Rabu, 14 Maret 2012

TATHBIQ KISAH ASH-HAB AL-KAHFI DALAM AL-QUR’AN


TATHBIQ  KISAH ASH-HAB AL-KAHFI DALAM AL-QUR’AN[1]



Abstrak
Kisah Ash-hab al-Kahfi (para penghuni gua) merupakan salah kisah yang menonjol di dalam al-Qur’an. Kisah ini menceritakan tentang sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah. Guna mempertahankan keimanannya dan menghindar dari penguasa yang lalim, mereka menyingkir dan bersembunyi di dalam sebuah gua. Lalu Allah menidurkan mereka selama tiga ratus atau tiga ratus sembilan tahun.

Kata Kunci: Ash-hab al-Kahfi, para penghuni gua



Pendahuluan
Menarik untuk membahas tentang kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an. Kisah-kisah yang terdapat di dalam al-Qur’an itu tidak tersusun secara kronologis dan sistematis seperti buku cerita atau sejarah. Pemunculan suatu kisah dalam surat atau rangkaian ayat bergantung pada situasi dan kondisi yang melatarbelakangi turunnya. Di balik kisah-kisah tersebut terdapat pelajaran berharga yang dapat kita petik. Adapun kisah yang akan dibahas pada makalah ini adalah kisah Ash-hab al-Kahfi (para penghuni gua). Hal yang paling kita ingat biasanya dari kisah Ash-hab al-Kahfi adalah sekelompok pemuda yang ditidurkan oleh Allah selama tiga ratus atau tiga ratus sembilam tahun. Kisah tentang mereka dalam al-Qur’an, diceritakan pada rangkaian ayat 9-26 dalam surat yang dinamakan dengan al-Kahfi yang berarti gua; merupakan surat ke-18 dalam al-Qur’an.
Melalui kisah ini, Allah menyindir mereka yang tertarik pada kisah ini karena terpesonan pada hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi para pemuda penghuni gua tersebut. Sekaligus menjadi tuntunan bagi orang-orang yang hanya tertarik pada keanehan suatu kisah tanpa mengambil pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya dalam makalah ini akan diulas dengan menggunakan pendekatan ilmu Falak tentang masa di mana Allah menidurkan Ash-hab al-Kahfi dikatakan selama tiga ratus atau tiga ratus sembilam tahun. Menurut para mufasir, hal ini menggambarkan selisih rentang waktu yang dihasilkan dari Kalender Miladiah yang berdasarkan pada peredaran matahari dengan Kalender Hijriah yang didasarkan pada peredaran bulan.


Ash-hab al-Kahfi Adalah Sekelompok Pemuda Yang Beriman Kepada Allah
Kisah tentang Ash-hab al-Kahfi dalam al-Qur’an, diceritakan dalam surat al-Kahfi/18 ayat 9-26. Dinamakan QS. Al-Kahfi yang berarti gua, diambil dari kisah sekelompok pemuda yang menyingkir dari penguasa pada zamannya, lalu tertidur di dalam gua selama tiga ratus tahun lebih. Penggunaan kata al-Kahfi di sini berarti gua yang besar yang terdapat di gunung. Terdapat kata lain yang juga bermakna gua; yakni kata al-Ghar yang berarti gua yang kecil. Menurut Hamka; kata al-Kahfi dalam khazanah bahasa Melayu biasa diartikan gua sedang kata ghar diartikan ngalau. [2]
Nama  tersebut telah dikenal sejak masa Rasulullah, bahkan beliau sendiri yang memberi nama surat itu demikian. Nabi bersabda,”Siapa yang menghapal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, maka ia akan terpelihara dari fitnah ad-Dajjal.” (HR Muslim dan Abu Daud melalui Abu Darda). Para sahabatpun juga menamakannya demikian. Riwayat lain menamakannya Ash-hab al-Kahfi.[3]
Pada QS. Al-Kahfi/18: 10 dijelaskan (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.”Allah mengisahkan bahwa mereka adalah sekelompok pemuda yang beriman lalu Allahpun mengaruniakan keteguhan keimanan dalam hati mereka.
Cobaan berupa kelaliman penguasa tidaklah menyurutkan hati mereka. Tapi justru memperkokoh keimanan mereka. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk.   Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran" Kaum kami Ini Telah menjadikan selain dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
Untuk menghindari kezaliman penguasa pada zamannya, merekapun kemudian menyingkir ke sebuah gua, tak lupa mereka memohon rahmat Allah. Lalu Allah menidurkan mereka bertahun-tahun lamanya. Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Ini dikisahkan sebagai berikut:
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim[4] itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?   (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,   Kemudian kami bangunkan mereka, agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu). Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk.   Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran" Kaum kami Ini Telah menjadikan selain dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. QS. Al-Kahfi/18: 9-16.
            Rangkaian ayat-ayat yang mengisahkan tentang penghuni gua ini, sebagaimana kisah-kisah lain yang terdapat di dalam al-Quran; tidak menyebutkan siapa mereka, di mana dan kapan peristiwa tersebut terjadinya. Ini untuk memfokuskan manusia pada inti dan pelajaran yang dapat ditarik dari kisah-kisah tersebut.[5]

           
Posisi Gua Dan Kondisi Ash-hab al-Kahfi Selama Berada di Dalamnya
    Dalam rangkaian ayat selanjutnya dijelaskan tentang gambaran; deskripsi gua tersebut. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Banyaklah pendapat yang diungkapkan oleh para mufasir menyangkut keberaan gua itu. Thabathabai sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shibab dalam hal ini mencoba merangkum perbedaan perdapat tersebut:
1.      Gua di Episus atau Epsus, satu kota tua di Turki, sekitar 73 km dari kota Izmir dan berada di sebuah gunung di desa Ayasuluk.
2.      Gua di Qasium dekat kota ash-Shalihiyah di Damaskus.
3.      Gua al-Batra’di Palestina.
4.      Gua yang ditemukan di salah satu wilayah Iskandinavia.
5.      Gua Rajib yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari kota Amman, ibukota Yordania. Tepatnya di desa yang bernama Rajib.[6]

Mengenai tahun terjadinya, tempat, serta nama-nama para penghuni gua tersebut dalam hal ini tidak lebih penting dibandingkan dengan pelajaran yang dapat ditarik dari peristiwa ini.
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. QS. Al-Kahfi/18: 17.

Demikian juga dalam ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana Allah memelihara para penghuni gua tersebut dalam tidur panjang mereka. Dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, agar tubuh mereka tetap mendapatkan kehangatan dari panas atau cahaya matahari yang masuk ke dalam gua serta agar tubuh mereka tidak rusak karena kondisi dingin di dalam gua. Mereka tidur dalam tempat yang luas dalam gua itu sehingga memungkinkan juga memperoleh sirkulasi udara (oksigen) yang cukup.
Anjing mereka dalam posisi tetap berjaga mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Allah menciptakan suasana sedemikian rupa dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. Demikianlah sedemikian rupa kondisi yang tercipta di sana, sehingga keadaan ini terpelihara dengan baik tanpa ada yang berani untuk mengganggu atau mengusiknya sampai saatnya mereka dibangunkan oleh Allah. Hamka menganalogikan kondisi Ash-Hab al-Kahfi ini dengan kondisi Rasulullah dan Abu Bakar yang bersembunyi di gua Tsur dalam peristiwa hijrah. Bagaimana Allah menciptakan suatu kondisi gua Tsur sedemikian rupa; pintunya ditutupi oleh jaring laba-laba dan di dekat pintu masuk tersebut terdapat burung dara yang sedang mengerami telurnya. Sehingga para kaum kafir Quraisy yang mengejar-ngejar mereka ketika sampai di depan gua itu lalu pergi begitu saja meninggalkan gua Tsur karena mereka yakin tidak mungkin Nabi bersembunyi di dalamnya.[7] Firman Allah:

Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. QS. Al-Kahfi/18: 18.


Peristiwa Yang Dialami Ash-hab al-Kahfi Adalah Bahagian Dari Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Tentang Hari Kebangkitan
Thahir Ibn Asyur sebagaimana yang dikutip oleh M Quraish Shihab menilai ayat QS. Al-Kahfi/18: 9 seolah mengatakan bahwa apakah engkau menduga peristiwa yang dialami oleh Ash-hab al-Kahfi merupakan peristiwa yang ajaib? Sungguh yang lebih ajaib adalah mematikan yang hidup setelah kehidupan mereka. Menidurkan adalah memelihara hidup diri seseorang, sedangkan mematikan manusia yang hidup berarti tidak tidak ada lagi yang tersisa dari kehidupannya walaupun manusia itu jumlahnya banyak dan tersebar di mana-mana. Ayat ini merupakan sindirin terhadap mereka yang bertanya tentang keajaiban peristiwa yang alami Ash-hab al-Kahfi padahal mereka lengah terhadap hal yang lebih aneh lagi ajaib yakni tentang kematian dan kehancuran alam raya. Sekaligus menjadi tuntunan bagi orang-orang yang hanya tertarik pada keanehan suatu kisah tanpa mengambil pelajaran yang terkandung di dalamnya.[8] Allah menyindir dalam firman-Nya:
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan? QS. Al-Kahfi/18: 9.
Ketika mereka dibangunkan oleh Allah, di antara mereka saling bertanya tentang berapa lamakah mereka telah tertidur. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Namun berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Menurut Hamka mungkin kelompok yang terakhir ini mennyangsikan jawaban teman-temannya. Mungkin saja mereka menyaksikan perubahan kondisi di luar gua yang mencolok dibandingkan dengan kondisi ketika mereka memasuki gua.[9]
Karena meras lapar, lalu diutuslah salah seorang dari mereka untuk membeli makanan ke kota tentu saja dengan sikap penuh kehati-hatian. Pergilah ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya". Dikatakan bahwa uang perak ada juga yang mengatakan demikian juga model pakaian sang utusan yang berbeda dengan cara berpakaian orang-orang ketika ia dibangunkan; pertanda awal yang membongkar jati diri mereka yang sebenarnya.
Setelah mereka para penduduk negeri itu menanyainya diyakinilah bahwa utusan tadi merupakan salah seorang dari anggota kelompok pemuda yang menyingkir dari kelaliman penguasa pada masanya (untuk mempertahankan keimanan mereka). Hal ini sebagaimana cerita yang telah mereka terima secara turun temurun. Singkat cerita setelah Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Dan mereka lalu dipanggil oleh Allah. Lalu penguasa pada waktu itu mendirikan bangunan masjid di dekat gua untuk mengenang para penghuni gua itu.
    Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah Allah Maha Kuasa menghidupkan yang telah mati. Bukankah tidur itu saudaranya mati? [10] demikian juga dengan hari kiamat. Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa di masyarakat ketika sebelum dibangunkan Allah Ash-hab al-Kahfi diliputi keraguan akan kekuasaan Allah untuk menghidupkan orang mati, hari Kebangkitan, dan hari Kiamat. Lalu Allah membangunkan Ash-hab al-Kahfi dan datang ke tengah-tengah mereka, sehingga yakinlah mereka akan itu semua.[11]

Dan Demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya". Dan demikian (pula) kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". QS. Al-Kahfi/18: 19-21.

                       
Larangan Berdebat Tentang Sesuatu Yang Tidak Memiliki Landasan
Yang Kuat (Wahyu)
Terdapat perbedaan pendapat di tengah-tengah masyarakat; termasuk masyarakat kaum musyrikin Mekah serta masyarakat Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi tentang jumlah mereka para penghuni gua tersebut. Dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi/18: 22 bahwa jumlah mereka tiga orang, yang keempat adalah anjing mereka. Ada pula yang menyatakan jumlah mereka lima orang, yang keenam adalam anjing mereka. Yang lain berpendapat jumlah mereka adalah tujuh orang, yang kedelapan anjing mereka. Itu adalah terkaan mereka menyangkut sesuatu yang gaib tanpa ada landasan atau dasar. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang sebenarnya.
Banyak pendapat, riwayat dan mitos yang melingkupi kisah ini. Dalam menyikapi hal ini Sayid Quthub memberikan arahan menyikapi hal ini, bahwa kita hendaknya berhenti pada uraian al-Qur`an. Hendaknya kita mengabaikan penjelasan yang masuk ke dalam penafsiran tentang kisah ini yang tidak memiliki sanad atau landasan yang kuat. Karena al-Qur`an juga melarang untuk bertanya tentang hal ini kepada selain wahyu Allah, juga melarang berdiskusi, bertengkar atau menerka-nerka. [12] Maka janganlah memperdebatkannya dengan mereka kecuali perdebat yang lahir saja yakni terhadap persoalan yang telah jelas serta tidak bertanya tentang permasalahan para penghuni gua ini kepada seorangpun karena telah datang berita yang pasti dari Tuhanmu.

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. QS. Al-Kahfi/18: 22.


Filosofi Insya Allah
Allah menegur Rasulullah dengan firman-Nya:

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". QS. Al-Kahfi/18: 23-24.

    Sabab an-nuzul rangkaian ayat ini adalah ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad saw tentang roh, kisah Ash-hab al-Kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar Aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya. Maka bertambah-tambahlah ejekan kaum Musyrikin pada Beliau. Hal ini membuat Nabi dan kaum muslimin mulai cemas. Setelah lima belas hari berlalu lalu turunlah wahyu Allah menjelaskan jawaban pertanyaan tersebut.[13]
     Versi lainnya mengatatakan bahwa telah datang seorang laki-laki dari kalangan kaum kafir kepada seorang Yahudi yang berasal dari Madinah. Laki-laki itu berkata,” Sesungguhnya Muhammad mengatakan bahwa ia adalah Nabi utusan Allah. Sedang kami tidak mengakuinya. Bagaimanakah kami menyanggah dan mengetahui bahwa ia benar-benar Nabi utusan Allah.” Lalu Yahudi tadi menjawab,” Tanyakanlah kepadanya tentang kisah para penghuni gua; mereka adalah pemuda yang telah meninggal dan berlalu kisahnya sejak zaman dahulu. Jika ia (Muhammad) dapat menjelaskan kisah tersebut, maka (sungguh) ia adalah Nabi utusan Allah. Maka hendaklah kamu mengikutinya. [14]
     Mungkin Yahudi tersebut mengira Rasulullah tidak akan dapat menjelaskan tentang para penghuni gua tersebut. Setelah laki-laki dari kalangan kaum kafir tadi kembali ke golongannya dan menyampaikan petuah si Yahudi, lalu pergilah mereka menghadap Rasulullah untuk menanyakan tentang kisah tersebut. Waktu berselang turunlah malaikat Jibril membawa wahyu tentang kisah para penghuni gua.[15]
Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian. Ayat ini mengajarkan bahwa kemampuan yang dimiliki manusia itu adalah anugerah Allah. Jika hendak melakukan sesuatu maka ia harus melakukannya disertai penyerahan diri kepada Allah swt. Dengan demikian ia akan mendapatkan kekuatan melebihi kekuatannya sendiri, yakni kekuatan yang diagerahkan Allah kepada-Nya. Bersyukur dikala berhasil dan tidak putus asa di saat gagal. Jika lupa mengucapkan Insya Allah dalam hal ini mengaitkan  rencana yang akan kita lakukan dengan kehendak Allah, maka ucapkan; kaitkanlah dengan-Nya begitu mengingatnya.
Al-Biqai sebagaimana yang dikutip M Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam QS. Al-Kahfi/18: 22 menegaskan untuk tidak berdiskusi kecuali tentang suatu yang berdasarkan hal-hal yang jelas (wahyu Allah). Nabipun akan selalu mengandalkan wahyu dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Berdasarkan pengalaman Beliau, Allah melalui wahyu selalu memberikan membimbing-Nya, sehingga boleh jadi mengantarkan Nabi saw bersabda pada siapa yang bertanya kepadanya, besok akan kusampaikan jawabannya. Hal ini tanpa mengaitkannya dengan kehendak Allah atau mengucapkan Insya Allah. Inilah kiranya yang terjadi ketika kaum musyrikin bertanya tentang kisah para penghuni gua dalam surat al-Kahfi ini. [16]


Rahasia Relativitas Waktu
Kisah As-hab al-Kahfi ini kerap dikaitkan dengan masalah relativitas waktu. Bagaimanakah teori relativitas waktu yang terjadi dalam kontek kisah ini, dapat dijelaskan setelah menjelaskan rangkaian ayat-ayat berikut:

Dan Demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. QS. Al-Kahfi/18: 19

Mereka para penghuni gua merasa telah tertidur selama setengah atau mungkin satu hari. Sesungguhnya Allah telah menidur mereka selama tiga ratus atau tiga ratus sembilan tahun lamanya.

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". QS. Al-Kahfi/18: 25-26.

Berbicara tentang QS. Al-Kahfi/18: 19, banyak orang yang mengaitkannya dengan teori relativitas khusus. Ayat ini menerangkan terdapatnya perbedaan waktu yang dirasakan oleh para pemuda penghuni gua dengan mereka yang tidak berada di sana. Pemuda yang berd di dalam gua merasakan bahwa mereka telah tertidur setengah atau sehari penuh, padahal telah berlalu waktu tiga ratus tahun sebagaimana yang telah dilalui mereka yang tidak berada di dalam gua. Terjadinya pemoloran waktu sebagai salah satu implikasi teori relativitas khusus. [17]
Menurut Agus Purwanto pemahaman ini keliru. Hal ini karena terdapat faktor atau elemen yang tidak terpenuhi jika fenomena ini dikaitkan dengan teori relativitas khusus. Para pemuda penghuni gua dan orang lain yang diperbandingkan bertempat tinggal di tempat yang sama; yaitu sama-sama di permukaan bumi.  Para pemuda itu merupakan penghuni gua dan yang lainnya tidak tinggal di sana. Para pemuda tersebut tidak bergerak relatif terhadap mereka yang berada di luar gua. Maka teori reativitas khusus tidak memberikan perbedaan waktu antara mereka. Artinya tiga ratus tahun yang dialami mereka yang berada di luar gua dirasakan persis sama juga bagi mereka yang berada di dalam gua. Sehari bagi mereka yang berada di dalam gua juga dirasakan sama bagi yang di luar gua.
Dalam  QS. Al-Kahfi/18: 19 di atas dijelaskan bahwa para penghuni gua merasa baru setengah hari atau sehari tertidur di dalam gua, padahal mereka telah tertidur di sana selama tiga ratus tahun. Bagaimana mungkin mereka hanya merasakannya sehari bahkan kurang. Tentu saja, mereka juga hanya mengalami proses perkembangan biologis seperti perubahan warna, panjang, dan jumlah atau kelebatan rambut serta pengeriputan kulit yang tidak berarti sehingga mereka merasa baru tinggal sehari. [18]
Jika proses biologis tumbuh secara alamiah, maka rentang waktu tiga ratus tahun tentulah telah membuat rambut seseorang panjang, beruban, atau mungkin sebagiannya telah rontok. Demikian pula dengan kulit mereka yang kencang telah menjadi keriput. Atau mungkin para pemuda penghunyi gua tersebut lazimnya telah meninggal dunia, karena mungkin usia mereka tidak mencapai angka tiga ratus tahun tersebut. Jadi terdapat rahasia Ilahi secara fisik atau biologis dalam hal ini. Bagaimana mungkin peristiwa tersebut dapat terjadi? QS. Al-Kahfi/18: 11 lalu menjelaskannya[19]:

Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu

Allah menutup telinga mereka dan menidurkan mereka selama tiga ratus atau tiga ratus sembilan tahun  sehingga mereka tak dapat dibangunkan oleh suara apapun. Agus Purwanto menyatakan bahwa aspek waktu yang secara eksplisit disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu dapat dipilah menjadi dua kasus. Pertama, kesetaraan waktu setengah atau satu hari dengan tiga ratus tahun. Kedua, penggunaan redaksi ayat yang memenggal satuan waktu tiga ratus tahun dan ditambah Sembilan tahun bukan redaksi tiga ratus Sembilan tahun. Mengapa tidak secara langsung menyebutkan tiga ratus tahun atau tiga  ratus sembilan tahun secara langsung.  Jawabannya adalah karena umat Islam menggunakan kalender Lunar (yang berdasarkan pada peredaran bulan) sedang unat Nasrani menggunakan kalender Solar (berdasarkan pada peredaran matahari).


Pergeseran Antara Perhitungan Kalender Hijriyah dan Kalender Masehi: Kasus Masa Tertidurnya Ash-hab al-Kahfi
Masa satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Dalam perhitungan Kalender berdasarkan hisab Urfi[20] kalau kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari.  Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijah (bulan Zulhijahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basitah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu daur. [21] Sistem hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun Kabisah tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari.
Menurut Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim penanggalan berdasarkan hisab urfi memiliki karakteristik:
1.      awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M;
2.      satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun;
3.      dalam satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair:
كف الخليل كفه ديا نه * عن كل خل حبه فصانه
Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29 [22];
4.      penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah;
5.      bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi genap 30 hari); 
6.      panjang periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari selama 30 tahun adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204); [23]
7.      perhitungan berdasarkan hisab Urfi ini biasanya dijadikan sebagai ancar-ancar  sebelum melakukan perhitungan penanggalan ataupun perhitungan awal bulan berdasarkan hisab Hakiki. Bila tanpa melakukan perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah para ahli Falak tersebut akan mengalami kesulitan.

Kalender Hijriah yang menganut prinsip Lunar calendar (berdasarkan peredaran bulan) yang terdiri 12 bulan. Bulan yang pertama adalah Muharam dan bulan terakhir adalah Zulhijah.  Hal ini didasarkan pada firman Allah:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[24]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus.  QS at-Taubah/9 ayat 36.

Nama-nama dan panjang bulan Hijriah dalam Hisab Urfi sebagai berikut:

No
Nama Bulan
Jumlah Hari
No
Nama Bulan
Jumlah Hari
1
Muharam
30 hari
7
Rajab
30 hari
2
Safar
29 hari
8
Syakban
29 hari
3
Rabiul Awal
30 hari
9
Ramadan
30 hari
4
Rabiul Akhir
29 hari
10
Syawal
29 hari
5
Jumadil Awal
30 hari
11
Zulkaidah
30 hari
6
Jumadil Akhir
29 hari
12
Zulhijah
29/30 hari

      
   Al-Quran  mengisyaratkan  perbedaan  perhitungan kalender Miladiah dan Hijriah melalui ayat yang membicarakan lamanya  penghuni  gua (Ash-hab al-Kahfi) tertidur. Sesungguhnya mereka telah tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (QS. Al-Kahf/ 18: 25). Tiga ratus tahun di tempat itu menurut  perhitungan  kalender Miladiah, sedangkan   penambahan   sembilan   tahun  adalah  berdasarkan perhitungan  kalender Hijriah.  Seperti  diketahui,  terdapat  selisih sekitar  sebelas atau sepuluh  hari setiap tahun antara perhitungan kalender Miladiah dan Hijriah. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa selisih sembilan tahun itu  adalah  sekitar 300 x 11 hari = 3.300 hari, atau sama dengan sembilan tahun.[25]
Namun jika kita hitung lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
300 tahun Miladiah= 366 x 75   = 27.450 (tahun Kabisat)
                               = 365 x 225 = 82.125 (tahun Basitah)
                                                               2 atau 3  (tambahan tahun Kabisat tahun abad)
                                                     109.577 atau 8[26]
Satu daur dalam kalender Hijriah (Urfi)= 30 tahun= 10.361 hari
10.631/ 109.577=  10 daur                              10 x 30 tahun= 300 tahun
             106.310
                 3.267                                               3.267 hari     =     9 tahun (sisa 78 hari)
                                                                                                              309 tahun


Penutup
Demikianlah telah diuraikan tentang para pemuda penguna gua. Di antara hikmah yang dapat dipetik antara lain:
1.       Allah Maha Kuasa menghidupkan yang telah mati, hari Kebangkitan dan hari kiamat.
2.      Larangan berdebat tentang sesuatu yang tidak memiliki landasan yang kuat (wahyu).
3.      Dalam rangkaian ayat ini terdapat teguran pada Rasulullah sekaligus pelajaran buat kita untuk mengaitkan segala urusan dalam kehidupan dengan kehendak Allah atau mengucapkan Insya Allah.
4.      Isyarat al-Qur’an bahwa terdapat  perbedaan  perhitungan kalender Miladiah dan Hijriah melalui ayat yang membicarakan lamanya  penghuni  gua  tertidur. Sesungguhnya mereka telah tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun atau tiga ratus  sembilan tahun.Wallahu a’lamu bi ash-shawab.



Daftar Pustaka
Anwar, Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan dengan Sunnah Nabi SAW, http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf, akses 5 Maret 2009.

Azhari, Susiknan dan Ibnor Azli Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008,  http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf  diakses pada tanggal 23 Juli 2009
Fathurohman SW, Oman,  “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 15, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992
Hasyimi, al-, Abd al-Mun’im, Min al-Qashash al-Qur’an, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1999 M/ 1420 H
Pasya, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-Qur’an, terj, Solo: Tiga Serangkai, 2004. Cet.ke-1
Purwanto, Agus, Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, Bandung: Mizan, 2008
Shihab, M. Quraish,  Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah Dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, Cet-ke-4, 1998
____________, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 8, Jakarta: Lentera Hati, 2004
____________,  Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/index.html  diakses pada tanggal 23 Juli 2009
Taqwim Hijriyah,  hhtp://afdacairo.blogspot.com diakses pada tanggal 23 Juli 2009

Zuhaili, az-, Wahbah, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj, Juz 15, Dimsyiq: 1998 M/ 1418 H


[1] Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, http://jayusmanfalak.blogspot.com  emai: jay_falak@yahoo.co.id
[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 15, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992, h. 169
[3]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 8, Jakarta: Lentera Hati, 2004, h. 3
[4] Ar-Raqim berarti tulisan yakni tulisan yang memuat nama-nama pemuda Ash-hab al-Kahfi. Al-Biqa’i mengartikannya desa atau gunung tempat mereka berada. Ada pula yang memahaminya sebagai nama  mereka. Terdapat juga mereka yang mengartikannya sebagai kelompok lain yang berbeda dengan Ash-hab al-Kahfi. Ibid, h. 15. Ada pula yang mengartikannya nama lembah tempat gua tersebut berada. Sebagian lainnya mengartikannya sebagai nama anjing Ash-hab al-Kahfi. Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj, Juz 15, Dimsyiq: 1998 M/ 1418 H, h. 211.
[5] Quraish, op.cit, h. 16
[6] Ibid,  h, 17-18
[7] Lih Hamka, op.cit, h. 176
[8] Quraish, op.cit, h. 15
[9] Hamka, op.cit, h. 180
[10] Quraish, op.cit, h. 18
[11]Zuhaili, op.cit, h. 225-226.
[12]Quraish, op.cit,  h. 19
[13] Hamka, op.cit, h. 167-168 dan Zuhaili, op.cit, h. 215
[14] Abd al-Mun’im al-Hasyimi, Min al-Qashash al-Qur’an, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1999 M/ 1420 H, 440-441
[15] Ibid, h. 442
[16] Quraish, op.cit, h. 40-41
[17] Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, Bandung: Mizan, 2008, h. 280
[18] Ibid, h. 279-280
[19] Ibid, h. 280
[20] Sistem  hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap bulannya. Bulan yang ganjil; gasal berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh sembilan hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari. Anwar, Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan dengan Sunnah Nabi SAW, http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf, diakses pada 5 Maret 2009. Biasanya untuk memudahkan dan kepentingan praktis perhitungan dalam pembuatan kalender Kamariah dibuat secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik  setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut adalah rentang waktu dari konjungsi (ijtimak) ke konjungsi berikutnya. Dengan perkataan lain, rentang waktu antara posisi titik pusat Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada bidang kutub ekliptika yang sama. Rentang waktu itu disebut dengan satu bulan/month. Dengan demikian, perhitungan kalender Kamariah di mulai dari menghitung  awal bulan atau bulan baru/ new month. Oman Fathurohman SW,  2004, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI
[21] Taqwim Hijriyah,  http://afdacairo.blogspot  diakses pada tanggal 23 Juli 2009
[22]   Cara menentukan suatu tahun itu termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah dengan membagi tahun tersebut dengan angka 30. Jika sisanya termasuk deretan angka-angka pada syair di atas maka tahun tersebut termasuk tahun Kabisah, jika tidak maka termasuk tahun Basitah. Sebagai contoh tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur sisa 20. Bilangan 20 tidak termasuk tahun Kabisah, maka tahun 1430 H adalah tahun Basitah. Contoh yang lain adalah tahun 1431 daur sisa 21. Bilangan 21 termasuk tahun Kabisah. Sa’aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan tahun Kabisah ini, ia memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun yang ke 15.
[23] Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008,  http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf , diakses pada tanggal 23 Juli 2009,  h. 136-137
[24] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
[25] M. Quraish Shihab,  Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/index.html  diakses pada tanggal 23 Juli 2009 dan lih juga M. Quraish Shihab, 1998, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah Dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, Cet-ke-4, h. 189-190. Bandingkan dengan Ahmad Fuad  Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-Qur’an, terj, Solo: Tiga Serangkai, 2004. Cet.ke-1, h. 63-64.
[26] Al-Qur’an tidak menjelaskan kapan peristiwa atau kisah ash-hab al-Kahfi ini terjadinya. Sehingga secara perhitungan ilmu Falak dimungkinkan dapat saja tahun abadnya yang Kabisat mungkin saja dua atau tiga hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar