sejumlah ayat yang banyak([8]).
    Demikian, yang dapat disimpulkan seputar perbedaan di kalangan ulama dalam menentukan kadar kemu'jizatan Al Qur'an. Dan dalam hemat kami, kadar kemu'jizatan Al Qur'an sejatinya terdapat dalam roh yang menyelimuti keseluruhan teks Al Qur'an, dikarenakan aspek kemu'jizatan Al Qur'an sebagaimana dapat dirasakan pada surah yang panjang, juga dapat dirasakan pada surahnya yang pendek, pada ayatnya yang panjang juga pada ayatnya yang pendek, bahkan juga pada kata dan huruf yang menjadi bagian dari redaksi yang dimilikinya.
    Roh yang menyelimuti keseluruhan ayat Al Qur'an, diibaratkan seperti roh manusia yang berada dalam tubuhnya. Kita tidak dapat memastikan di bagian organ tubuh mana roh dalam diri kita bersemayam, dikarenakan dalam kondisi normal sesungguhnya seluruh organ tubuh kita adalah hidup selama roh masih berada dalam tubuh, akan tetapi keseluruhan organ tubuh tersebut akan mati dan tidak berfungsi ketika roh telah keluar dari dalam tubuh. Demikian pula tangan manusia, ia akan berfungsi, selama ia menjadi bagian dari tubuhnya yang mengalir padanya roh, akan tetapi ia adalah sepotong daging dan tulang yang mati ketika ia terpotong dan terlepas dari tubuh manusia.
    Surah, ayat, kalimat, kata bahkan huruf yang menjadi bagian dari rankaian redaksi Al Qur'an mengandung kemu'jizatan, dikarenakan roh Al Qur'an mengalir pada kesemuanya. Kata dan huruf yang sama dengan yang dimiliki oleh redaksional Al Qur'an juga terdapat dalam bahasa arab, dan dipakai oleh komunitas arab dalam percakapan keseharian mereka, akan tetapi kata dan huruf tersebut tidaklah mengandung kemu'jizatan, dikarenakan roh Al Qur'an tidak mengalir pada kata dan huruf tersebut.
   Kemu'jizatan Al Qur'an sesungguhnya terdapat dalam jenis dan kualitas dari sebuah perkataan, bukanlah pada besaran dan banyaknya. Sebagaimana tantangan untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, juga bukanlah berdasarkan besaran dan banyaknya, melainkan berdasarkan jenis dan kwalitasnya. Ketidakmampuan manusia untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, adalah ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan perkataan yang sejenis dan memiliki kwalitas yang sama dengan perkataan Al Qur'an. Sehingga dapat disimpulkan, bahwasannya kadar kemu'jizatan Al Qur'an adalah berdasarkan kwalitas bukan besaran, sehingga tidaklah ada perbedaan antara Al Qur'an secara keseluruhan dengan sebagian darinya, walaupun satu ayat saja, dalam kandungan kemu'jizatan yang dimilikinya([9]).
Satu contoh kongkrit, betapa keberadaan sebuah huruf dalam sebuah redaksional Al Qur'an memiliki andil yang sangat signifikan dalam menampilkan aspek kemu'jizatan yang dimilikinya, adalah pemakaian huruf " ن " yang dalam bahasa arab dipakai untuk menunjukkan orang banyak dan mencakup si pembicara dan juga orang lain dalam jumlah yang banyak, yakni dalam firman-Nya :
(Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan)([10]).
    Kalau kita cermati, kenapa redaksional ayat diatas tidak berbunyi Iyyâka A’budu Wa Iyyâka Asta’în (hanya Engkaulah yang saya sembah dan hanya kepada Engkaulah saya mohon pertolongan), hal ini dikarenakan terdapat rahasia dan hikmah Ilahiyyah yang melatar-belakangi pemakaian Shîghat Al jam’i (format orang banyak) pada kata " نعبد " diatas.

Beberapa rahasia dan hikmah Ilahiyyah yang terkandung di dalamnya adalah :

Pertama, kebaikan dan keutamaan yang terdapat dalam pelaksanaan shalat berjama’ah, dan atas hikmah itulah kenapa Shîghat Al jam’i dipakai pada redaksi ayat diatas. Disabdakan dalam sebuah hadits dari sahabat Ibnu Umar ra seputar konteks kebaikan dan keutamaan yang terdapat dalam pelaksanaan shalat berjama’ah :
صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة .
(Shalat jama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh (27) kebaikan)([11]).

Kedua, manusia merupakan makhluk sosial, diantara cara yang dipakai Al Qur’an dalam mendidik manusia pada aspek sosial yang dimilikinya adalah dengan menanamkan rasa ukhuwah (persaudaraan) dan kebersamaan diantara mereka([12]), dan pelaksanaan ibadah shalat secara berjama’ah adalah dalam rangka untuk menumbuh-suburkan rasa persatuan dan kebersamaan diantara umat manusia([13]).

Ketiga, ketika seseorang melakukan shalat secara berjama’ah, sesungguhnya makna kebersamaan itu terjalin bukan sebatas sesama umat manusia saja, akan tetapi kebersamaan dalam berdoa dan bertasbih kepada Dzat pencipta yang Esa juga terjalin antar segenap ciptaan-Nya baik yang di bumi maupun yang di langit([14]), dan  pemakaian Shîghat Al jam’i pada kata " نعبد " diatas menunjukkan akan hakekat tersebut. Difirmankan dalam Al Qur’an : 
(Tidakkah kamu tahu bahwasannya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan)([15]).

    Demikianlah, bagaimana sebuah huruf secara teliti dan akurat dipilih, sebagaimana terdapat rahasia dan hikmah Ilahiyyah dalam setiap peletakannya dalam redaksional Al Qur’an, ini semuanya menjadi bukti penguat akan kemu’jizatan Al Qur’an pada aspek bahasa yang dimilikinya. 
        
Objek Kemu'jizatan Al Qur'an

Para ulama sepakat akan keberadaan tantangan dalam Al Qur'an, akan tetapi walaupun demikian, mereka berselisih pendapat dalam menentukan pihak yang dijadikan sebagai objek bagi tantangan tersebut.
Az Zarkasyi dalam kitabnya "Al Burhân" mengatakan bahwasannya tantangan ini hanya diperuntukkan untuk jenis manusia tidak untuk jenis jin, dikarenakan jin bukanlah dari jenis makhluk yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa arab yang dengannya Al Qur'an diturunkan. Penyebutan jenis jin dalam sebuah ayat tantangan (Qul La‘inij Tama’atil Insu Wal Jinnu)([16]), bukanlah berarti bahwa jenis ini menjadi bagian dari pihak yang dijadikan sebagai objek bagi tantangan tersebut, melainkan penyebutannya sebatas untuk mengagungkan aspek kemu'jizatan Al Qur'an, dikarenakan sebuah kelompok memiliki kekuatan lebih dibandingan dengan sebuah individu, dimana kalau saja segenap jenis manusia dan jin berkelompok dan sepakat untuk melakukan satu konspirasi, dan ternyata mereka tetap lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk melawan, sesungguhnya kemampuan yang dimiliki oleh sebuah individu tentunya jauh lebih lemah dan lebih tidak memiliki kekuatan([17]).
     Lain halnya dengan As Suyuthi sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitabnya "Al Itqân", bahwasannya tantangan untuk mendatangkan Al Qur'an, sebagaimana diperuntukkan untuk jenis manusia, juga diperuntukkan untuk jenis jin, adapun jenis malaikat juga sesungguhnya yang dimaksud pada ayat diatas, dikarenakan mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan Al Qur'an. Melainkan pada ayat diatas yang tersebut hanyalah dari jenis jin dan manusia, dikarenakan rasulullah saw hanya diutus untuk kedua jenis tersebut, tidak kepada jenis malaikat([18]).
    Lebih lanjut Al Alusi berpendapat dalam tafsirnya "Rûh Al Ma’ânî", bahwasannya hanya jenis jin dan manusia yang tersebut dalam ayat diatas, dikarenakan yang menginkari bahwasannya Al Qur'an bersumber dari Allah swt hanyalah dari kedua jenis tersebut, atas dasar itulah bahwasannya tantangan diperuntukkan kepada keduanya.....([19]). Senada dengan Al Alusi, dan juga berargumentasi dengan firman Allah swt diatas, kita dapatkan pernyataan An Noursi dalam kitabnya " Al Kalimât "([20]).
     Dalam pengamatan kami, para ulama diatas terkesan menjadikan firman Allah swt dalam surah Al Isrâ‘ [17] : 88 sebagai bagian dari ayat-ayat tantangan, dalam hal ini kami tidaklah sependapat, adapun alasannya adalah :

Pertama, kami tidak melihat pada ayat tersebut tantangan bagi kaum kafir, dan permintaan bagi mereka untuk mendatangkan semisal Al Qur'an. Sebagaimana tidak kita dapatkan pada ayat di atas pembahasan tentang pendustaan kaum kafir atas sosok rasulullah SAW, tidak pula pengingkaran bahwasannya Al Qur'an merupakan kalamullah.

Kedua, lebih daripada itu, tidak juga kita dapatkan pada redaksiona ayat tersebut permintaan secara lugas untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, baik secara keseluruhan maupun sebahagiannya saja. Tidak adanya permintaan secara transparan dan lugas ini turut memperkuat pendapat yang menyatakan bahwasannya ayat tersebut bukanlah bagian dari ayat-ayat tantangan, dikarenakan sebuah tantangan tidaklah mungkin terjadi kecuali dengan adanya sebuah permintaan yang bersifat transparan dan lugas.

   Ketiga, sejatinya konteks ayat diatas bukanlah dalam konteks tantangan, melainkan dalam konteks anugerah dan karunia Tuhan yang diberikan kepada sosok Muhammad SAW. Dialah Dzat yang telah memilih dan mengutusnya untuk menjadi seorang nabi dan rasul, dan yang telah Menurunkan kepadanya Al Qur'an sebagai sebuah rahmat dan karunia. Kalau saja Dia berkehendak untuk menghilangkan Al Qur'an dari dirinya, tentu sangatlah mudah bagi-Nya untuk melakukannya, dan tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu untuk mengembalikan Al Qur'an kepadanya.
    Realitas diatas dapat dipahami sebagai sebuah pemberitahuan dari Allah SWT kepada rasul-Nya, bukan merupakan tantangan yang ditujukan kepadanya, sebagaimana tidak ada satupun ulama yang mengatakan bahwasannya Allah SWT menantang rasul-Nya untuk mendatangkan semisal Al Qur'an yang diturunkan kepadanya!?
    Masih tentang ayat diatas, Allah SWT kemudian menginformasikan kepada kita akan informasi yang lain, bahwasannya kalaupun manusia dan jin secara keseluruhan yang jumlahnya bermilyar-milyar mengadakan sebuah konspirasi dan kerja sama untuk melahirkan sebuah kitab yang menyerupai Al Qur'an, dan mendatangkan perkataan semacam perkataan Al Qur'an, sesungghnya mereka sekali-kali tidak akan mampu dan berhasil untuk melakukannya.
     Pemberitaan yang bersumber kepada Allah SWT akan ketidakmampuan segenap makhluk-Nya untuk mendatangkan perkataan semacam Al Qur'an, dikarenakan Al Qur'an merupakan kalamullah dan tidak ada satupun dari perkataan yang bersumber kepada makhluk - baik jin maupun manusia - yang menyerupainya, karena begitu tinggi perbedaan antara keduanya.
     Pemberitahuan Tuhan akan hakekat diatas, merupakan bagian dari kalimat berita, sedangkan tantangan tidaklah terlahir melainkan dari sebuah kalimat perintah, sebagaimana berita bukanlah tantangan.

    Atas dasar itulah, kami lebih cenderung untuk mengatakan bahwasannya pemberitaan Tuhan sebagaimana yang termaktub dalam surah Al Isrâ‘ diatas, diturunkan sebelum ayat-ayat tantangan dalam surah At Thûr, Yûnus dan Hûd. Dimana kaum kafir diminta untuk membenarkan pemberitaan yang bersumber kepada Tuhan ini, mengakui akan ketidakmampuan segenap makhluk untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, dan mengimani bahwasannya Al Qur'an merupakan kalamullah. Akan tetapi mereka sama sekali tidak bergeming dari kekafirannya, bahkan mereka mengklaim mampu untuk mendatangkan semisalnya, kalau saja mereka berkehendak.    
(Dan apabila ayat-ayat kami dibacakan kepada mereka, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini), jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu")([21]).
     Kemudian pasca pendustaan mereka terhadap pemberitaan dalam surah Al Isrâ‘, Allah SWT menantang mereka dalam beberapa surah yang lain, dan meminta mereka untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, akan tetapi mereka tidak memiliki daya untuk melakukannya, tidak pula kemampuan untuk mendatangkan semisal dengannya, baik secara keseluruhan atau sebahagian saja darinya. Ketidakmampuan mereka untuk menjawab tantangan ini, merupakan bukti kongkrit akan kebenaran pemberitaan Tuhan sebagaimana yang termaktub dalam surah Al Isrâ‘ diatas.
    Kesimpulannya adalah : bahwasannya pemberitaan akan ketidakberdayaan jin dan manusia sebagaimana yang diinformasikan dalam surah Al Isrâ‘ merupakan janji Tuhan, bukan merupakan tantangan, dan ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan semisal Al Qur'an setelah adanya tantangan, merupakan sebuah realitas yang membenarkan dan memperkuat janji tersebut([22]).
     Demikian berkaitan dengan firman Allah swt dalam surah Al Isrâ‘ [17] : 88, akan tetapi walaupun demikian, kami sependapat dengan sekelompok ulama yang mengatakan bahwasannya objek kemu'jizatan Al Qur'an sebagaimana diperuntukkan untuk jenis manusia juga untuk jenis jin, hal ini adalah juga dikarenakan beberapa faktor :

      Pertama, bahwasannya jenis jin kalaupun kita terima bukanlah dari jenis yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa arab, hal ini tidaklah berarti bahwasannya jenis ini keluar dari objek yang dituju untuk mendatangkan semisal Al Qur'an. Dikarenakan dari jenis manusia juga terdapat sekelompok bahkan mayoritasnya yang tidak cakap berkomunikasi dengan menggunakan bahasa arab, akan tetapi tidak kita dapatkan seorang Ulama pun yang mengatakan bahwasannya tantangan diatas hanya diperuntukkan untuk komunitas Arab, tidak untuk komunitas non Arab.

      Kedua, masuknya jenis jin bersama jenis manusia untuk menjadi objek yang dituju untuk mendatangkan semisal Al Qur'an, sangat selaras dengan universalitas ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw :
(Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam)([23]).
      Yakni : tidaklah Kami utus engkau yang Muhammad dengan agama yang lurus ini, yaitu : agama Islam, melainkan agar engkau menjadi rahmat bagi alam semesta dari kalangan jin dan manusia. Hal ini dikarenakan Kami telah mengutusmu dengan sebuah ajaran yang dapat membahagiakan mereka dalam urusan agama, dunia dan akherat mereka, ketika mereka mau mengikutimu, mematuhi apa yang engkau bawa, dan mentaati segenap seruan dan laranganmu([24]).

       Ketiga, terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an tentang jin yang mengisahkan kepada kita bahwasannya mereka kerap mendengar dan merasa takjub dengan Al Qur'an, sehingga mereka pun memperoleh petunjuknya dan mengimani Dzat yang menurunkannya :
(Katakanlah (Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan)", lalu mereka berkata, "Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al Qur'an), (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami")([25]).
Sebagaimana disebutkan pula pada ayat yang lain, bahwasannya sekelompok dari mereka kembali kepada komunitasnya untuk berdakwah setelah selesai mendengarkan Al Qur'an :
(Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) Al Qur'an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)-nya mereka berkata, "Diamlah kamu! (untuk mendengarkannya)", maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Wahai kaum kami ! sungguh, kami telah mendengar kitab (Al Qur'an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran, dan kepada jalan yang lurus")([26]).
     Semacam kisah diatas yang Al Qur'an kisahkan kepada kita, sesungguhnya memberikan banyak informasi penting kepada kita, diantaranya :
-          keterangan bahwasannya jin juga sama seperti manusia sebagai makhluk Tuhan yang terkenai At Taklîf Asy Syar’iyyah (kewajiban beragama).
-          bahwasannya komunitas mu'min dari mereka kerap mengajak komunitas kafir nya kepada keimanan yang benar.
-          cakupan dakwah kenabian yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW mencakup dunia manusia dan dunia jin.
-          Pernyataan keimanan yang diperlihatkan oleh sekelompok jin, hendaknyalah menjadi pendorong bagi kaum kafir Quraisy dan yang lainnya untuk menpercayai Al Qur'an.
-          bahwasannya komunitas jin memahami bahasa manusia dan kerap mendengarkannya([27]).      


Kesimpulan

Roh yang menyelimuti keseluruhan teks Al Qur'an merupakan sisi penting dalam memahami hakekat kadar kemu'jizatan Al Qur'an. Atas dasar itulah, sesungguhnya kadar kemu'jizatan Al Qur'an semestinya lebih di pandang dari sisi jenis dan kwalitasnya, bukan dari sisi besar dan banyaknya.
Dimulainya sejumlah surah dalam Al Qur'an dengan potongan-potongan huruf hijaiyyah, seperti : Alif Lam Mim, Alif Lam Ra dan Ya sin, mempertegas pandangan diatas, dikarenakan Al Qur'an dengan potongan-potongan huruf hijaiyyah tersebut hendak menginformasikan kepada segenap pembacanya, bahwasannya ia terangkai dari huruf-huruf yang selama ini mereka kenal, maka datangkan semisal dengannya, dan ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan semisalnya adalah bukti penguat akan ketinggian jenis dan kwalitas setiap huruf yang dimilikinya, dibandingkan dengan huruf yang sama yang di pakai dalam bahasa arab.
 Universalitas ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad saw, dan banyaknya ayat Al Qur'an yang mengisahkan seputar interaksi yang diperlihatkan sekelompok jin dengan Al Qur'an, diantara argumentasi yang memperkuat pendapat yang mengatakan bahwasannya tantangan untuk mendatangkan Al Qur'an, sebagaimana diperuntukkan kepada jenis manusia juga kepada jenis jin. Wallahu A'lam.   


Daftar Pustaka

Al Qur’an Al Karim.

Abdul Fattah, Shalah, I'jaz Al Qur‘ân Al Bayanî Wa Dalâ‘il Mashdarihî Ar rabbânî, Penerbit : Dar Ammar, Cet : Pertama (2000 M).

Al Alusi, Syihabuddin, Rûh Al Ma’ânî, Penerbit : Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Cet : Pertama (1994 M).

Al Hajjaz, Muslim, Shahîh Muslim, Penerbit : Ihya At Turats Al ‘Arabi, Cet    (1972 M).

Al Khalidi, Abdul Fatah, Al Bayân Fî Î’jâz Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Ammar, Cet : Ketiga (1992 M).

Al Qaththan, Manna, Mabâhits Fî Ulûm Al Qur‘ân, Penerbit : Muassasah Ar Risalah, Cet : Ketiga Puluh Lima (1998 M).
An Noursi, Said, Al Kalimât, Tarjamah : Ihsan Qasim Shaleh, Penerbit : Sozler, Cet : Kedua (1992 M).

______________, Al Maktûbat, Tarjamah : Ihsan Qasim Shaleh, Penerbit : Sozler, Cet : Ketiga (1993 M).

As Suyuthi, Jalaluddin, Al Itqân Fî Ûlûm Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Ibnu Katsir, Cet : Keempat (2000 M).

Asy Syanqiti, M Amin, Adhwâ‘ Al Bayân, Penerbit : Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Cet : Pertama (2000 M).

Az Zarkasyi, Badruddin, Al Burhân Fî Ûlûm Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Al Fikr, Cet (1998 M).

Az Zuhaili, Wahbah, At Tafsîr Al Munîr Fî Al ’Âqîdah Wa Asy Syarî’ah Wa Al Manhaj, Penerbit : Dar Al Fikr, Cet : Pertama (1991 M).

Khaimar, Muh Utsman, Manhaj Al Qur‘ân Fî Tarbiyah Al Insân, Penerbit : Muassasah Al ‘Arabiyyah Al Haditsah (Tanpa Tahun Penerbitan).

Thanthawi, Sayyid, At Tafsîr Al Wasîth, Penerbit : As Sa'adah (Tanpa Tahun Penerbitan).




Biografi Singkat Penulis

Lahir di Indramayu, 07 Maret 1974 M. Alumni KMI, Gontor (1993 M) dan Ma’had Li Tahfizh Al Qur’an, Kaliurang Yogyakarta (1996 M). Menyelesaikan S1 pada spesifikasi Tafsir & Ulumul Qur’an di Universitas Al Azhar, Cairo Mesir (2000 M), S2 pada spesifikasi yang sama di Universitas Islam Oumdurman, Khartoum Sudan (2003 M) dan S3 juga pada spesifikasi yang sama di Universitas Al Qur’an Al Karim, Khartoum Sudan (2006 M). Saat ini aktif mengajar di Fakultas Syari’ah dan Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.







* (Dosen Fakultas  Syari'ah IAIN Raden Intan Alamat : Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung 35131 E-mail : baihaqi_yusuf@yahoo.com Hp : 0815-6465-6988)


[1] Q.S. Al Isrâ‘ [17] : 88.
[2] Lihat : Q.S. At Thûr [52] : 33-34.
[3] Lihat : Q.S. Hûd [11] : 12-14.
[4] Lihat : Q.S. Yûnus [10] : 37-39.
[5] Q.S. Ath Thûr [52] : 34.
[6] Q.S. Ath Thûr [52] : 33.
[7] Asy Syanqiti berkata : kata "Al Hadits" kerap dipakai dalam redaksional Al Qur'an untuk menunjukkan Al Qur'an secara keseluruhan, seperti firman-Nya dalam surah Ath Thûr [52] : 34, surah Az Zumar [39] : 23 dan surah Yûsuf [12] : 111 (Lihat : Asy Syanqiti, M Amin, Adhwâ‘ Al Bayân, Penerbit : Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Juz : 7, Hal : 457, Cet : Pertama (2000 M)).
[8] Al Qaththan, Manna, Mabâhits Fî Ulûm Al Qur‘ân, Penerbit : Muassasah Ar Risalah, Hal : 264, Cet : Ketiga Puluh Lima (1998 M).
[9] Al Khalidi, Abdul Fatah, Al Bayân Fî Î’jâz Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Ammar, Hal : 93-94, Cet : Ketiga (1992 M).
[10] Al Fâtihah [1] : 5.
[11] Al Hajjaz, Muslim, Shahîh Muslim, Penerbit : Ihya At Turats Al ‘Arabi, No Hadits. 1038, Cet (1972 M).
[12] Lihat : Âli ’Imrân [3] : 103.
[13] Khaimar, Muh Utsman, Manhaj Al Qur‘ân Fî Tarbiyah Al Insân, Penerbit : Muassasah Al ‘Arabiyyah Al Haditsah, Hal : 80 (Tanpa Tahun Penerbitan).
[14] Lihat : An Noursi, Sa’id, Al Maktûbat, Tarjamah : Ihsan Qasim Shaleh, Penerbit : Sozler, hal : 506-508, Cet : Ketiga (1993 M).
[15] An Nûr [24] : 41.
[16] Q.S. Al Isrâ‘ [17] : 88.
[17] Az Zarkasyi, Badruddin, Al Burhân Fî Ûlûm Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Al Fikr, Juz : 2, Hal : 119, Cet (1998 M).
[18] As Suyuthi, Jalaluddin, Al Itqân Fî Ûlûm Al Qur‘ân, Penerbit : Dar Ibnu Katsir, Juz : 2, Hal : 1020, Cet : Keempat (2000 M).
[19] Al Alusi, Syihabuddin, Rûh Al Ma’ânî, Penerbit : Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Juz : 8, Hal : 157, Cet : Pertama (1994 M).
[20] Lihat : An Noursi, Said, Al Kalimât, Tarjamah : Ihsan Qasim Shaleh, Penerbit : Sozler, Hal : 291-292, Cet : Kedua (1992 M).  
[21] Q.S. Al Anfâl [8] : 31.
[22] Abdul Fattah, Shalah, I'jaz Al Qur‘ân Al Bayanî Wa Dalâ‘il Mashdarihî Ar Rabbânî, Penerbit : Dar Ammar, Hal : 52-53, Cet : Pertama (2000 M).
[23] Q.S. Al Anbiyâ‘ [21] : 107.
[24] Thanthawi, Sayyid, At Tafsîr Al Wasîth, Penerbit : As Sa'adah, Juz : 17, Hal : 107 (Tanpa Tahun Penerbitan).
[25] Q.S. Al Jinn [72] : 1-2.
[26] Q.S. Al Ahqâf [46] : 29-30.
[27] Az Zuhaili, Wahbah, At Tafsîr Al Munîr Fî Al ’Âqîdah Wa Asy Syarî’ah Wa Al Manhaj, Penerbit : Dar Al Fikr, Juz : 29, Hal : 163, Cet : Pertama (1991 M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar