AR-RADHA’ FI AL-QUR’AN
Jayusman*
Abstrak
Al-Qur’an
mensyari’atkan agar para ibu menyusukan anaknya. Menyusui ini bukan sekedar
perintah keagamaan belaka tapi begitu banyak hikmah yang terkandung di
dalamnya. Beratnya tugas menyusui yang harus dilakukan ibu diimbangi dengan
perintah untuk bersyukur, hormat dan berbakti kepada orang tuanya yang harus
ditunaikan sang anak. Perintah untuk
menyusui selama dua tahun sebagai sumber makanan terbaik untuk anak—sebagai
bentuk nafkah di masa awal kehidupannya, juga berkontribusi untuk membantu
perkembangan psikisnya. ASI juga memberikan daya immunitas agar anak
terlindungi, memiliki ketahanan dan kekebalan dari berbagai penyakit.
Kata Kunci:
Persusuan, Air Susu Ibu
Pendahuluan
Pemerintah
kita sedang gencar-gencarnya mengkam-penyekan pemberian ASI kepada bayi yang
baru lahir. Tidak tanggung-tangguang ibu Negara pun turun tangan dalam hal ini.
Mengingat masih tingginya tingkat kematian juga masalah gizi buruk pada bayi di
negara kita.
Al-Qur’an sudah sejak empat belas abad yang
lalu memerintahkan agar para ibu
menyusukan bayinya. Banyak ayat yang menyinggung tentang perintah masalah
persusuan ini.Dalam makalah ini
selanjutnya akan membahas tentang, pensyari’atan menyusui dalam al-Qur’an,
perintah menyusui selam dua tahun, menyusui kaitannya dengan perkembangan
psikis anak, dan ASI adalah sumber makanan yang terbaik untuk bayi.
Menyusui
adalah Suatu Hal Yang Berat Bagi Ibu Tetapi Mulia Di Sisi Allah Maka Wajib bagi
Anak Bersyukur, Hormat dan Berbakti Kepada Orang Tuanya
Al-Qur’an
mengakui bahwa kehamilan, melahirkan, persusuan dan pengasuhan anak hal yang
sangat berat bagi ibu. Tetapi juga dianggap luhur sehingga wajib bagi anak-anak
bersyukur, hormat dan berbakti kepada orang tua, sebagaimana yang disebutkan
dalam al-Qur’an surah Luqman/31 ayat 14 dan surat al-Ahqaf/46 ayat 15:
Dan Kami amanatkan kepada manusia
terhadap dua ibu bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua orang ibu bapamu, kepada-Ku lah kembalimu. QS: Luqman/31: 14.
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu
bapanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, mengandung sampai menyapihnya
selama tiga puluh bulan.QS: al-Ahqaf/46:
15
Demikian
juga banyak hadis-hadis Nabi yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada
kedua orang tua. Serta penjelasan bahwa perbuatan durhaka kepada kedua orang
tua adalah termasuk dibenci oleh Allah dan merupakan dosa besar.
Mengingat
betapa beratnya tugas ibu, maka Islam memberikan petunjuk untuk menjarangkan
kehamilan antara anak yang satu dengan yang lainnya. Tentu saja hal ini untuk recovery
kondisi kesehatan sang ibu. Agar kondisi phisik dan psikis ibu telah pulih kembali
setelah “kelelahan” mengurusi anak yang terdahulu. Dengan demikian anak yang
baru dilahirkan juga diharapkan
memperoleh perhatian dan kasih saying yang optimal. Petunjuk ini diisyaratkan
dalam al-Qur’an surah al-Baqarah/2 ayat 233 dan dalam surah al-Ahqaf/46 ayat
15.:
Para ibu hendaknya menyusui
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan....QS: al-Baqarah/2:233
…Mengandung
sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan. QS:
al-Ahqaf/46: 15
Berlandaskan
kepada kedua ayat tersebut, dapat diambil pelajaran, kalau seorang ibu hamil
selama sembilan bulan dan selanjutnya menyusui anaknya dalam jangka waktu dua tahun, maka jarak
kelahiran antara anak yang satu dengan lainnya lebih kurang tiga tahun.[1]
Islam memberi petunjuk
untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran. Tetapi tidak boleh untuk membatasi
keturunan kecuali karena keadaan darurat, seperti karena kondisi ibu yang
secara medis membahayakan untuk hamil kembali.Oleh karena itu vasektomi dan
Tubektomi dilarang dalam ajaran Islam. Karena dapat menghentikan reproduksi.
Dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum dapat secara sempurna
menyambungkan kembali saluran reproduksi yang telah divasectomi atau tubektomi
sebelumnya.
Selanjutnya
mengingat betapa beratnya tugas ibu hamil selama sembilan bulan, menyusui, menjaga
serta mendidik anak-anaknya sehingga menjadi besar.Tak akan dapat kita
membalasi jasa dan pengorbanan yang telah diberikan oleh orang tua kita selayaknyalah anak-anak untuk mensyukuri,
hormat dan berbakti kepada mereka. Terutama kepada ibunya. Di samping itu
mensyukuri, hormat dan berbakti kepada orang tua adalah perintah Allah yang
amat mulia dan besar ganjarannya.
Menyusui
Selama Dua Tahun
Para pakar kesehatan dan gizi
akhir-akhir ini begitu gencarnya mengkampanyekan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
kepada bayinya. Karena di dalam ASI terdapat zat gizi yang sangat dibutuhkan
oleh bayi untuk tumbuh kembang mereka secara baik dan optimal. Di samping juga
mengurangi angka gizi buruk pada balita. Pemberian ASI yang teratur membantu
kecukupan asupan gizi mereka. Apalagi pada fase awal kelahirannya.
Mengingat betapa pentingnya arti
keberadaan anak-anak tersebut sebagai anak bangsa, generasi penerus pemegang
tongkat estafet kepemimpinan bangsa di masa depan. Kiranya penting untuk
diperhatikan kesehatan dan tumbuh kembang anak. Hal ini terkait juga memberian
ASI untuk membantu kecukupan gizi mereka.
Ajaran Islam sudah sejak empat belas
abad yang lampau mensyari’atkan persusuan ini. Maka kita selaku umat Islamlah
yang kemudian harus menggali hikmah-hikmah yang terkandung di balik perintah
tersebut.
Allah memerintahkan para ibu untuk menyusui
anak-anak mereka selama dua tahun penuh. Mengingat ASI adalah makanan pertama
yang diperoleh bayi pasca kelahirannya. ASI adalah makanan yang terbaik untuk
bayi, oleh karena itu ibu berkewajiban menyusui bayinya jika ia sanggup dan
mampu melaksanakannya, berdasarkan firman Allah:
Para ibu hendaknya menyusui
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban para ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kemampuannya.QS: al-Baqarah/2: 233
Dan Kami amanatkan kepada manusia
terhadap dua ibu bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua orang ibu bapamu, kepada-Ku lah kembalimu. QS: Luqman/31: 14.
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu
bapanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, mengandung sampai menyapihnya
selama tiga puluh bulan.QS: al-Ahqaf/46:
15
Berdasarkan
ayat-ayat ini mengisyaratkan bahwa para ibu wajib menyusui anaknya
dengan ASI dengan memberikan batasan waktu yang ideal, oleh karena itu
hendaklah ibu-ibu menyempurnakan penyusuan tersebut. Ini berarti anak disapih
setelah berusia dua tahun. Dalam ayat 15 QS al-Ahqaf dinyatakan mengandung
sampai menyusui selama tiga puluh bulan. Karena
masa mengandung itu menimal enam bulan maka dua puluh empat bulan (dua
tahun) berikutnya adalah masa persusuan. Oleh sebab itu, berdosalah ibu di
hadapan Allah kalau mengabaikan masalah penyusuan dengan ASI bila ia mampu
melaksanakannya.[2]
Proses
persusuan ini terkait dengan perkembangan phisik dan psikologis bayi tersebut.
Terkait dengan perkembangan psikisnya, bayi yang menurut ilmu psikologi berada
pada fase oral (di dalam mulut)[3]
seharusnya ia memperoleh kepuasan oralnya. Menurut Fenichel sebagaimana yang
dikutip Kartini Kartono bahwa tidak terpenuhinya kepuasan oral pada bayi dan
anak kecil disebabkan misalnya bayi tersebut terlalu cepat disapih. Peristiwa
ini mengakibatkan timbulnya nafsu kompensatoris untuk pemuasannya. Dan
diekspresikan dalam bentuk sikap pesimistis dan tingkah laku yang sadistis.
Adapun penyapihan yang lambat akan menyebabkan pemuasan terhadap
dorongan-dorongan oral; dan menghasilkan sikap optimistis dan kepercayaan diri.
[4]
Jadi
menyusui anak selama dua tahun penuh bukan saja dalam rangka menjalankan
perintah yang disyari’atkan Allah tetapi juga secara ilmu kesehatan dan gizi
sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan phisik bayi. Serta sangat
penting untuk pemenuhan kebutuhan psikis sang anak.
Bagi
para ibu yang berkeinginan persusuan kurang dari dua tahun penuh, dalam hal ini
Islampun memperbolehkannya dengan sutua catatan. Penyapihan tersebut haruslah melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat dengan suaminya.Ibu yang ingin menyapih
anaknya sebelum masa dua tahun harus berdasarkan persetujuan suaminya. Tentu
saja setelah memperhitungakn untung ruginya. Di samping itu harus ada
kesanggupan mengganti ASI tersebut dengan makanan yang bergizi untuk sang bayi[5].
Penyapihan
persusuan bayi sebelum berusia dua tahun di duga cukup banyak terjadi di
masyarakat. Alasannya mulai dari kondisi si ibu yang tidak memungkinkan untuk
menyusui secara medis sampai si ibu yang bekerja di luar rumah, sebagai wanita
karier. Untuk alasan ibu yang bekerja di luar rumah selayaknyalah ia pandai mengatur waktu dan tidak melalaikan
tugasnya sebagai ibu dari anak-anaknya.
Persusuan
Adalah Nafkah Untuk Sang Bayi
Ajaran
Islam tentang menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah yang harus
diberikan kepada bayi oleh ayah lewat sang ibu dengan secara persusuan. Ayah berkewajiban
memberkan air susu kepada anaknya sesuai dengan kemampuannya dengan cara
memberikan makanan yang bergizi kepada istrinya yang nantinya memproduksi ASI
atau memcarikan perempuan lain yang sehat jasmani dan rohaninya untuk
menyusukan bayinya jika istrinya berhalangan. Allah berfiman dalam al-Qur’an
surah ath- Thalaq/65 ayat 6:
Dan
jika mereka istri-istri yang ditalak itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan bayinya. Kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anakmu yang dilahirkan tadi) untuk (kepentingan)mu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya menyusukan itu. Dan musyawarahkanlah di antara
kamu semua (segala sesuatu) dengan baik jika kamu menemui kesulitan, maka
perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya.
Ayat
di atas menjelaskan tentang persusuan yang dilakukan oleh ibu yang telah
ditalak oleh suaminya. Bagi ibu yang telah ditalak oleh suaminya yang masih
dalam masa iddah, maka ia tidak berhak menerima upah persusuan dari suaminya,
karena ia masih berhak memperoleh nafkah. Namun jika masa iddah itu habis, ia
berhak mendapatkan upah persusuan. Karena hal ini disamakan dengan persusuan
yang dilakukan oleh wanita lain ketika sang ibu berhalangan menyusui bayinya[6].
Menyusui
dan Perkembangan Psikis Anak
Proses
menyusui kadang kita maknai hanya tugas lanjutan setelah bagi seorang ibu
setelah melahirkan anaknya. Karena memang begitulah adanya, setelah melahirkan
ibu dibekali air susu sebagai sumber makanan bagi anak yang dilahirkannya
tersebut. Pada hal jika kita selami lebih jauh proses menyusui itu bukan hanya
sekedar tranfer nutrisi makanan pada sang bayi. Tapi juga terjalinnya hubungan
yang begitu indah dan mesra antara bayi dan ibunya. Yaitu hubungan cinta kasih
yang begitu tulus dan suci.
Setiap bayi normal membutuhkan cinta
jasih dan perlindungan mesra dari
ibunya. Ini merupakan kebutuhan primer dan kodrati, di samping kebutuhan vital
mendapatkan air susu ibu dan pemeliharaan. Kebutuhan akan kasih sayang ibu
tersebut sudah berlangsung sejak awal sekali. Yakni semenjak perkembangan janin
dalam rahim ibunya. Unsur cinta kasih merupakan semen pengokoh bagi pembentukan
kepribadian. Oleh karena itu support psikologis berupa lindungan ibu,
kasih sayang dan kontak jasmaniah sewaktu menyusui bayi sama penting dan
nilainya dengan perlindungan phisik dan kenyamanan dalam rahim ibu.
Para ibu merasakan puncak kepuasan
dan kebahagiaan karena bias mencukupi kebutuhan bayinya dengan ASI sendiri.
Sehubungan dengan ini priode menyusui dirasakan oleh ibu tadi dengan perasaan
mengendap; dan dialami sebagai priode yang paling intim dan mesra.
Kedekatan antara ibu dan bayinya ini
bisa kita lihat dari prilaku menangis jika sang ibu pergi meninggalkannya dan
ia akan senang apabila sang ibu menghampiri dan menggendongnya. Selanjutnya
timbullah hubungan batin yang tidak terputuskan.
Al-Qur’an mengilustrasikan hal ini
pada kisah nabi Musa yang telah disusukan oleh ibunya dengan penuh kasih sayang
dan kehangatan. Maka nabi Musapun kemudian menolak ibu persusuan yang telah
disiapkan keluarga Fir’aun. Ini disitir
dalam al-Qur’an surah al-Qashash/28 ayat 12:
Dan Kami jadikan Musa enggan menyusu
kepada wanita yang akan menyusukannya, sebelum datang (saudara)nya dan dia
berkata:” Akan kutunjukkan kepada kamu keluarga rumah tangga yang akan
memeliharanya untuk kamu dan mereka jujur kepadanya.”
Ayat ini
menunjukkan tentang kekuasaan Allah, karena pada umumnya bayi tidak tahu
apa-apa. Namun apa yang terjadi pada diri nabi Musa, ia dapat membedakan
kehangatan menyusu dengan ibu kandungnya dan menyusu dengan wanita lain.dan ia
enggan menyusu dengan wanita lain tersebut[7].
Itu gambaran keintiman yang tercipta ketika seorang bayi menyusu dengan ibunya.
Pada waktu menyusui bayinya,
realitas anak dihayati ibunya secara kongkrit dengan luapan perasaan kasih
sayang ibu. Maka aktivitas menyusui itu bagi kebanyakan ibu merupakan kegiatan
yang menyenangkan. Kaerna memberikan kebanggaan dan kebahagiaan khusus.
Depedensi bayi, keserasian hidup bayi yang bergantung pada ASI nya sendiri.
Serta fungsi keibuannya, semua ini memberikan arti yang sangat dalam dan khas
bagi seorang ibu; karena ia mampu menghayati makna dari hidupnya.[8]
Kegiatan menyusui yang baik bukan
saja bergantung pada ketertiban schedule waktunya saja, akan tetapi terutama
sekali bergantung pada sikap hidup (attitude) ibu yang bersangkutan. Hal
ini dicerminkan pada cara ia memberi makanan dan menyusui bayinya. Sebab
keseimbangan batin dan harmoni dalam
kehidupan emosional sang ibu sangat mempengaruhi kelancaran keluarnya air susu.
Sedang air susu yang melimpah bias menjamin perumbuhan jasmaniah dan
perkembangan kehidupan emosional bayinya[9].
Selanjutnya kesulitan makan dan
proses menyusui pada bayi itu ada kalanya mencerminkan agresi atau kemarahan
pada anak. Misalnya sebagai ekspresi rasa
ketakutan, kecemasan hebat dan ketegangan batin yang memuncak. Kondisi
ini bisa memicu bayi tidak mau makan dan menyusui.
Betapa
pentingnya sikap hidup ibu yang positif penuh kasih sayang bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayinya. Ini dapat kita buktikan dengan peristiwa sebagai berikut:
banyak bayi yang bisa dihindarkan dari kematian, kelayuan dan kemeranaan,
dengan memberikan pada bayi-bayi tersebut air susu ibu, perlindungan dan cinta
kasih.
Dengan
demikian peristiwa menyusui pada bayi mempunyai arti psikolologis yang
bervariasi. Makanan dan air susu bisa diartikan sebagai relasi yang intim dan
persekutuan dengan ibu. Ada pula yang mengartikannya alat securitas
serta ada yang memakai makanan sebagai alat pemuas bagi harapan-harapan yang tidak tercapai/ terpenuhi. Sehingga
dapat difahami bahwa kondisi kekurangan makan (under-eating) dan
kebanyakan makan (over–eating) itu ada kalanya merupakan symptom
patologis, diakibatkan oleh kecemasan dan ketakutan tertentu, dengan faktor
penyebab yang psikologis sifatnya[10].
Dalam Islam, kondisi psikis ibu yang
menyusui bayi atau anak ini perlu untuk menjadi perhatian. Ketika kondisi
phisikis sang ibu baik maka akan berdampak baik juga bagi perkembangan anaknya.
Sebaliknya ketika kondisi psikis ibu buruk/ tidak baik maka akan tidak baik
pula untuk perkembangan anaknya. Selayaknya suami dan anggota keluarga yang
lain memberikan rasa nyaman dan support kepada sang ibu yang menyusui.
Pentingnya
kondisi psikis yang baik ini tersirat dalam lanjutan kisah nabi Musa berikut:
Dan
Kami ilhamkan kepada ibu nabi Musa,”Susukanlah dia dan apabila kamu khawatir
terhadapnya, maka hanyutkanlah ia ke sungai Nil, dan janganlah kamu khawatir
serta jangan pula kamu bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadam dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul”.
QS al-Qashash/ 28: 7.
Tersirat dalam ayat ini mungkin ibu
persusuan yang disediakan keluarga Fir’aun tersebut barangkali menurut Allah
Yang Maha Mengetahui barangkali wanita yang kurang baik. Sehingga apabila nabi
Musa disusukan pada wanita tersebut akan mempengaruhi pribadi Musa sendiri.
Karena itulah maka nabi Musa menolak menyusu pada wanita tersebut atas petunjuk
langsung dari Allah[11].
Menyusui
Anak Segera Setelah Lahir
Sebagian ibu merasa enggan untuk segera menyusukan
anaknya setelah dilahirkan. Mungkin dengan alasan capek karena tenaga yang
begitu banyak terkuras dalam proses melahirkan. Atau mungkin keengganan ini
disebabkan berkembang kepercayaan di masyarakat kalau sang ibu menyusui bayinya,
maka akan mengurangi keindahan payu daranya. Segera setelah sang ibu merasa fit
setelah beristirahat pasca melahirkan, sebaiknya ia menyusukan anaknya. Adapun
mitos kalau sang ibu menyusui bayinya, maka akan mengurangi keindahan payu
daranya adalah tidak bisa dipertanggung jawabkan, selama sang ibu menyusui
dengan baik dan benar.
Menurut ilmu kedokteran, bayi sejak
lahirnya lahir dibekali dengan reflek untuk menghisap. Dan ini sangat penting
dalam proses persusuannya. Jadi ibu tidak perlu khawatir karena bayi dapat
secara reflek/ spontan menghisap puting payudara ibu yang diarahkan ke
mulutnya.
Air susu pertama ibu itu sangat
penting bagi bayi. Air susu pertama tersebut mengandung Kolestrum. Kolesrtum
ini mengandung kadar immunoglobin A tinggi, yang dapat mempertinggi imminitas
bayi dari berbagai macam penyakit yang sering menyerang bayi, yaitu radang usus
dan lambung. ASI pun mengandung zat anti bodi bagi bayi secara alamiah. Zat
anti bodi ini memberikan ketahanan dan perlindungan bagi bayi dari berbagai
penyakit infeksi. Kolestrum ini sangat dibutuhkan bayi agar ia tidak mudah
terserang penyakit. Tentu saja ini sangat urgen bagi pertumbuhannya.
Jadi dengan memberi ASI, seorang ibu
sekaligus memberi perlindungan kepada bayinya, plus menciptakan hubungan
emosional ibu dan anak secara phisik dan psikis.
Biasanya air susu tersebut berwarna
kuning dan agak kental. Karena kekurang pengetahuan pada sang ibu, sebagian
mereka sengaja mengeluarkan dan membuangnya karena dianggap susu yang basi dan
tidak bagus dan layak untuk dikonsumsi oleh bayi. Tentu saja pemahaman
seperti ini perlu diluruskan karena akan
sangat merugikan ibu tersebut dan juga bayinya.
ASI Sumber Gizi Sempurna Untuk Bayi
Salah satu alasan mengapa ASI
merupakan makanan terbaik untuk bayi adalah karena Asi mengandung semua unsure
gizi yang dibutuhkan bayi. Bahkan dengan manajemen Laktasi (menyusui) yang
baik, produksi ASI dinyatakan cukup sebagi sumber makanan tunggal (eksklusif)
untuk pertumbuhan bayi yang normal sampai usia 4 bahkan 6 bulan. Itu sebabnya
badan kesehatan PBB, WHO dan badan PBB untuk anak-anak, UNICEF menganjurkan agar ASI eksklusif diberikan
selama 6 bulan. [12]
Setelah
usia 6 bulan barulah bayi diberikan makanan tambahan sebagai pendamping ASI.
Produksi ASI setelah enam bulan tidak berkurang tapi kebutuhan ibu lah
meningkat. Jumlah produksi ASI pada saat bayi berusia 6-12 bulan hanya dapat
memenuhi 60% dari kebutuhan bayi. Dan setelah usia setahun, produksi ASI hanya
memenuhi 30% dari kebutuhannya.[13]
Yang
perlu juga untuk dicermati bahwa fungsi organ pencernaan bayi yang baru lahir
belum sempurna dan mengalami kekurangan enzim. Namun bayi-bayi yang diberi ASI
jarang mengalami gangguan pencernaan. Hal ini karena selian zat gizi, ASI juga
mengandung enzim pencernaan yang belum dapat diproduksi oleh bayi yang baru
lahir. Jadi sekalipin fungsi organ pencernaannya belum sempurna, enzim-enzim
pencernaan dalam ASI tersebut akan membantu bayi mencernakan zat-zat yang
terdapat dalam ASI yang diisapnya[14].
Dengan
kata lain bayi yang mendapatkan ASI berarti sudah makanan separuh cerna dengan
kadar yang mudah diekskresikan (keluarkan) melalui ginjal. Dengan demikian
kerja ginjalpun tidak akan terbebani[15].
Itulah ASI, begitu besar manfaatnya bagi pertumbuhan bayi sebagai sumber gizi
dan makanan mereka.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
- Menyusui anak di samping menjalankan perintah
Allah juga sangat banyak manfaatnya.
- Islam mensyari’atkan persusuan
sampai bayi berusia dua tahun. Di samping untuk memenuhi kebutuhan gizi
dan makanannya pemberian ASI juga membantu perkembangan psikis anak.
- Berikanlah ASI pertama kepada
bayi segera setelah lahir. ASI pertama tersebut mengandung kolestrum yang
berfungsi sebagai anti bodi untuk ketahanan dan kekebalan tubuhnya.
- Begitu besar mengorbanan ibu
mengandung, melahirkan, menyusui serta membesarkan anaknya untuk itu
selayaknyalah anak bersyukur, hormat dan berbakti kepada orang tuanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Toha Putra, 1992
Huzaimah
T Yanggo, Fiqih Anak: Metode Islam dalam Mengsuh dan Mendidik Anak serta Hukum-
Hukum yang Berkaitan dengan Aktivitas Anak, Jakarta: al-Mawardi, 2004
____________, Fiqih Perempuan Kontemporer, Jakarta: al-Mawardi, 2001
Indita Indriana, Bayi Baru: Posisi Tepat Menyusui,
Majalah Ayah Bunda, No.06 27 Mar-9 Apr 1999
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi
Perkembangan), Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1995
Rulina Surad, Ibu & Laktasi: Intoleransi Laktosa,
Majalah Ayah Bunda, No.23, 11-24 November 2000
____________, Ibu & Laktasi: Kandungan ASI Beda
Kebutuhan Beda Komposisinya, Majalah Ayah Bunda, No.19, 22 Sep- 5 Okt 2001
Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Dar al-Fikr: T.P,
T.Th
*
Penulis adalah dosen Fiqh/ Ushul Fiqh pada fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan
Bandarlampung. Pendidikan S1 dan S2 ditempuh di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Sekarang menjabat Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
[1]
Huzaimah T Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, ( Jakarta: al-Mawardi, 2001),
h.155-156
[2]
Huzaimah T Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, ( Jakarta: al-Mawardi, 2001),
h.165-166 dan lih juga Huzaimah T Yanggo, Fiqih Anak: Metode Islam dalam
Mengsuh dan Mendidik Anak serta Hukum- Hukum yang Berkaitan dengan Aktivitas
Anak, ( Jakarta: al-Mawardi, 2004), h. 91-94
[3]
Fase kepuasan oral, yang ditimbulkan oleh stimulasi dalam daerah mulut anak.
[4]
Kartini Kartono, Loc.Cit
[5]
Huzaimah, Fiqih Perempuan, Op.Cit, h.166
[6]Ibid,h.
167-168
[7]
Ibid, h.171-172
[8]
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung:
Penerbit Mandar Maju, 1995), h. 95-96
[9]
Ibid, h. 98
[10]
Lih Ibid, h.98-99
[11]
Huzaimah, Fiqih Perempuan, Op.Cit, h.172-173
[12]
Rulina Surad,Ibu & Laktasi: Kandungan ASI Beda Kebutuhan Beda
Komposisinya, Majalah Ayah Bunda, No.19,
22 Sep- 5 Okt 2001, h. 100
[13]
Ibid
[14]
Rulina Surad, Ibu & Laktasi: Intoleransi Laktosa, Majalah Ayah Bunda,
No.23, 11-24 November 2000, h. 38
[15]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar