TATHBIQ KISAH ASH-HAB AL-KAHFI DALAM AL-QUR’AN[1]
Abstrak
Kisah Ash-hab al-Kahfi (para penghuni gua) merupakan salah
kisah yang menonjol di dalam al-Qur’an. Kisah ini menceritakan tentang
sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah. Guna mempertahankan keimanannya
dan menghindar dari penguasa yang lalim, mereka menyingkir dan bersembunyi di
dalam sebuah gua. Lalu Allah menidurkan mereka selama tiga ratus atau tiga
ratus sembilan tahun.
Kata Kunci: Ash-hab
al-Kahfi, para penghuni gua
Pendahuluan
Menarik
untuk membahas tentang kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an. Kisah-kisah
yang terdapat di dalam al-Qur’an itu tidak tersusun secara kronologis dan
sistematis seperti buku cerita atau sejarah. Pemunculan suatu kisah dalam surat
atau rangkaian ayat bergantung pada situasi dan kondisi yang melatarbelakangi
turunnya. Di balik kisah-kisah tersebut terdapat pelajaran berharga yang dapat
kita petik. Adapun kisah yang akan dibahas pada makalah ini adalah kisah Ash-hab
al-Kahfi (para penghuni gua). Hal yang paling kita ingat biasanya dari
kisah Ash-hab al-Kahfi adalah sekelompok pemuda yang ditidurkan oleh
Allah selama tiga ratus atau tiga ratus sembilam tahun. Kisah tentang mereka
dalam al-Qur’an, diceritakan pada rangkaian ayat 9-26 dalam surat yang
dinamakan dengan al-Kahfi yang berarti gua; merupakan surat ke-18 dalam
al-Qur’an.
Melalui
kisah ini, Allah menyindir mereka yang tertarik pada kisah ini karena terpesonan
pada hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi para pemuda penghuni gua
tersebut. Sekaligus menjadi tuntunan bagi orang-orang yang hanya tertarik pada
keanehan suatu kisah tanpa mengambil pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya
dalam makalah ini akan diulas dengan menggunakan pendekatan ilmu Falak tentang
masa di mana Allah menidurkan Ash-hab al-Kahfi dikatakan selama tiga
ratus atau tiga ratus sembilam tahun. Menurut para mufasir, hal ini
menggambarkan selisih rentang waktu yang dihasilkan dari Kalender Miladiah yang
berdasarkan pada peredaran matahari dengan Kalender Hijriah yang didasarkan
pada peredaran bulan.
Ash-hab
al-Kahfi Adalah
Sekelompok Pemuda Yang Beriman Kepada Allah
Kisah tentang Ash-hab
al-Kahfi dalam al-Qur’an, diceritakan dalam surat al-Kahfi/18 ayat 9-26.
Dinamakan QS. Al-Kahfi yang berarti gua, diambil dari kisah sekelompok pemuda
yang menyingkir dari penguasa pada zamannya, lalu tertidur di dalam gua selama
tiga ratus tahun lebih. Penggunaan kata al-Kahfi di sini berarti gua
yang besar yang terdapat di gunung. Terdapat kata lain yang juga bermakna gua;
yakni kata al-Ghar yang berarti gua yang kecil. Menurut Hamka; kata al-Kahfi
dalam khazanah bahasa Melayu biasa diartikan gua sedang kata ghar diartikan ngalau.
[2]
Nama tersebut telah dikenal sejak masa Rasulullah,
bahkan beliau sendiri yang memberi nama surat itu demikian. Nabi bersabda,”Siapa
yang menghapal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, maka ia akan terpelihara
dari fitnah ad-Dajjal.” (HR Muslim dan Abu Daud melalui Abu Darda). Para
sahabatpun juga menamakannya demikian. Riwayat lain menamakannya Ash-hab
al-Kahfi.[3]
Pada QS.
Al-Kahfi/18: 10 dijelaskan (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat
berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah
rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang
lurus dalam urusan kami (ini)." Maka kami tutup telinga mereka beberapa
tahun dalam gua itu.”Allah mengisahkan bahwa mereka adalah sekelompok
pemuda yang beriman lalu Allahpun mengaruniakan keteguhan keimanan dalam hati
mereka.
Cobaan berupa
kelaliman penguasa tidaklah menyurutkan hati mereka. Tapi justru memperkokoh
keimanan mereka. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman
kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu
mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh
langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya
kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari
kebenaran" Kaum kami Ini Telah menjadikan selain dia sebagai tuhan-tuhan
(untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang
kepercayaan mereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
Untuk
menghindari kezaliman penguasa pada zamannya, merekapun kemudian menyingkir ke
sebuah gua, tak lupa mereka memohon rahmat Allah. Lalu Allah menidurkan mereka
bertahun-tahun lamanya. Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang
mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu,
niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan
sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Ini dikisahkan sebagai
berikut:
Atau kamu
mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim[4]
itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan? (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari
tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami,
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." Maka kami tutup telinga
mereka beberapa tahun dalam gua itu, Kemudian kami bangunkan mereka, agar kami
mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam
menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu). Kami kisahkan kepadamu
(Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda
yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu
mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh
langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya
kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari
kebenaran" Kaum kami Ini Telah menjadikan selain dia sebagai tuhan-tuhan
(untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang
kepercayaan mereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?Dan apabila kamu meninggalkan mereka
dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke
dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu
dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. QS. Al-Kahfi/18: 9-16.
Rangkaian
ayat-ayat yang mengisahkan tentang penghuni gua ini, sebagaimana kisah-kisah
lain yang terdapat di dalam al-Quran; tidak menyebutkan siapa mereka, di mana
dan kapan peristiwa tersebut terjadinya. Ini untuk memfokuskan manusia pada
inti dan pelajaran yang dapat ditarik dari kisah-kisah tersebut.[5]
Posisi Gua Dan Kondisi Ash-hab
al-Kahfi Selama Berada di Dalamnya
Dalam
rangkaian ayat selanjutnya dijelaskan tentang gambaran; deskripsi gua tersebut.
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke
sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri
sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Banyaklah
pendapat yang diungkapkan oleh para mufasir menyangkut keberaan gua itu.
Thabathabai sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shibab dalam hal ini mencoba
merangkum perbedaan perdapat tersebut:
1.
Gua
di Episus atau Epsus, satu kota tua di Turki, sekitar 73 km dari kota Izmir dan
berada di sebuah gunung di desa Ayasuluk.
2.
Gua
di Qasium dekat kota ash-Shalihiyah di Damaskus.
3.
Gua
al-Batra’di Palestina.
4.
Gua
yang ditemukan di salah satu wilayah Iskandinavia.
5.
Gua
Rajib yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari kota Amman, ibukota
Yordania. Tepatnya di desa yang bernama Rajib.[6]
Mengenai tahun terjadinya, tempat, serta nama-nama para penghuni
gua tersebut dalam hal ini tidak lebih penting dibandingkan dengan pelajaran
yang dapat ditarik dari peristiwa ini.
Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Allah. barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah
yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak
akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. QS. Al-Kahfi/18: 17.
Demikian
juga dalam ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana Allah memelihara para penghuni
gua tersebut dalam tidur panjang mereka. Dan Kami balik-balikkan mereka ke
kanan dan ke kiri, agar tubuh mereka tetap mendapatkan kehangatan dari
panas atau cahaya matahari yang masuk ke dalam gua serta agar tubuh mereka
tidak rusak karena kondisi dingin di dalam gua. Mereka tidur dalam tempat
yang luas dalam gua itu sehingga memungkinkan juga memperoleh sirkulasi
udara (oksigen) yang cukup.
Anjing
mereka dalam posisi tetap berjaga mereka mengunjurkan kedua lengannya di
muka pintu gua. Allah menciptakan suasana sedemikian rupa dan jika kamu
menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan
diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.
Demikianlah sedemikian rupa kondisi yang tercipta di sana, sehingga keadaan ini
terpelihara dengan baik tanpa ada yang berani untuk mengganggu atau mengusiknya
sampai saatnya mereka dibangunkan oleh Allah. Hamka menganalogikan kondisi Ash-Hab
al-Kahfi ini dengan kondisi Rasulullah dan Abu Bakar yang bersembunyi di
gua Tsur dalam peristiwa hijrah. Bagaimana Allah menciptakan suatu kondisi gua
Tsur sedemikian rupa; pintunya ditutupi oleh jaring laba-laba dan di dekat
pintu masuk tersebut terdapat burung dara yang sedang mengerami telurnya.
Sehingga para kaum kafir Quraisy yang mengejar-ngejar mereka ketika sampai di
depan gua itu lalu pergi begitu saja meninggalkan gua Tsur karena mereka yakin
tidak mungkin Nabi bersembunyi di dalamnya.[7]
Firman Allah:
Dan kamu
mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka
ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka
pintu gua. dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari
mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh
ketakutan terhadap mereka. QS.
Al-Kahfi/18: 18.
Peristiwa Yang Dialami Ash-hab al-Kahfi
Adalah Bahagian Dari Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Tentang Hari Kebangkitan
Thahir Ibn Asyur sebagaimana yang
dikutip oleh M Quraish Shihab menilai ayat QS. Al-Kahfi/18: 9 seolah mengatakan
bahwa apakah engkau menduga peristiwa yang dialami oleh Ash-hab al-Kahfi
merupakan peristiwa yang ajaib? Sungguh yang lebih ajaib adalah mematikan yang
hidup setelah kehidupan mereka. Menidurkan adalah memelihara hidup diri
seseorang, sedangkan mematikan manusia yang hidup berarti tidak tidak ada lagi
yang tersisa dari kehidupannya walaupun manusia itu jumlahnya banyak dan
tersebar di mana-mana. Ayat ini merupakan sindirin terhadap mereka yang
bertanya tentang keajaiban peristiwa yang alami Ash-hab al-Kahfi padahal
mereka lengah terhadap hal yang lebih aneh lagi ajaib yakni tentang kematian
dan kehancuran alam raya. Sekaligus menjadi tuntunan bagi orang-orang yang
hanya tertarik pada keanehan suatu kisah tanpa mengambil pelajaran yang
terkandung di dalamnya.[8]
Allah menyindir dalam firman-Nya:
Atau kamu mengira bahwa orang-orang
yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda
kekuasaan kami yang mengherankan? QS.
Al-Kahfi/18: 9.
Ketika
mereka dibangunkan oleh Allah, di antara mereka saling bertanya tentang berapa
lamakah mereka telah tertidur. Berkatalah salah seorang di antara mereka:
sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita
berada (disini) sehari atau setengah hari". Namun berkata (yang
lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di
sini). Menurut Hamka mungkin kelompok yang terakhir ini mennyangsikan
jawaban teman-temannya. Mungkin saja mereka menyaksikan perubahan kondisi di
luar gua yang mencolok dibandingkan dengan kondisi ketika mereka memasuki gua.[9]
Karena
meras lapar, lalu diutuslah salah seorang dari mereka untuk membeli makanan ke
kota tentu saja dengan sikap penuh kehati-hatian. Pergilah ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang
lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka
akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan
jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya".
Dikatakan bahwa uang perak ada juga yang mengatakan demikian juga model pakaian
sang utusan yang berbeda dengan cara berpakaian orang-orang ketika ia
dibangunkan; pertanda awal yang membongkar jati diri mereka yang sebenarnya.
Setelah
mereka para penduduk negeri itu menanyainya diyakinilah bahwa utusan tadi
merupakan salah seorang dari anggota kelompok pemuda yang menyingkir dari
kelaliman penguasa pada masanya (untuk mempertahankan keimanan mereka). Hal ini
sebagaimana cerita yang telah mereka terima secara turun temurun. Singkat
cerita setelah Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu
mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak
ada keraguan padanya. Dan mereka lalu dipanggil oleh Allah. Lalu penguasa
pada waktu itu mendirikan bangunan masjid di dekat gua untuk mengenang para
penghuni gua itu.
Di
antara pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah Allah Maha Kuasa
menghidupkan yang telah mati. Bukankah tidur itu saudaranya mati? [10]
demikian juga dengan hari kiamat. Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa di
masyarakat ketika sebelum dibangunkan Allah Ash-hab al-Kahfi diliputi
keraguan akan kekuasaan Allah untuk menghidupkan orang mati, hari Kebangkitan,
dan hari Kiamat. Lalu Allah membangunkan Ash-hab al-Kahfi dan datang ke
tengah-tengah mereka, sehingga yakinlah mereka akan itu semua.[11]
Dan Demikianlah
kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di
antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui
tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali
kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama
lamanya". Dan demikian (pula) kami mempertemukan (manusia) dengan mereka,
agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan
hari kiamat tidak ada keraguan padanya. ketika orang-orang itu berselisih
tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan
di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka".
orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami
akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". QS. Al-Kahfi/18: 19-21.
Larangan Berdebat Tentang Sesuatu Yang Tidak Memiliki Landasan
Yang Kuat (Wahyu)
Terdapat perbedaan pendapat di
tengah-tengah masyarakat; termasuk masyarakat kaum musyrikin Mekah serta
masyarakat Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi tentang jumlah mereka para
penghuni gua tersebut. Dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi/18: 22 bahwa jumlah mereka
tiga orang, yang keempat adalah anjing mereka. Ada pula yang menyatakan jumlah
mereka lima orang, yang keenam adalam anjing mereka. Yang lain berpendapat
jumlah mereka adalah tujuh orang, yang kedelapan anjing mereka. Itu adalah
terkaan mereka menyangkut sesuatu yang gaib tanpa ada landasan atau dasar.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang sebenarnya.
Banyak
pendapat, riwayat dan mitos yang melingkupi kisah ini. Dalam menyikapi hal ini
Sayid Quthub memberikan arahan menyikapi hal ini, bahwa kita hendaknya berhenti
pada uraian al-Qur`an. Hendaknya kita mengabaikan penjelasan yang masuk ke
dalam penafsiran tentang kisah ini yang tidak memiliki sanad atau
landasan yang kuat. Karena al-Qur`an juga melarang untuk bertanya tentang hal
ini kepada selain wahyu Allah, juga melarang berdiskusi, bertengkar atau
menerka-nerka. [12] Maka
janganlah memperdebatkannya dengan mereka kecuali perdebat yang lahir saja
yakni terhadap persoalan yang telah jelas serta tidak bertanya tentang
permasalahan para penghuni gua ini kepada seorangpun karena telah datang berita
yang pasti dari Tuhanmu.
Nanti (ada
orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat
adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima
orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang
gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang
ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui
jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali
sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal
mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang
mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. QS. Al-Kahfi/18: 22.
Filosofi Insya Allah
Allah menegur
Rasulullah dengan firman-Nya:
Dan
jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan
mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah".
dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan
Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada
ini". QS. Al-Kahfi/18: 23-24.
Sabab an-nuzul rangkaian ayat ini adalah ada beberapa orang Quraisy bertanya
kepada nabi Muhammad saw tentang roh, kisah Ash-hab al-Kahfi (penghuni
gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku
agar Aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika
Allah menghendaki). Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang
untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya. Maka
bertambah-tambahlah ejekan kaum Musyrikin pada Beliau. Hal ini membuat Nabi dan
kaum muslimin mulai cemas. Setelah lima belas hari berlalu lalu turunlah wahyu
Allah menjelaskan jawaban pertanyaan tersebut.[13]
Versi lainnya
mengatatakan bahwa telah datang seorang laki-laki dari kalangan kaum kafir
kepada seorang Yahudi yang berasal dari Madinah. Laki-laki itu berkata,”
Sesungguhnya Muhammad mengatakan bahwa ia adalah Nabi utusan Allah. Sedang kami
tidak mengakuinya. Bagaimanakah kami menyanggah dan mengetahui bahwa ia
benar-benar Nabi utusan Allah.” Lalu Yahudi tadi menjawab,” Tanyakanlah
kepadanya tentang kisah para penghuni gua; mereka adalah pemuda yang telah
meninggal dan berlalu kisahnya sejak zaman dahulu. Jika ia (Muhammad) dapat
menjelaskan kisah tersebut, maka (sungguh) ia adalah Nabi utusan Allah. Maka
hendaklah kamu mengikutinya. [14]
Mungkin Yahudi
tersebut mengira Rasulullah tidak akan dapat menjelaskan tentang para penghuni
gua tersebut. Setelah laki-laki dari kalangan kaum kafir tadi kembali ke
golongannya dan menyampaikan petuah si Yahudi, lalu pergilah mereka menghadap
Rasulullah untuk menanyakan tentang kisah tersebut. Waktu berselang turunlah
malaikat Jibril membawa wahyu tentang kisah para penghuni gua.[15]
Maka turunlah ayat 23-24 di atas,
sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa
menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian. Ayat ini
mengajarkan bahwa kemampuan yang dimiliki manusia itu adalah anugerah Allah.
Jika hendak melakukan sesuatu maka ia harus melakukannya disertai penyerahan
diri kepada Allah swt. Dengan demikian ia akan mendapatkan kekuatan melebihi
kekuatannya sendiri, yakni kekuatan yang diagerahkan Allah kepada-Nya. Bersyukur
dikala berhasil dan tidak putus asa di saat gagal. Jika lupa mengucapkan Insya
Allah dalam hal ini mengaitkan rencana
yang akan kita lakukan dengan kehendak Allah, maka ucapkan; kaitkanlah
dengan-Nya begitu mengingatnya.
Al-Biqai
sebagaimana yang dikutip M Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam QS.
Al-Kahfi/18: 22 menegaskan untuk tidak berdiskusi kecuali tentang suatu yang
berdasarkan hal-hal yang jelas (wahyu Allah). Nabipun akan selalu mengandalkan
wahyu dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Berdasarkan
pengalaman Beliau, Allah melalui wahyu selalu memberikan membimbing-Nya,
sehingga boleh jadi mengantarkan Nabi saw bersabda pada siapa yang bertanya
kepadanya, besok akan kusampaikan jawabannya. Hal ini tanpa mengaitkannya
dengan kehendak Allah atau mengucapkan Insya Allah. Inilah kiranya yang terjadi
ketika kaum musyrikin bertanya tentang kisah para penghuni gua dalam surat
al-Kahfi ini. [16]
Rahasia Relativitas Waktu
Kisah
As-hab al-Kahfi ini kerap dikaitkan dengan masalah relativitas waktu.
Bagaimanakah teori relativitas waktu yang terjadi dalam kontek kisah ini, dapat
dijelaskan setelah menjelaskan rangkaian ayat-ayat berikut:
Dan Demikianlah
kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia
lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. QS.
Al-Kahfi/18: 19
Mereka
para penghuni gua merasa telah tertidur selama setengah atau mungkin satu hari.
Sesungguhnya Allah telah menidur mereka selama tiga ratus atau tiga ratus sembilan
tahun lamanya.
Dan mereka
tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah:
"Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua);
kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. alangkah terang
penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang
pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan dia tidak mengambil
seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". QS. Al-Kahfi/18: 25-26.
Berbicara
tentang QS. Al-Kahfi/18: 19, banyak orang yang mengaitkannya dengan teori
relativitas khusus. Ayat ini menerangkan terdapatnya perbedaan waktu yang
dirasakan oleh para pemuda penghuni gua dengan mereka yang tidak berada di
sana. Pemuda yang berd di dalam gua merasakan bahwa mereka telah tertidur
setengah atau sehari penuh, padahal telah berlalu waktu tiga ratus tahun
sebagaimana yang telah dilalui mereka yang tidak berada di dalam gua. Terjadinya
pemoloran waktu sebagai salah satu implikasi teori relativitas khusus. [17]
Menurut
Agus Purwanto pemahaman ini keliru. Hal ini karena terdapat faktor atau elemen
yang tidak terpenuhi jika fenomena ini dikaitkan dengan teori relativitas
khusus. Para pemuda penghuni gua dan orang lain yang diperbandingkan bertempat
tinggal di tempat yang sama; yaitu sama-sama di permukaan bumi. Para pemuda itu merupakan penghuni gua dan
yang lainnya tidak tinggal di sana. Para pemuda tersebut tidak bergerak relatif
terhadap mereka yang berada di luar gua. Maka teori reativitas khusus tidak
memberikan perbedaan waktu antara mereka. Artinya tiga ratus tahun yang dialami
mereka yang berada di luar gua dirasakan persis sama juga bagi mereka yang
berada di dalam gua. Sehari bagi mereka yang berada di dalam gua juga dirasakan
sama bagi yang di luar gua.
Dalam QS. Al-Kahfi/18: 19 di atas dijelaskan bahwa
para penghuni gua merasa baru setengah hari atau sehari tertidur di dalam gua,
padahal mereka telah tertidur di sana selama tiga ratus tahun. Bagaimana
mungkin mereka hanya merasakannya sehari bahkan kurang. Tentu saja, mereka juga
hanya mengalami proses perkembangan biologis seperti perubahan warna, panjang,
dan jumlah atau kelebatan rambut serta pengeriputan kulit yang tidak berarti
sehingga mereka merasa baru tinggal sehari. [18]
Jika
proses biologis tumbuh secara alamiah, maka rentang waktu tiga ratus tahun
tentulah telah membuat rambut seseorang panjang, beruban, atau mungkin
sebagiannya telah rontok. Demikian pula dengan kulit mereka yang kencang telah
menjadi keriput. Atau mungkin para pemuda penghunyi gua tersebut lazimnya telah
meninggal dunia, karena mungkin usia mereka tidak mencapai angka tiga ratus
tahun tersebut. Jadi terdapat rahasia Ilahi secara fisik atau biologis dalam
hal ini. Bagaimana mungkin peristiwa tersebut dapat terjadi? QS. Al-Kahfi/18:
11 lalu menjelaskannya[19]:
Maka kami tutup telinga mereka
beberapa tahun dalam gua itu
Allah
menutup telinga mereka dan menidurkan mereka selama tiga ratus atau tiga ratus
sembilan tahun sehingga mereka tak dapat
dibangunkan oleh suara apapun. Agus Purwanto menyatakan bahwa aspek waktu yang
secara eksplisit disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu dapat dipilah menjadi dua
kasus. Pertama, kesetaraan waktu setengah atau satu hari dengan tiga ratus
tahun. Kedua, penggunaan redaksi ayat yang memenggal satuan waktu tiga ratus
tahun dan ditambah Sembilan tahun bukan redaksi tiga ratus Sembilan tahun.
Mengapa tidak secara langsung menyebutkan tiga ratus tahun atau tiga ratus sembilan tahun secara langsung. Jawabannya adalah karena umat Islam
menggunakan kalender Lunar (yang berdasarkan pada peredaran bulan) sedang unat
Nasrani menggunakan kalender Solar (berdasarkan pada peredaran matahari).
Pergeseran Antara Perhitungan Kalender
Hijriyah dan Kalender Masehi: Kasus Masa Tertidurnya Ash-hab al-Kahfi
Masa
satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Dalam perhitungan
Kalender berdasarkan hisab Urfi[20] kalau kita sederhanakan
dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun
Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada
bulan Zulhijah (bulan Zulhijahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya
merupakan tahun Basitah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari
dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan
dengan satu daur. [21] Sistem hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah),
bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada
tahun-tahun Kabisah tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari.
Menurut Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim penanggalan
berdasarkan hisab urfi memiliki karakteristik:
1.
awal
tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15
Juli 622 M;
2.
satu
periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun;
3.
dalam
satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek
(basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode
biasanya digunakan syair:
كف الخليل
كفه ديا
نه * عن
كل خل
حبه فصانه
Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang
tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat
terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29 [22];
4.
penambahan
satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah;
5.
bulan-bulan
gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari
(kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi
genap 30 hari);
6.
panjang
periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara
itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari selama 30 tahun adalah
10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204); [23]
7.
perhitungan
berdasarkan hisab Urfi ini biasanya dijadikan sebagai ancar-ancar sebelum melakukan perhitungan penanggalan
ataupun perhitungan awal bulan berdasarkan hisab Hakiki. Bila tanpa melakukan
perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah para ahli Falak tersebut akan
mengalami kesulitan.
Kalender Hijriah yang menganut
prinsip Lunar calendar (berdasarkan peredaran bulan) yang terdiri 12
bulan. Bulan yang pertama adalah Muharam dan bulan terakhir adalah
Zulhijah. Hal ini didasarkan pada firman
Allah:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram[24]. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus. QS at-Taubah/9 ayat 36.
Nama-nama
dan panjang bulan Hijriah dalam Hisab Urfi sebagai berikut:
No
|
Nama
Bulan
|
Jumlah
Hari
|
No
|
Nama
Bulan
|
Jumlah
Hari
|
1
|
Muharam
|
30 hari
|
7
|
Rajab
|
30 hari
|
2
|
Safar
|
29 hari
|
8
|
Syakban
|
29 hari
|
3
|
Rabiul Awal
|
30 hari
|
9
|
Ramadan
|
30 hari
|
4
|
Rabiul Akhir
|
29 hari
|
10
|
Syawal
|
29 hari
|
5
|
Jumadil Awal
|
30 hari
|
11
|
Zulkaidah
|
30 hari
|
6
|
Jumadil Akhir
|
29 hari
|
12
|
Zulhijah
|
29/30 hari
|
Al-Quran mengisyaratkan perbedaan
perhitungan kalender Miladiah dan Hijriah melalui ayat yang membicarakan
lamanya penghuni gua (Ash-hab al-Kahfi) tertidur. Sesungguhnya
mereka telah tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan
tahun (QS. Al-Kahf/ 18: 25). Tiga ratus tahun di tempat itu menurut perhitungan
kalender Miladiah, sedangkan
penambahan sembilan tahun
adalah berdasarkan
perhitungan kalender Hijriah. Seperti
diketahui, terdapat selisih sekitar sebelas atau sepuluh hari setiap tahun antara perhitungan kalender
Miladiah dan Hijriah. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa selisih sembilan
tahun itu adalah sekitar 300 x 11 hari = 3.300 hari, atau sama
dengan sembilan tahun.[25]
Namun jika kita hitung lebih rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:
300
tahun Miladiah= 366 x 75 = 27.450
(tahun Kabisat)
= 365 x 225 = 82.125 (tahun Basitah)
2 atau 3
(tambahan tahun Kabisat tahun abad)
109.577 atau 8[26]
Satu daur dalam kalender Hijriah
(Urfi)= 30 tahun= 10.361 hari
10.631/ 109.577= 10 daur 10 x 30 tahun= 300
tahun
106.310
3.267 3.267 hari = 9 tahun (sisa 78 hari)
309 tahun
Penutup
Demikianlah
telah diuraikan tentang para pemuda penguna gua. Di antara hikmah yang dapat
dipetik antara lain:
1.
Allah Maha Kuasa menghidupkan yang telah mati,
hari Kebangkitan dan hari kiamat.
2.
Larangan
berdebat tentang sesuatu yang tidak memiliki landasan yang kuat (wahyu).
3.
Dalam
rangkaian ayat ini terdapat teguran pada Rasulullah sekaligus pelajaran buat
kita untuk mengaitkan segala urusan dalam kehidupan dengan kehendak Allah atau
mengucapkan Insya Allah.
4.
Isyarat al-Qur’an bahwa terdapat perbedaan
perhitungan kalender Miladiah dan Hijriah melalui ayat yang membicarakan
lamanya penghuni gua
tertidur. Sesungguhnya mereka telah tinggal di dalam gua selama tiga
ratus tahun atau tiga ratus sembilan
tahun.Wallahu a’lamu bi ash-shawab.
Daftar Pustaka
Anwar, Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan
dengan Sunnah Nabi SAW, http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf, akses
5 Maret 2009.
Azhari, Susiknan dan Ibnor Azli
Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam
Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008, http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf diakses pada tanggal 23 Juli 2009
Fathurohman
SW, Oman, “Saadoeddin
Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab
Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Hamka, Tafsir
Al-Azhar, Juz 15, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992
Hasyimi, al-, Abd
al-Mun’im, Min al-Qashash al-Qur’an, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1999 M/ 1420
H
Pasya, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’an:
Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-Qur’an, terj, Solo: Tiga Serangkai, 2004.
Cet.ke-1
Purwanto, Agus,
Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, Bandung: Mizan,
2008
Shihab, M. Quraish, Mukjizat
Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah Dan Pemberitaan Ghaib, Bandung:
Mizan, Cet-ke-4, 1998
____________,
Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 8, Jakarta: Lentera Hati, 2004
____________, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/index.html diakses pada tanggal 23 Juli 2009
Taqwim Hijriyah, hhtp://afdacairo.blogspot.com
diakses pada tanggal 23 Juli 2009
Zuhaili,
az-, Wahbah, at-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj,
Juz 15, Dimsyiq: 1998 M/ 1418 H
[1] Jayusman,
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, http://jayusmanfalak.blogspot.com emai: jay_falak@yahoo.co.id
[2]
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 15, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992, h. 169
[3]M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume
8, Jakarta: Lentera Hati, 2004, h. 3
[4] Ar-Raqim berarti
tulisan yakni tulisan yang memuat nama-nama pemuda Ash-hab al-Kahfi.
Al-Biqa’i mengartikannya desa atau gunung tempat mereka berada. Ada pula yang
memahaminya sebagai nama mereka.
Terdapat juga mereka yang mengartikannya sebagai kelompok lain yang berbeda
dengan Ash-hab al-Kahfi. Ibid, h. 15. Ada pula yang mengartikannya nama
lembah tempat gua tersebut berada. Sebagian lainnya mengartikannya sebagai nama
anjing Ash-hab al-Kahfi. Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi
al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj, Juz 15, Dimsyiq: 1998 M/ 1418 H, h.
211.
[5] Quraish,
op.cit, h. 16
[6] Ibid, h, 17-18
[7]
Lih Hamka, op.cit, h. 176
[8] Quraish,
op.cit, h. 15
[9]
Hamka, op.cit, h. 180
[10] Quraish,
op.cit, h. 18
[11]Zuhaili,
op.cit, h. 225-226.
[12]Quraish,
op.cit, h. 19
[13]
Hamka, op.cit, h. 167-168 dan Zuhaili, op.cit, h. 215
[14]
Abd al-Mun’im al-Hasyimi, Min al-Qashash al-Qur’an, Beirut: Dar Ibn
Hazm, 1999 M/ 1420 H, 440-441
[15]
Ibid, h. 442
[16] Quraish,
op.cit, h. 40-41
[17] Agus Purwanto,
Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, Bandung: Mizan,
2008, h. 280
[18] Ibid, h.
279-280
[19] Ibid, h. 280
[20] Sistem hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan
rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan secara Urfi ini
bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap bulannya. Bulan yang ganjil; gasal
berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh sembilan
hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan (ganjil) selamanya
akan berumur tiga puluh hari. Anwar,
Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan dengan Sunnah Nabi
SAW, http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf, diakses pada
5 Maret 2009. Biasanya untuk memudahkan
dan kepentingan praktis perhitungan dalam pembuatan kalender Kamariah dibuat
secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi didasarkan pada peredaran Bulan
mengelilingi Bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8
detik setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut adalah rentang waktu dari
konjungsi (ijtimak) ke konjungsi berikutnya. Dengan
perkataan lain, rentang waktu antara posisi titik pusat Matahari, Bulan, dan
Bumi berada pada bidang kutub ekliptika yang sama. Rentang waktu itu disebut
dengan satu bulan/month. Dengan demikian,
perhitungan kalender Kamariah di mulai dari menghitung awal bulan
atau bulan baru/ new month. Oman Fathurohman SW, 2004, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab
Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI
[21] Taqwim Hijriyah, http://afdacairo.blogspot diakses pada tanggal 23 Juli 2009
[22] Cara menentukan suatu tahun itu
termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah dengan membagi tahun tersebut dengan
angka 30. Jika sisanya termasuk deretan angka-angka pada syair di atas maka
tahun tersebut termasuk tahun Kabisah, jika tidak maka termasuk tahun Basitah.
Sebagai contoh tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur sisa 20. Bilangan 20 tidak
termasuk tahun Kabisah, maka tahun 1430 H adalah tahun Basitah. Contoh yang
lain adalah tahun 1431 daur sisa 21. Bilangan 21 termasuk tahun Kabisah.
Sa’aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan tahun Kabisah ini, ia
memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun yang ke 15.
[23] Susiknan Azhari
dan Ibnor Azli
Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam
Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008, http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf , diakses
pada tanggal 23 Juli 2009, h.
136-137
[24] maksudnya antara lain ialah: bulan
Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan
ihram.
[25] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/index.html diakses pada
tanggal 23 Juli 2009 dan lih juga M. Quraish Shihab, 1998, Mukjizat Al-Qur’an
Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah Dan Pemberitaan Ghaib,
Bandung: Mizan, Cet-ke-4, h. 189-190. Bandingkan dengan Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali
Ilmu Pengetahuan Dari Al-Qur’an, terj, Solo: Tiga Serangkai, 2004.
Cet.ke-1, h. 63-64.
[26] Al-Qur’an tidak
menjelaskan kapan peristiwa atau kisah ash-hab al-Kahfi ini terjadinya.
Sehingga secara perhitungan ilmu Falak dimungkinkan dapat saja tahun abadnya
yang Kabisat mungkin saja dua atau tiga hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar